(Cerita sebelumnya bisa dibaca di SINI)
Dohány Street Synagogue
Berdasarkan data sensus Hungaria tahun 2011, terdapat 10.965 penduduk Yahudi (0.11% dari total populasi) di sana. Menurut estimasi sebenarnya jumlah penduduk Yahudi lebih dari itu, yaitu sekitar 120.000 jiwa, namun tidak semuanya menyatakan diri sebagai Yahudi pada saat sensus. Yahudi memiliki sejarah panjang di Hungaria. Pada awal 1900-an, orang-orang Yahudi menguasai sebagian besar perekonomian Hungaria meskipun secara jumlah mereka hanya merupakan lima persen dari total populasi. Mereka tersebar dalam berbagai profesi, menjadi pemilik modal dan mayoritas pemegang saham perusahaan besar, serta duduk di kursi pemerintahan. Dalam dunia pendidikan pun mereka memimpin sebagai doktor dan peneliti berbagai bidang. Tak heran karena seperempat bangku universitas di Hungaria saat itu diduduki oleh orang Yahudi.
Pagi itu saya berdiri di depan Dohány Street Synagogue. Saya tidak yakin terjemahan bahasa Indonesia yang tepat untuk kata ini, yang jelas synagogue adalah tempat berkumpul dan beribadah bagi umat Yahudi. Dohány Street Synagogue merupakan synagogue terbesar di Eropa dan ketiga terbesar di dunia. Di dalamnya terdapat museum dan ruangan yang memang masih digunakan untuk ibadah dan bisa menampung sampai dengan 3000 orang.
Kami baru sadar bahwa itu adalah hari Sabtu yang merupakan hari besar bagi umat Yahudi. Setiap Sabtu synagogue tidak dibuka untuk umum. Saya melihat papan informasi yang berisi informasi hari dan jam buka, serta aturan berpakaian untuk masuk synagogue. Pengunjung diharuskan berpakaian sopan, yang wanita harus menutup bagian pundak (mungkin maksudnya menutup punggung dan dada ya) dan yang pria disarankan menggunakan penutup kepala (semacam topi) yang dapat dipinjam di pintu masuk.


Bangunan synagogue ini desain dan arsitekturnya terlihat seperti kebanyakan masjid. Synagogue dibangun pada 1854 sampai 1859 dimana modelnya merujuk ke arsitektur islam dari Afrika utara dan zaman pertengahan Spanyol (Alhambra). Saya, Kiki, dan Fafa akhirnya hanya berfoto-foto di depan bangunan ini.
Penduduk Yahudi di Hungaria memang berkurang drastis dibandingkan pada awal abad-20. Antara tahun 1938-1941 pemerintah Hungaria mengeluarkan Anti-Jewish Law yang membatasi partisipasi orang Yahudi dalam pendidikan, ekonomi, maupun pemerintahan. Sebagai etnis minoritas, Yahudi dipersalahkan atas lepasnya teritori Trianon dari Hungaria. Saya sebenarnya tidak terlalu paham duduk permasalahan ini namun bisa jadi undang-undang ini berkaitan dengan semakin banyaknya bidang yang dikuasai Yahudi saat itu. Ditambah saat Perang Dunia (PD) II, Jerman menguasai Hungaria dan melakukan pembunuhan massal terhadap etnis Yahudi sebagaimana yang terjadi di Polandia (coba nonton film The Pianist deh).
Dalam salah satu perbincangan sambil berjalan menyusuri Budapest, Fafa memang pernah menyebutkan bahwa kebanyakan orang Hungaria tidak menyukai orang Yahudi di sana. “Kenapa?” tanya saya. Menurut mereka orang Yahudi menguasai perekonomian namun bukan dengan cara fair play. Perlu dicatat bahwa ini hanya opini dari orang lokal tanpa kami ketahui kebenaran dan praktek di lapangan yang sebenarnya.
