Other Stories

Makan Tanpa Gadget

Dahulu kala, makan tanpa gadget adalah hal yang wajar. Namun saat ini gadget biasanya ‘dibutuhkan’ entah itu untuk mengambil foto makanan, check in di media sosial, dan lain sebagainya. Penggunaan gadget seperti ponsel juga tak hanya dilakukan sebelum makan, bahkan saat makan pun terkadang sesekali tangan kita menggapai ponsel demi membalas pesan teks, update status, melihat-lihat newsfeed media sosial, atau berselancar di internet untuk kepentingan lain. Kita melakukannya seolah hal itu tidak bisa ditunda. Padahal semua itu bisa menunggu kan? Lagipula sebenarnya pesan di chat atau isi di media sosial juga tak selalu hal penting. Terlebih lagi, di depan kita ada orang di dunia nyata yang bisa diajak mengobrol. Kenapa nggak ngobrol sama orang beneran aja?

Saat melihat iklan IKEA ini, saya jadi teringat kebiasaan saya dan suami dulu saat belum menikah.

Setiap pergi jalan-jalan atau makan di luar, kami bersepakat untuk membayar masing-masing (hal ini pernah saya ceritakan juga di tulisan The Heart Inside The Heart). Terkadang memang membayar sendiri-sendiri, tapi tidak jarang juga kami bayarnya bergantian. Misalnya hari ini dia yang bayar, maka saya akan membayar saat kita makan di luar selanjutnya. Yah jadinya kesadaran aja sih. Hehe..

Pada suatu hari kami menyadari bahwa kami sudah menjadi korban gadget. Meskipun kami sedang bertemu dan makan bersama, kami sibuk dengan ponsel masing-masing. Padahal kami bertemu seminggu sekali aja belum tentu ya. Kemudian kami memutuskan membuat tantangan untuk menaruh ponsel di atas meja makan. Ponsel itu tidak boleh digunakan (kecuali kalau ada panggilan masuk) selama kami makan dan duduk di meja itu. Maksudnya supaya kami memanfaatkan waktu untuk mengobrol alih-alih asik dengan ponsel masing-masing.

Konsekuensinya, siapapun yang memegang (dan menggunakan) ponsel duluan saat makan, maka dia yang harus membayar makan. 😀

Walaupun pasti ikhlas aja sih bayarin makan, tapi kami jadi merasa tertantang. Dan hal itu setidaknya cukup membantu kami untuk punya waktu yang berkualitas.

Kalau melihat hari-hari kami sekarang, ya terkadang masih suka asik dengan gadget masing-masing. Namun, salah satu dari kami tidak sungkan untuk mengingatkan atau meminta menaruh gadget demi mengobrol atau sekadar fokus menonton film atau acara TV yang sedang ditonton bersama.

Karena sudah menikah, tantangan zaman dulu udah nggak berpengaruh lagi. Hehe.. Soalnya dompetnya sekarang udah digabung cyiiin… :p

Nah kalau kamu, berani coba tantangan semacam phone-less table ala IKEA ini nggak?

1865143963390123180513

Other Stories

Chae-hun Belajar Bahasa Arab

Daejeon, 25 Juni 2007

Tadi saya bertemu Chae-hun di kafetaria asrama Daejeon University.

Saya: “Chin-gu, mianhae, nan oneul pappassoyo…” (maaf, Chin-gu, hari ini gue sibuk…)
Chae-hun : “Oh, kwenchanha…” (oh, nggak apa-apa)
Saya: “Terus mau belajar kapan? Selasa aja ya, abis gue pulang dari Busan..”
Chae-hun: “Nggak bisa, gue ada military training sepuluh hari. Kalau malam ini aja gimana?”

