Other Stories

Bukan Tesis Biasa

“Mbak, tolong bacakan daftar isinya ya, Mbak…”

Tadi adalah sore kedua pertemuan saya dengan T, mahasiswi S2 jurusan Pendidikan di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Sebuah gang sempit di Jalan Parangtritis membawa saya menuju Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis). Di sana ada SLB dan MTsLB Tunanetra serta asrama bagi para siswa dan alumninya (yang kini sudah di jenjang perguruan tinggi). T merupakan salah seorang alumni sekolah tersebut.

Kunjungan singkat saya bukanlah sesuatu yang besar sebenarnya. Saya membantu T mengerjakan tesisnya yang sudah hampir rampung, sekadar melengkapi yang kurang di sana-sini, proofread dan mengoreksi typo, merapikan margin, dan membantunya merevisi dan menyesuaikan dengan masukan dari pembimbing tesisnya. Hal-hal tersebut adalah hal yang ‘sederhana’ untuk kita, namun untuk seorang tunanetra, tentu perlu usaha lebih.

Continue reading “Bukan Tesis Biasa”

Advertisement
Other Stories

Tiga Gerbang

10300223_774423029264855_5241964564291967202_n
Sumber: laman Facebook Spirit Science

Kira-kira sebulan lalu ada salah satu postingan di newsfeed Facebook yang membuat saya manggut-manggut dan merenung. Postingan tersebut adalah foto di samping yang berisi tiga gerbang yang harus dilalui jika kita hendak berbicara.

1. Apakah hal itu benar?

2. Apakah hal itu penting?

3. Apakah hal itu baik?

Kita tentu familier dengan peribahasa “mulutmu harimaumu”. Pada era internet saat ini bisa juga kita tambahkan, “jari-jarimu harimaumu” karena kita lumrah ‘berbicara’ lewat tulisan di berbagai media sosial. Kata-kata kita bisa jadi memberikan manfaat, menyampaikan ilmu pengetahuan, menyenangkan hati orang lain, namun bisa juga sebaliknya, menyakiti dan menyebar kebencian. Dalam ajaran islam, hal senada disebutkan dalam hadits yang berbunyi, ““Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari Muslim). Saya yakin agama lain pun senada dalam hal mengajarkan umatnya untuk berkata baik. Continue reading “Tiga Gerbang”

Other Stories

Sam’s philosophy for a happy life

Sam Berns, who suffered from the premature ageing disease called progeria, has passed away in Boston, US, early this month. Sam was diagnosed with progeria at age two. He was lucky that his parents, Dr. Leslie Gordon and Dr. Scott Berns, tried very hard not to lose their son by age 13, the average age of death of a child with this disease. They started research foundation which aims to find drugs for progeria. Their work resulted in a drug called lonafarnib. Although it can’t totally heal the disease yet, it is appeared to ameliorate some effects of it. 

Sam might not live for so long, he passed away in his 17, but I think he left us many lessons worth learning. I love his courage and confidence. I love how he focused on what he could do instead of regret of what he was not able to do. He played percussion, he hung out with friends, etc. He reminded us to feel grateful of what we have.

Here are Sam’s philosophy for a life:
1. Be OK with you ultimately can’t do, because there is so much you CAN do.
2. Surround yourself with people you want to be around.
3. Keep moving forward
4. Never miss a party if you can help it. ;D

Continue reading “Sam’s philosophy for a happy life”

Other Stories

Ketika Anies Baswedan Turun Tangan

Masalah kita banyak dan tak bisa semuanya diselesaikan oleh seorang pemimpin. Inilah saatnya kita memiliki sekaligus menciptakan pemimpin-pemimpin yang menggerakkan.

Selamat membaca. 🙂

a madeandi's life

Saya merasa mengenal Anies Baswedan tetapi yakin bahwa Mas Anies tidak kenal saya. Saya menggunakan istilah Mas semata-mata karena usia kami tidak terpaut jauh dan merasa bahwa beliau mewakili kaum muda. Meskipun pernah beberapa kali berkirim email dan bertegur sapa lewat twitter, saya adalah satu dari sekian ratus ribu orang. Tentu tidak istimewa. Namun bagi saya, seorang Anies Baswedan adalah keistimewaan. Itulah alasan saya menuliskan ini.