Saat kami hendak meninggalkan synagogue, dua orang wanita mendekati kami, mengobrol ramah penuh basa-basi, kemudian memberikan sebuah selebaran. Sebelum melihat selebaran itu, saya langsung bisa menduga bahwa mereka misionaris. Betul saja, ternyata isinya informasi tentang agama tertentu. Saya menghormati agama lain. Tapi heran kok masih saja ada modus seperti itu. Memangnya efektif ya? Saya sudah cukup familiar karena dulu saat di Korea juga sering sekali didekati ‘misionaris’ bahkan saat di kendaraan umum. Dan yang saya tidak habis pikir, jelas-jelas itu di depan synagogue yang merupakan tempat ibadah umat Yahudi. Kok seperti tidak menghormati agama lain. Ditambah kami ini semuanya berjilbab. Sudah sangat jelas kan ya. Kami sih santai saja, tetap bersikap ramah sampai dua wanita itu pergi. Tapi setelah itu langsung saling memandang sambil mengerutkan kening. Hehe..
Nagycsarnok: Semua deh ada di sini!
Nagycsarnok adalah central market-nya Budapest. Bangunan tua itu terletak persis di samping Corvinus University, tempat Kiki bekerja dalam rangka exchange staff dari UGM. Enak kali ya kuliah atau kerja di situ, kalau mau belanja tinggal lari ke sebelah *salah fokus*.
Pasar ini menampung berbagai macam barang jualan dari mulai sayuran, daging, roti dan kue, pakaian, souvenir, sampai rumah makan. Tempatnya luas, bersih, dan nyaman. Khusus souvenir hampir semuanya ada di lantai dua. Souvenir yang dijual cukup beragam seperti t-shirt, pakaian tradisional, tas, magnet kulkas, gantungan kunci, kartu pos, dll. Oh ya, salah satu oleh-oleh khas dari Hungaria adalah taplak berenda dengan bordir motif bunga-bunga. Di Indonesia taplak seperti itu lumrah ditemui di rumah-rumah ya, eh di sini ternyata jadi oleh-oleh. Hehe..



Selain taplak, kita juga akan banyak melihat souvenir berbentuk paprika merah. Ternyata paprika merupakan produk andalan Hungaria. Selain menjelma dalam bentuk gantungan kunci dan magnet kulkas, tersedia pula bubuk paprika yang dikemas dengan apik dan unik. Paprika dan cabe lazim digunakan dalam masakan Hungaria. Kata Fafa di sana juga ada sambal lho (saya lupa bahasa sananya apa), rasanya mirip-mirip sambal Indonesia walaupun tidak sama persis. Dalam soal makanan, konon mereka juga mewarisi rasa dan bumbu dari Mongol karena dulu pernah dikuasai Mongol.
Jika berminat membeli t-shrit, harganya hampir di semua toko sama, yaitu 3000 forint (10 euro). Namun ada satu toko yang menjual t-shirt lebih murah, yaitu 1000 forint (3.4 euro). Yah..walaupun dengan kualitas sedikit di bawah yang lain sih. Penjualnya seorang Bapak jutek. Jadi semacam dilema ya, murah tapi makan ati. Masa pegang kaosnya aja nggak boleh. Zzzz.. Tapi saya udah keburu pegang sih, jadi tahu bahannya hihi.. Habis itu pilih aja mau warna dan gambar apa karena bahan semuanya sama.
Waktu itu saya juga berburu kartu pos Budapest. Harga kartu pos rata-rata 100 forint (34 sen euro) saja. Bandingkan dengan kartu pos di Belanda dan Belgia yang kebanyakan harganya 1 euro atau paling murah saja 70 sen. Hehe.. Fafa dan Kiki sudah mengingatkan bahwa di toko-toko seberang pasar masih ada kartu pos yang lebih murah, yaitu 50 forint saja. Ya ampuuun..saya sampai kalap dong. Kartu posnya murah meriah dan bagus-bagus pula.
Thank God It’s Friday

Hari itu hari Sabtu, tapi kami makan siang di sebuah restoran bernama TGI Friday yang terletak di centrum Budapest. Hehe.. Di kawasan centrum itu terdapat pertokoan modern dan kafe-kafe termasuk Hard Rock Café Budapest. Makan siang disponsori oleh Pak R yang merupakan tuan rumah selama saya di Budapest. Restorannya nyaman dan menunya juga beragam. Saya, Fafa, dan Kiki kompak memesan shrimp pasta. Lagi-lagi porsinya cukup besar. Hmm..tapi karena enak yaa dinikmati saja sampai habis.