Saya tidak terlalu ingat kapan Chae-hun – yang tidak beragama itu – mulai tertarik pada bahasa Arab. Suatu hari dia meminta saya menunjukkan Alquran padanya. Ia ingin membaca artinya. Sayangnya, saya saat itu belum punya Alquran dengan terjemahan bahasa Korea (tak lama setelah itu barulah saya mendapat Alquran terjemahan bahasa Korea pemberian seorang teman). Saat itu dia kemudian bilang, “Chin-gu, gue mau belajar bahasa Arab ya summer vacation ini.”

Continue reading “Chae-hun Belajar Bahasa Arab”

Other Stories

Berjumpa Sahabat Pena #2

Icha & Sari di Berastagi
Icha & Sari di Berastagi (Sept 2012)

(Cerita sebelumnya baca di SINI ya)

Saat telepon  mulai banyak terpasang di rumah-rumah, saya juga sempat memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan sahabat pena. Berlanjut saat ponsel mulai populer, kami bertukar nomor walaupun masih nebeng ponsel orang tua. Hehe..

Zaman terus berganti dan teknologi terus berkembang. Sari (Binjai), misalnya, adalah seorang sahabat pena yang tetap bertahan melalui berbagai perkembangan tersebut. Dari mulai surat, pesan pendek, sampai jejaring sosial Facebook, kami masih terhubung. Dan akhirnya September lalu kami bertemu ketika saya backpacking ke Sumatera. Sari mengajak saya untuk menginap di rumahnya. Selain itu, Sari juga menemani saya jalan-jalan ke Berastagi dan sekitar Medan di tengah kesibukannya berkuliah S2 di USU. How sweet!

Continue reading “Berjumpa Sahabat Pena #2”

Other Stories

Berjumpa Sahabat Pena #1

Siapa yang waktu SD dulu hobi menulis biodata di diary? Hehe.. Saya masih ingat kebiasaan itu, teman-teman di sekolah saling bertukar diary untuk mengumpulkan biodata. Maklum, dulu belum era jejaring sosial via internet, jadi begitulah cara kami berjejaring. Data diri yang biasanya ditulis antara lain nama, kelas, sekolah, alamat, hobi, sampai cita-cita. Tak jarang biodata tersebut diberi bonus pantun.

Continue reading “Berjumpa Sahabat Pena #1”

Indonesia, Traveling

One fine day: 24 March in Bawean

24 Maret 2012 ini saya berulang tahun yang kesekian. Just like another day. Bangun subuh, mengaktifkan hape, dan menaruhnya di jendela. Sebagai informasi, di Bawean ini sinyal hanya ada di spot tertentu saja, kalau di rumah hostfam saya ya salah satunya di jendela kamar. Hehe… Ajaib ya? Geser sedikit saja, sinyalnya hilang. Bahkan dalam posisi diam pun sinyalnya labil, bisa datang dan pergi sesuka hati.

Continue reading “One fine day: 24 March in Bawean”

Asia, Traveling

[AseanTrip-9] Penang dan Sahabat Lama

3 Oktober 2010.

Selamat pagi Penaaaang…

Sebelum berangkat jalan-jalan seputar George Town, saya dan Pupu menikmati sarapan yang disediakan di hostel. Menu roti tawar dan butter rasanya menjadi standar sarapan di kebanyakan budget hostel. Disajikan segelas orange juice, rasanya sarapan tersebut sudah cukup lengkap. Selain itu, disediakan pula teh dan kopi yang bebas dipilih oleh tamu hostel.

Breakfast

Untuk jalan-jalan di Singapura, Malaysia, dan Thailand, buku Claudia Kaunang (terbitan Bentang) yang berjudul “Rp2 Juta Keliling Thailand, Malaysia, & Singapura,” menjadi salah satu panduan utama kami. Untuk di Penang sendiri, disebutkan bahwa terdapat Central Area Transit (CAT), yaitu “hop on – hop off bus” gratis yang disediakan untuk para wisatawan. Tentu saja ini sangat memudahkan karena rute bus tersebut akan melewati spot wisata yang terletak di pusat kota.

Continue reading “[AseanTrip-9] Penang dan Sahabat Lama”