Perjalanan pulang Korea-Indonesia (Desember 2007) diselingi dengan mampir di Bangkok. Daripada capek mencari ide akan melakukan apa selama transit di bandara ini, saya dan beberapa kawan, Nana (Indonesia), Joe (Lao), Kine Lee, Lyn, dan Ken (Malaysia) memutuskan berjalan-jalan di Bangkok dan memundurkan beberapa hari penerbangan dari Bangkok ke negara masing-masing. Kebetulan salah seorang kawan kami, Nadine, adalah orang Thailand jadi tak perlu repot-repot memelajari peta Bangkok, cukup mengikuti instruksi sang tour guide saja, hehe…
Tag: thailand
[AseanTrip-15] Cerita dari Poipet Border
9 Oktober 2010
Pagi yang cerah. Saya dan Pupu sudah siap menuju Cambodia. Kami akan memasuki wilayah negara tersebut lewat Poipet Border kemudian menuju Siem Reap, tempat Angkor Wat yang legendaris itu berada.
Kami sudah mengecek jadwal bus Bangkok – Aranyaprathet. Bus pertama berangkat sekitar jam 6 pagi. Kami yang agak pemalas ini merasa waktu tersebut masih terlalu pagi, karena itu berarti kami harus meninggalkan guesthouse saat hari masih gelap. Sedangkan jarak dari daerah Khao San ke terminal bus luar kota itu lumayan jauhhhh…. Jadilah kami memutuskan untuk naik bus dengan jadwal keberangkatan jam 9.30. Itupun kami sudah memperkirakan agar sampai di Siem Reap tidak terlalu malam. Karena konon kalau hari sudah gelap, para supir taksi da moda transportasi lain menuju Siem Reap bisa menaikkan harga seenaknya.

[AseanTrip-14] Backpacking Is Not Shopping
[8 Oktober 2010]
Masih di Bangkok. Hari ini saya dan Pupu mau memanfaatkan ‘tiket terusan’ dari Grand Palace untuk mengunjungi Vimanmek Mansion. Nampaknya Vimanmek Mansion ini tidak terlalu populer di kalangan wisatawan, bahkan orang Bangkok pun banyak yang tidak tahu dimana tempatnya. Bermodal tanya sana-sini, kami akhirnya mendapat informasi nomor bus untuk menuju kesana.
Continue reading “[AseanTrip-14] Backpacking Is Not Shopping”
[AseanTrip-13] Waspada di Bangkok
[7 Oktober 2010]
Setelah malamnya ‘menginap’ di Suvarnabhumi Airport, kami melenggang menuju pusta kota Bangkok saat hari mulai terang. Kami naik monorail dari bandara ke pusat kota, turun di sebuah pemberhentian kemudian lanjut naik taksi. Untuk akomodasi di Bangkok, saya sudah book guesthouse yang terletak di Jalan Rambuthri. Sebelumnya saya sudah deposit sebesar 10% dari harga kamar/malam (550 Baht). Kamar yang saya pilih adalah twin + en suite bathroom.
Jalan itu merupakan wilayah yang ramai wisatawan. Di sana banyak terdapat guesthouse dan kafe, namun tidak seramai dan sesemrawut di Jalan Khao San. Staf Green House Guesthoues, tempat saya menginap, tidak seramah staf (dan pemilik) guesthouse yang saya temui di kota-kota sebelumnya (Singapura, Melaka, KL, dan Phuket). Yah intinya hubungan yang terasa hanya bisnis aja, saya bayar, mereka memberikan jasa. Sewaktu saya masuk ke area guesthouse, kok rasanya saya kenal tempat ini. Pas masuk kamar, beuhhh…baru nyadar. Ini guesthouse yang sama persis dengan tempat saya menginap di Bangkok tiga tahun sebelumnya. Waktu itu saya dan Nana menginap sekamar di sini. Kamarnya tidak terlalu besar, tapi bersih. Begitu pula kamar mandinya.
Saya memang agak pangling sama tempat ini, soalnya tampak depannya beda. Dulu belum ada kafenya dan tampak luarnya juga tidak sebagus sekarang. Di lantai dua guesthouse ini ada warnet, ini salah satu ruangan yang masih saya ingat karena waktu itu sempat menggunakan fasilitas ini.
Berhubung kami sampai di sana jam 8 pagi, kami belum bisa masuk kamar. Tetapi kami diperbolehkan menaruh backpack kami di lobi guesthouse. Kami pun hanya pergi ke wastafel di lantai bawah dan cuci muka+gosok gigi. 😀
[AseanTrip-11] Phuket yang…uhm..Biasa Saja
[5 Oktober 2010]
Selamat pagi Phuket… 🙂
Pagi itu salah seorang resepsionis di Phuket Backpacker Hostel menawarkan untuk mengantar kami ke pasar. Pasar itu letaknya tidak begitu jauh dari hostel, jalan kaki lima menit pun sampai. Bagaimana suasana pasar di Phuket? Hmm..sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pasar tradisional di Indonesia, selain menjual sayur mayur, kalau pagi-pagi pasti ramai banyak penjual makanan, dari cemilan basah dan kering, sampai makanan besar.

Kami lalu berputar-putar di pasar, melihat kira-kira makanan mana yang menarik dan menggugah selera. Karena mayoritas penduduk Thailand bagian selatan beragama Islam, saya tidak kesulitan mencari makanan halal. Namun tetap saja untuk beberapa makanan yang tak dikenal, saya masih bertanya makanan itu terbuat dari apa. Kalau mau aman sih, belinya di penjual muslim juga. Di sana banyak lho perempuan berjilbab. Bahkan saya dan Pupu sering disangka orang lokal. Ketika kami mendekati penjual dan melihat-lihat makanan, biasanya penjual langsung mengajak ngobrol dengan bahasa Thailand. Kami hanya tersenyum simpul dan menggeleng tanda tak paham, sambil menyebutkan kalau kami berasal dari Indonesia.
Continue reading “[AseanTrip-11] Phuket yang…uhm..Biasa Saja”