Kami makan dan mengobrol sampai tidak sadar bahwa di luar hujan turun cukup deras. Obrolan kali itu seputar pekerjaan dan pengalaman Pak R jalan-jalan di beberapa Negara Eropa Tengah dan Timur. Duuhh..saya jadi mupeng juga deh. Penasaran dengan negara-negara tersebut.
Agriculture Museum dan Heroes’ Square
Nggak enaknya musim gugur dan memasuki musim dingin adalah waktu siang yang jadi lebih pendek. Baru pukul empat sore sudah mulai gelap, kemudian pukul lima matahari sudah terbenam. Di bawah langit gelap dan hujan yang masih turun rintik-rintik, kami berjalan menuju Museum of Hungarian Agricuture. Bangunannya kuno seperti kastil-kastil film horor. Mungkin berasa begitu karena gelap dan hujan ya. Sayang saya tidak masuk ke dalamnya karena sudah terlalu sore dan hampir tutup.


Di tengah gerimis itu, lewatlah sebuah benda beroda berisikan beberapa penumpang yang asik minum-minum sambil gowes. Nah, ini dia yang namanya beer bike! Jadi bentuknya seperti meja dan kursi angkringan, para penumpang duduk berhadapan dan di tengahnya meja tempat menaruh minuman. Sang pengemudi berada di depan untuk mengarahkan kendaraan sekaligus mengayuh, dibantu oleh para penumpang di belakangnya. Unik juga yaa..kok kepikiran ide seperti itu. Tapi kalau buat saya sih tantangannya adalah udara dingin. Kalau musim begini enaknya minum sambil duduk manis di dalam ruangan yang memiliki penghangat. Hehe…
Tak jauh dari museum ini, terdapat Heroes’ Square yang merupakan memorial pemimpin tujuh suku penemu Hungaria dan para pejuang Hungaria lainnya dari berbagai zaman. Di samping kiri dan kanan Heroes’s square ada dua gedung, yaitu Museum of Fine Arts dan Palace of Art.
Menikmati kerlap-kerlip Budapest dari Citadella
Perjalanan kami malam itu ditutup dengan mendaki ke Citadella. Citadella adalah bahasa Hungaria dari citadel alias benteng. Tempat ini terletak di Gellért hill, perbukitan yang namanya diambil dari nama seorang uskup misionaris yang datang ke Hungaria sekitar tahun 1000. Bentengnya sendiri baru dibangun pada 1851 di bawah perintah kekaisaran Austria dengan mempekerjakan secara paksa orang-orang Hungaria. Waktu itu saya membaca informasi yang terdapat di dinding bentengnya bahwa sebenarnya orang Hungaria tidak menyukai benteng ini karena sangat melambangkan kekuasaan Austria. Namun dari masa ke masa benteng ini digunakan untuk berbagai maksud yang berbeda, termasuk perlindungan saat PD II.
Monumen penting yang terdapat di dekat Citadella adalah Liberation Monument yang dibangun pada 1947. Patung wanita yang memegang lambang perdamaian ini sebagai tanda kebebasan dan perdamaian pasca PD II.

Selain aspek sejarahnya, orang berbondong-bondong datang ke Citadella demi mendapatkan salah satu spot terbaik untuk menikmati kota Budapest dari ketinggian. Dari sini terlihat panorama Sungai Danube, Gedung Parlemen, jembatan, serta gedung-gedung kuno lain yang menghiasi Budapest. Saya senang sekali karena mendapatkan dua kesempatan melihat pemandangan ini, yang pertama pada siang hari dari Fisherman’s Bastion dan yang kedua pada malam hari ini dari Citadella.
Panorama malam Budapest yang begitu indah menjadi tanda perpisahan sebelum saya berangkat ke Praha malam itu. Sampai jumpa lagi, Budapest! I know that I have fallen in love with you.
