Asia, Traveling

[AseanTrip-10] Perjalanan Penang-Phuket

4 Oktober 2010.

Pagi kedua di Penang. Pagi ini saya dan Pupu akan berangkat menuju Phuket. Dengan bermodalkan tiket minivan yang telah dibeli sehari sebelumnya, saya dan Pupu menunggu di depan hostel karena janjinya akan dijemput pukul 9 pagi. Hmm..minivan tersebut kira-kira tiba di hostel lebih 15 menit dari waktu yang dijanjikan. Okay, no problem. Still no problem.

Kami masuk ke minivan itu. Sangat bersih dan nyaman. Di bangku lain ada beberapa backpacker bule yang kami pikir juga sama-sama hendak menuju Phuket. Dari hostel, minivan masih berhenti di beberapa tempat untuk menjemput penumpang lain. Setelah semua lengkap, minivan pun berjalan meninggalkan pusat kota Penang.

Rasanya tak sampai satu jam, kemudian beberapa penumpang dipindahkan ke minivan lain. Saya dan Pupu saling pandang. Lho, ternyata beda tujuan ya? Tanpa diduga, pemindahan minivan seperti itupun terjadi pada kami. Di suatu tempat, minivan kami berhenti dan kami disuruh turun. Di sana telah ada satu minivan lain yang dari tampak luar saja, tidak sebagus dan senyaman minivan yang kami tumpangi sebelumnya. Benar saja, saat kami melongok isinya, sudah lumayan penuh. Penumpang berjejal dan duduk tak leluasa.

Kami kemudian mendapat tempat duduk di depan, di samping pak supir. Minivan beranjak. Baiklah..saya berusaha untuk berhenti mengeluh. Perjalanan Penang-Phuket adalah perjalanan lintas negara lewat jalur darat yang kedua dalam ASEAN trip ini, setelah sebelumnya Singapura-Malaysia. Kini kami akan melewati perbatasan Malaysia-Thailand. Perjalanan dari Penang sampai ke perbatasan sebagian besar lewat jalan tol. Pemandangan cenderung monoton, ditambah lagi supir minivan yang terus memutar lagu berbahasa Thailand yang super duper asing di telinga. No offense, tapi saat itu saya dan Pupu refleks saling berpandangan dan mengeluhkan musik dan lagu yang menurut telinga kami adalah lagu alay. Haha.. Suasana tak biasa itu dilengkapi oleh sang supir yang mengobrol via telepon dengan Bahasa Thailand, dengan nada yang khas. Felt like in Thailand already.

Menjelang perbatasan, kami berhenti di tempat peristirahatan. Banyak bus dan minivan yang berhenti di sana. Sebagian penumpang makan dan minum, sebagian lagi ke toilet, sebagian lagi duduk beristirahat. Sementara itu, sang supir mulai meminta kami mengumpulkan paspor dan uang sebesar 2 RM (Rp5700) sebagai service charge. Kalau tidak salah memang aturan semacam ini pernah saya baca di salah satu buku traveling. Kata supirnya sih untuk jasa travel yang mengurus administrasi agar di imigrasi nanti penumpang tidak repot.

Sekitar 20 menit kemudian kami melanjutkan perjalanan. Di kantor imigrasi Thailand, ternyata memang kami tidak perlu terlalu repot. Sang supir mengatur dimana kami harus antre, lalu kami hanya lewat saja karena paspor sudah dikumpulkan secara kolektif dan sudah dicap. Selesai! Selamat datang di Thailand…

dari kiri searah jarum jam: 1) Stasiun Hat Yai; 2) Minivan ke Hat Yai (tampak belakang); dashboard minivan Penang-hat Yai