Saya mendengar nama Anies Baswedan pertama kali pada tahun 2008 ketika dia dinobatkan oleh Majalah Foreign Policy sebagai satu dari 100 tokoh intelektual dunia. Sebagai anak muda, saya bangga ada orang Indonesia muda yang menyandang predikat bergengsi itu. Sejak itulah, saya mulai mempelajari sepak terjangnya lewat dunia maya. Karena predikat bergengsi itu, tidak sulit mendapatkan informasi tentang Anies dari media massa. Saya mulai menyimak pemberitaannya dan menonton videonya di Youtube. Fakta bahwa Mas Anies telah menjadi rektor di usia 38 tahun adalah…

View original post 2,390 more words

Other Stories

Bapak di Atas Jembatan

Hujan, banjir, dan macet. Cukuplah membuat lelah dan getir. Sampai saya melihat senyuman bapak itu di jembatan penyeberangan antara Halte Busway Setiabudi dan Duku Atas, Jalan Sudirman, Jakarta. Saya tak mengenalnya. Yang saya tahu, ia berjualan di jembatan itu setiap hari. Di sampingnya setia sebuah koper berisi berbagai macam kaus kaki dan masker. Iya, masker. Kebutuhan warga kota metropolitan dengan polusi yang semakin menjadi dari waktu ke waktu.

Continue reading “Bapak di Atas Jembatan”

Movies, Review

Belajar Kebesaran Hati dan Kesungguhan dari Brooke Ellison

Saya secara tidak sengaja menemukan DVD tergeletak di ruang TV. Ketika saya tengok, film tersebut rasanya belum pernah saya tonton. Tanpa basa-basi, saya pun langsung menyalakan DVD player dan duduk manis di depan TV.

One mother. One daughter. One journey.

The Brooke Ellison Story (2004) diangkat dari kisah nyata dan pernah dibukukan. Brooke (Lacey Chabert) mengalami kecelakaan sewaktu kecil yang menyebabkan dirinya lumpuh dan harus selalu menggunakan alat bantu pernapasan. Setelah setahun dirawat di pusat rehabilitasi, orang tuanya (Mary Elizabeth Mastrantonio dan John Slattery) sepakat membawa Brooke pulang ke rumah dan kembali bersekolah, meskipun awalnya banyak yang menentang hal tersebut.

Continue reading “Belajar Kebesaran Hati dan Kesungguhan dari Brooke Ellison”

Other Stories

Guru… Dan selalu Guru

“Sekolah itu jangan disuruh-suruh. Sekolah itu harus kesadaran sendiri,” ujar lelaki yang mendedikasikan hidupnya bagi pendidikan itu.

Back to (primary) school! 😉

Napak tilas masa kecil ini membawa saya ke kediaman seseorang bernama Samuel Erubun pada akhir Januari 2009. Ia adalah guru saya semasa SD di SDN Harapan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Bersama seorang teman SD bernama Risma, saya datang ke rumahnya di komplek guru sebuah SD di Cipanas, tempat istrinya mengajar.

Ketika kami datang, ia sedang santai di depan rumahnya dengan lagu “Poco-poco” yang terdengar mengalun dari dalam rumah.

“Milarian saha?” (nyari siapa?) tanyanya ramah dengan bahasa Sunda. Masih seperti dulu, bahasa Sunda namun dengan logat khas Timur sana, Maluku.

“Milarian Bapa, hehe…” saya dan Risma menjawab sambil tertawa bersamaan.

“Ieu Icha, Pa… “ (Ini Icha, Pak..) kata saya mencoba mengingatkan. Saya maklum kalau pada awalnya ia lupa. Terakhir saya mengunjungi beliau tahun 2005 silam.

Continue reading “Guru… Dan selalu Guru”