Kalo dipikir negara-negara Eropa Timur itu melting pot bener ya, sejarahnya kaya pengaruh dari budaya lain dan peradabannya tua. Hmm, pengaruh dari Mongolia, jadi pingin cari infonya lebih lanjut.
Yahudi memang ada dimana-mana 🙂 Di Belanda walaupun sedikit, Yahudi kuat lobbynya dan memang banyak joke bernada miring tentang mereka.
Sempet makan Goulash ngga? 🙂
LikeLike
Kalo dipikir negara-negara Eropa Timur itu melting pot bener ya, sejarahnya kaya pengaruh dari budaya lain. Hmm, pengaruh dari Mongolia, jadi pingin cari infonya lebih lanjut.
Yahudi memang ada dimana-mana 🙂 Di Belanda walaupun sedikit, Yahudi kuat lobbynya dan memang banyak joke bernada miring tentang mereka.
LikeLike
kemarin ga sempet nyobain goulash..tapi kayaknya banyak resepnya di blog2 gitu yaa hehe..kapan2 bisa coba. 😀
aku waktu itu baca sejarah Hungaria di wikipedia , lumayan panjang..aku pun ga hapal detil. tapi emang ada bagian ttg mongol nya. barusan aku coba googling lagi terus ada ceritanya di sini http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Mongol_invasion_of_Europe#Invasion_of_Hungary. bener banget mbak, lokasi eropa timur itu di antara berbagai kekuasaan di pada zamannya masing-masing ya.
LikeLike
Goulash ini enakny bangeeet kak! Wajib dicoba sbnernya. Nnti klo ke budapest lg, ad rekomen temen local di kiraly utca (eh utca atau urca ya :p)
Surprisingly, bbrpa negara tetangga bhkan jerman pd “menyerap” resep si goulash ini.
Kak, kt si temenku itu juga, klo peringatan “ied”-nya yahudi, si sinagog-nya dibuka lebar2 masuk gratis trus ad perayaan di depannya.
Hiiks aku ga ke citadella. Mauu bgt jenguk mb fafa ksnaa xDDD
LikeLike
oh tanggal berapa ya ituuu.. wah aku ga ngeh kalo itu dari hungaria, kemarin fafa juga ga ngajak makan goulash..lupa kayaknya. 😀 itu daging sapi ya?
LikeLike
iyes kak eheheee. kalo aku selow bismillah kalau kulineran begitu :DDDD
tanggalnya aku waktu itu dkasih tahu tp aku lupa T^T
LikeLike
Ehem, gue coba respon soal misionaris itu ya ehehe. Maklum, di ajaran kami itu, menyebarkan ajaran Kristus itu merupakan sebuah Amanat Agung. Jadi ya umat Kristen (yang taat, bukan yang asal KTP, hehe) emang selalu tergerak buat melakukan “penginjilan” ke umat lain. Karena, seperti kalian, kami juga meyakini ajaran kami yg paling benar, dan kami ingin agar kalian juga selamat seperti kami. Tapi maaf kalau jadinya annoying 😀
——————————————————BATAS KHOTBAH NGACO————————————————-
Oke, back to Budapest. Beer biking itu kayaknya menarik ya. Semacam salah satu cara membaur dengan warga lokal. Itu pemandangan dari Citadella pasti bagus banget pas pagi-pagi :3
LikeLike
Makasih infonya. 🙂
Eh tapi yang ikutan beer biking itu biasanya turis2 sih setahu gw. Dan nggak baur sama warga lokal juga..yah kecuali dadah2 atau nyapa dari gerobaknya kali. Haha.. Sepertinya tujuannya ya untuk keliling2 kota ya.
LikeLike
Oh gitu ya? hmm.. Baik baik.
LikeLike
Mohon info, untuk cuaca pada akhir April kira-kira dinginya seperti apa? Lebih dingin dari Puncak di Bogor apa tidak? Rencana saya akhir April ini ke Budapest.
Terima kasih.
LikeLike
Sila cek di http://www.weather.com/ atau situs prakiraan cuaca yang lain. Semoga perjalanannya lancar.
LikeLike