Sekitar pukul 12 siang, kami memasuki kota Hat Yai. Konon kota ini merupakan kota transit para backpacker yang melakukan perjalanan Malaysia-Thailand lewat jalur darat. Para penumpang satu per satu turun, tinggal saya dan Pupu yang tersisa. Akhirnya kami diturunkan di sebuah agen perjalanan. Ternyata minivan tadi hanya sampai Hat Yai dan untuk sampai di Phuket, kami harus pindah minivan lain. Baiklah..kami mengerti sekarang. Jadi memang tidak ada minivan yang langsung mengantar penumpang dari Penang ke Phuket, begitu pula sebaliknya. Beberapa agen perjalanan di Penang, Hat Yai, dan Phuket melakukan kerjasama untuk saling mengoper penumpang. Kami turun dengan lemas sambil membawa backpack. Ibu-ibu bertumbuh tambun yang sepertinya pemilik agen perjalanan itu meminta kami menyerahkan tiket perjalanan. Bodohnya, saya lupa menaruh kertas kecil itu. Terakhir saya memegangnya adalah ketika saya memperlihatkan kepada supir minivan pertama. Saya ragu apakah saya memberikan tiket itu kepada supir pertama atau tidak. Lalu Ibu itu tertawa sinis, “No, it’s impossible! He won’t ask you to give him the ticket”. Aaaah…stress!! Entah berapa menit kemudian saya baru menemukan tiket yang sudah saya gulung-gulung itu di dalam tas kecil saya. *menghela napas*

Saya dan Pupu makan siang di sebuah warung makan milik seorang muslim tak jauh dari agen perjalanan kami. Katanya minivan ke Phuket akan berangkat pukul 1 siang jadi kami punya waktu untuk makan. Warung makan itu menjual menu nasi rames. Saya memilih makan nasi, sayur, dan ikan seharga 40 Baht (Rp11.200). Pemilik warung adalah ibu-ibu berjilbab yang wajahnya melayu sekali. Namun ketika bicara, wah Thailand sekali… Suaranya imut-imut.

Pukul 1 lewat entah berapa menit, minivan yang dimaksud baru datang. Kami pun bergegas naik. Kami bersyukur minivan itu tidak terlalu penuh dan cukup nyaman. Tapi rasa bahagia itu hanya sesaat karena kemudian kami dipindahkan lagi ke minivan lainnya. Same old story. Here we go. Nampaknya saya sudah agak tahan banting untuk masalah pindah-pindah minivan ini. Sampai akhirnya…sekali lagi…kami diminta pindah minivan. Minivan yang terakhir ini sudah penuh sekali dengan kehadiran saya dan Pupu. Ditambah lagi ada seorang cowok bule yang juga masuk belakangan. Saya dan Pupu kasihan melihatnya. Dia duduk di jok paling belakang, bersatu dengan tumpukan barang, bahkan kadang tertimpa koper dan backpack yang ada di sekitarnya. Ditambah lagi, badannya yang tinggi, kakinya yang panjang, membuatnya terlihat tidak nyaman dengan space seadanya. Tapi dia tidak mengeluh dan wajahnya tidak menunjukkan keluhan sedikitpun. Saya jadi sadar..it’s a backpacker trip after all. Go enjoy it! Kalau mau enak naik pesawat aja!

Ngomong-ngomong tentang pesawat, sebenarnya kalau mau cari promo Air Asia Penang-Phuket, bisa saja dapat yang murah. Hanya saja waktu saya dan Pupu membeli tiket untuk perjalanan ini, kami baru merencanakan tanggal berangkat dan pulang, baru Jakarta-Singapore dan Ho Chi Minh City-Jakarta. Kami belum membuat itinerary sama sekali dan belum yakin tanggal berapa ada dimana. Jadi saat itu kami memutuskan tidak membeli tiket pesawat Penang-Phuket.

Kembali ke minivan. Satu-satunya hiburan adalah bahwa di dalam minivan itu ada TV. Dan satu-satunya kendala adalah bahwa acara TV-nya dalam bahasa Thailand. Hahaha.. Selamat menikmati! Acaranya berganti-ganti, beberapa acara mengandung unsur ladyboy… Walaupun entah bahasa apa, tapi kadang komedi bisa dimengerti melalui bahasa tubuh ya. Jadi saya dan Pupu sedikit-sedikit tertawa. Setelah bosan menonton TV, kami mencoba tidur. Bangun lagi, nonton TV lagi, dan begitu seterusnya.

