Asia, Traveling

[AseanTrip-15] Cerita dari Poipet Border

9 Oktober 2010

Pagi yang cerah. Saya dan Pupu sudah siap menuju Cambodia. Kami akan memasuki wilayah negara tersebut lewat Poipet Border kemudian menuju Siem Reap, tempat Angkor Wat yang legendaris itu berada.

Kami sudah mengecek jadwal bus Bangkok – Aranyaprathet. Bus pertama berangkat sekitar jam 6 pagi. Kami yang agak pemalas ini merasa waktu tersebut masih terlalu pagi, karena itu berarti kami harus meninggalkan guesthouse saat hari masih gelap. Sedangkan jarak dari daerah Khao San ke terminal bus luar kota itu lumayan jauhhhh…. Jadilah kami memutuskan untuk naik bus dengan jadwal keberangkatan jam 9.30. Itupun kami sudah memperkirakan agar sampai di Siem Reap tidak terlalu malam. Karena konon kalau hari sudah gelap, para supir taksi da moda transportasi lain menuju Siem Reap bisa menaikkan harga seenaknya.

Suasana Bangkok Northern Bus Station

Sesampainya di terminal (Bangkok Northern Bus Station), ternyata terminalnya bagus lho. Well organized. Papan petunjuknya pun cukup membantu sehingga calon penumpang tidak kebingungan. Kami langsung menuju loket dan membeli tiket Bangkok – Aranyaprathet. Aranyaprathet itu masih wilayah Thailand. Jadi dari sana kami masih harus naik tuk-tuk sampai ke perbatasan.

Bus Bangkok – Aranyaprathet ini bagi saya cukup unik. Pertama, penumpang masuk ke pintu utama terlebih dahulu, melewati supir, kemudian jalan menanjak ke bagian kursi penumpang. Jadi di bus itu, posisi supir jauh lebih rendah dari penumpang. Selebihnya, perjalanan menyenangkan sih. Bus nyaman, tidak terlalu penuh, dan dapat snack pula. Perjalanan itu memakan waktu sekitar 5 jam. Pukul 3 sore kami sampai di Terminal Aranyaprathet dan langsung dikerubuti supir tuk-tuk yang berebut menarik calon penumpang.

Di dalam bus Aranyaprathet

Sewaktu di bus, kami berkenalan dengan dua wanita Finlandia, mungkin usianya 25-an (kadang wajah bule lebih boros dari umurnya kan?). Mereka juga hendak ke Siem Reap. Jadi begitu turun dari bus, kami langsung janjian, “See you at the border!”

Sekadar informasi, perjalanan Thailand – Cambodia lewat Poipet ini adalah salah satu rute yang paling banyak dibicarakan para backpacker. Coba googling deh, beribu petuah akan muncul agar Anda waspada penuh karena akan banyak sekali penipu yang menawarkan ini-itu. Eh benar saja. Begitu saya naik tuktuk menuju perbatasan, eh sang supir tuktuk membawa saya ke gedung ini. Dari tulisannya seolah-olah ini adalah gedung konsulat Cambodia bukan? Tapi ternyata semua ini palsu! Saya tentu curiga, wong belum lewat perbatasan kok sudah ada gedung semacam ini. Pupu mengecek ke dalam dan nihil, tidak ada apa-apanya, bukan kantor resmi. Kami kemudian meminta si supir putar arah.

SCAM!

Eh supir itu ternyata masih tetap mencoba memanfaatkan kami. Kami dibawa ke kantor kecil (travel agent) yang katanya membantu mengurus visa masuk ke Cambodia. Hehe… Padahal saya sudah baca di internet bahwa kongkalikong semacam ini akan terjadi. Sebenarnya mereka memang akan membantu mengurus visa, tetapi harganya lebih mahal bidandingkan harga normal. Buat apa? Toh bisa diurus sendiri kan? Saran dari salah satu sumber yang saya baca, kita (orang Indonesia) mengaku saja berasal dari Malaysia. Mereka tidak akan tertarik pada turis Malaysia berhubung antara Malaysia dan Cambodia saat itu sudah ada kesepakatan untuk menghapuskan visa antar kedua negara.

Dengan agak geram, kami lagi-lagi meminta supir tuk-tuk untuk LANGSUNG mengantar ke kantor imigrasi Thailand. Selesai urusan dari imigrasi Thailand, kami keluar gedung dan disambut gapura bertuliskan “Kingdom of Cambodia”. Sampai disana, kami tetap waspada dan siap mengatakan tidak untuk para calo atau siapapun yang mencurigakan. Saking parno-nya, sampai ada beberapa backpacker bule yang menolak waktu disuruh isi form informasi kesehatan di sebuah tenda dekat kantor imigrasi. Dia bertanya, “Do I have to pay for this?” Hmm..mungkin dia trauma banyak dimintai uang oleh pihak tak bertanggung jawab selama perjalanan.

Di depan gerbang Kingdom of Cambodia

Untuk masuk ke Cambodia, kami perlu mengajukan visa on arrival seharga 20 USD. Memang jalan-jalan ke Cambodia terbilang kurang ekonomis dan nyaman dibanding negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Tapi okelah demi Angkor Wat, pikir kami. Nah, perlu hati-hati lagi karena di kantor ini pun sang petugas akan mencoba memeras dengan menawarkan visa express. Lagi-lagi saya sudah membaca info ini di salah satu web komunitas backpacker. Jadi kalau ada petugas yang menawarkan pilihan tersebut, tolak saja. Kalau dia menakut-nakuti bahwa visa Anda akan selesai dalam waktu yang agak lama, santai saja, tak usah panik. Itu saja setelah saya menolak tawarannya, saya langsung ngabur ke toilet. Eh keluar dari toilet visa saya sudah jadi. Hehe… Lucunya, visa berjudul “Kingdom of Cambodia” dengan harga 20 USD itu masih tulis tangan lho…

Visa worth USD 20

Selesai dengan urusan visa, kami melanjutkan ke gedung selanjutnya, tempat petugas imigrasi mengecek visa kami. Ruangannya kurang representatif, kecil, dan tidak terasa seperti kantor resmi. Disana kami bertemu sesama backpacker dan saling bertanya dengan moda transportasi apa kami akan melanjutkan perjalanan. Berdasarkan sumber yang saya baca, kami bisa melanjutkan dengan menumpang bus resmi sampai terminal tanpa dipungut biaya alias gratis. Di terminal, akan ada beberapa pilihan kendaraan lanjutan ke Siem Reap, salah satunya taksi. Banyak backpacker yang menyarankan menggunakan taksi saja. Walaupun harganya lebih mahal, tetapi relatif lebih cepat daripada menumpang bus. Apalagi saat itu sudah jam 4 sore, jadi kami tak mau berlama-lama.

Suasana di tempat pengecekan visa

Beberapa backpacker bule tidak mau ikut saran kami. Mereka takut ditipu dan memilih mencari kendaraan sendiri menuju terminal. Baiklah, kami berpisah di kantor sumpek itu. Di bus menuju terminal, saya dan Pupu bertemu dua backpacker asal Korea. Akhirnya kami memutuskan untuk share taksi. Lumayan berempat jadi lebih murah.

Bersama backpacker Korea

Kami berempat duduk manis di taksi. Saya menghela napas. “Puuuu…seneng banget kita bisa menghindari semua tipuan di Poipet Border! Siem Reap….here we come…!” kata saya bahagia. “Hush Mbak, jangan bilang gitu dulu sampai kita menginjakkan kaki di Siem Reap.” Saya mengangguk.

Sepanjang perjalanan, kami melihat pemandangan pedesaan yang cukup tertinggal. Permukiman yang alakadarnya, binatang ternak yang berjalan bebas di pinggir jalan, orang-orang berpakaian lusuh. Oh ya…mungkin begini juga keadaan Indonesia di daerah-daerah pelosok nun jauh di sana.

Dan kembali ke kata-kata Pupu. Ya! Memang saya tak seharusnya bersenang hati dahulu. Karena perjalanan belum usai. Memasuki Siem Reap, kami diturunkan begitu saja oleh supir taksi di wilayah yang…. antah berantah.

Leave a comment