Mengamati daerah Thailand Selatan, saya melihat cukup banyak wanita berjilbab berseliweran. Ya, mayoritas muslim di Thailand memang tinggal di daerah selatan. Menemukan masjid pun rasa-rasanya tak sesulit di Bangkok dan sekitarnya. Memasuki sore hari, minivan berhenti di tempat perisitirahatan. Di sana ada beberapa restoran yang menjual halal food. Pupu iseng bertanya harga jagung rebus yang dijual dua pemuda muslim. “How much is it?” tanya Pupu. “Twenty…(Rp5.600)” jawab pria itu dengan suara imut khas orang Thailand. Mendengar suara itu, Pupu tidak tega dan akhirnya membeli. Hihihi.. :p

Pupu membeli jagung seharga ‘twentyyyy..’ 😀

Pukul 8 malam, barulah kami memasuki kota Phuket. Jauh ya? IYA…JAUH. Berdasarkan referensi dari Lonely Planet, sebenarnya ada dua kandidat tempat menginap, yaitu On On Hotel dan Phuket Backpacker Hostel. Saya dan Pupu memang belum membooking salah satunya, namun selama di Penang, kami coba cek lagi review dari para backpacker, dan nampaknya On On Hotel tidak terlalu nyaman, spooky, bahkan ada yang bilang kotor (dengan menyertakan foto kamar mandi yang kotor dalam reviewnya). Kami mengurungkan niat menginap di sana. Eh ternyata si backpacker bule itu akan menginap di sana. Kami hanya mendoakan semoga ia bahagia. Hehe..

Pukul 9 malam, tibalah kami di depan Phuket Backpacker Hostel. Rasa bahagia campur haru menyeruak, menandai berakhirnya perjuangan pindah-pindah minivan dan pegal-pegal mati gaya di dalam minivan sempit itu. Terima kasih kepada dua mbak-mbak penumpang dan bapak supir yang bahu membahu berusaha memahami tulisan tangan dan bahasa isyarat kami untuk sampai ke hostel tersebut.

meja resepsionis hostel

Kami disambut oleh resepsionis bernama Jameela. Ia ramah sekali. Ia lalu bertanya, “You’re muslim, right?” belum sempat saya jawab, ia sudah bicara lagi, “Ah yes..of course you’re muslim. You’re wearing hijab. I am a muslim, too…hehe..even though I don’t wear hijab,” katanya sambil tertawa. Saya dan Pupu mengangguk mengiyakan. Saya dan Pupu membayar biaya menginap, yaitu 500 baht/malam (Rp140.000). Dengan harga tersebut, kami mendapat fasilitas en suite double room (kamar mandi dalam) with fan. Di kamar juga terdapat TV dan DVD player. Sedangkan untuk DVD-nya sendiri bisa menyewa di resepsionis. Fasilitas bersama juga ada, yaitu internet, sofa di living room, dan dapur.

kasur yang sudah berantakan oleh ransel dan handuk

Sebelum kami masuk ke kamar, Jameela memberi kami kupon untuk mengambil compliment di kafe yang terletak di depan hostel. Sebenarnya compliment nya adalah bir, namun karena ia tahu kami muslim, ia menggantinya dengan orange juice. (Duuuh..masa iya wanita solehah minum bir? ;))

Selamat malam, Phuket!

Advertisement

6 thoughts on “[AseanTrip-10] Perjalanan Penang-Phuket”

    1. coba aku jawab ya, Bisa naik rapid mas 306 tp tujuan 306 itu tanjung marima mending mas ke sungai nibong/butterwoth br naik 401 atau ferry. klo naik rapid skrg ongkosny RM 2

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s