Other Stories

Internasionalisasi Pendidikan Tinggi

university-2119707_1920
Foto: Pixabay

Bukan hanya toko atau perusahaan yang bisa membuka cabang. Institusi pendidikan tinggi pun sudah lumrah memiliki cabang di negara lain. Dengan demikian, kita tak hanya mengenal perusahaan transnasional, namun juga lembaga pendidikan transnasional. Di negara-negera tetangga seperti Malaysia dan Singapura, terdapat sejumlah cabang dari universitas asing. Saya jadi ingat, ada beberapa teman yang berkuliah di negara tetangga namun kampusnya adalah kampus asal Eropa. Selain kedua negara tetangga, contoh lainnya adalah Tiongkok. Universitas-universitas asing berlomba memasuki pasar Tiongkok. Ya, bagaimanapun juga, pendidikan tinggi merupakan bagian dari sektor jasa yang tentu saja mencari pasar yang paling potensial.

***

Internasionalisasi Pendidikan

Internasionalisasi dalam bidang pendidikan bukanlah sesuatu yang baru, bahkan telah menjadi keharusan demi meningkatkan kualitas institusi. Kolaborasi dan kemitraan internasional merupakan salah satu aspek penilaian dalam berbagai akreditasi dan sertifikasi pendidikan tinggi. Kolaborasi bisa dilakukan oleh dua universitas maupun lebih, misalnya tergabung dalam suatu jaringan atau konsorsium. Di Eropa, misalnya, ada Erasmus Mundus. Asia Tenggara pun tak ketinggalan memiliki ASEAN University Network (AUN).

Namun, dalam beberapa dekade belakangan, proses internasionalisasi ini sudah mengarah ke tingkatan selanjutnya. Ennew dan Fujia (2009) menyebutnya ekspansi dalam skala (scale) dan cakupan (scope). Kalau dulu internasionalisasi sebatas proyek gabungan, riset bersama, ataupun pertukaran staf dan pelajar, kini cakupannya sudah lebih dari itu. Misalnya saja, banyak universitas dari negara maju yang membuka cabangnya di negara-negara berkembang.

Menurut Knight (2004), penyebab semakin berkembangnya internasionalisasi ini bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor permintaan dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, adanya tuntutan pasar tenaga kerja global dan era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge economy), menjadikan pengguna jasa (pelajar) menginginkan institusi yang berkualitas dan memberikan kesempatan dan akses ke dunia global. Dari sisi penawaran, semakin menurunnya biaya mobilitas dari satu negara ke negara lain, serta semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi, membuat opsi internasionalisasi semakin dilirik. Ditambah lagi, terjadi deregulasi dan liberalisasi perdagangan secara umum di berbagai negara, termasuk sektor jasa.

Hal ini juga menjadi tak terelakkan bagi Indonesia. Pada awal 2018, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir, menyatakan bahwa tahun ini akan ada 5 – 10 perguruan tinggi asing yang masuk ke Indonesia (Koran Sindo, 30 Januari 2018). Internasionalisasi dirasa perlu dalam menjawab tantangan revolusi industri 4.0. Menurutnya, masuknya universitas asing tersebut tentu akan melalui tahapan seleksi yang ketat dan sebisa mungkin tidak bertentangan dengan kedaulatan dan kemandirian negara.

 

Kerangka Regulasi

Menanggapi rencana masuknya pendidikan tinggi asing ke Indonesia, tak sedikit yang kontra. Banyak yang mengkhawatirkan ini menjadi tantangan berat bagi universitas dalam negeri. Namun demikian, masuknya universitas asing merupakan konsekuensi dari kesepakatan General Agreement on Trade in Services (GATS) yang sudah diratifikasi Indonesia. Yang harus dilakukan bukanlah memperdebatkan, namun memastikan kesiapan dalam negeri menghadapi perdagangan bebas dalam jasa pendidikan, di antaranya meningkatkan daya saing universitas dalam negeri dan menyiapkan kerangka regulasi yang baik.

Kegiatan universitas asing di dalam negeri telah diatur dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi No. 12 Tahun 2012. Dalam pasal 90 undang-undang tersebut, ada beberapa ketentuan bagi universitas asing untuk dapat masuk ke Indonesia, di antaranya 1) daerah, jenis, dan program studi ditentukan oleh pemerintah Indonesia; 2) bersifat nirlaba; 3) bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Indonesia atas izin Pemerintah; dan 4) mengutamakan dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia. Karena masih cukup umum, undang-undang ini masih perlu dijabarkan dalam Peraturan Menteri (Permen). Untuk poin tiga, misalnya, bagaimana bentuk kerjasamanya? Untuk poin empat, apakah akan ada persentase tertentu dan apakah justru menghalangi (discourage) proses masuknya ke Indonesia?

 

Manfaat Ekonomi

Jika dilihat dari kacamata yang lebih luas, sebenarnya ada beberapa manfaat dari masuknya universitas asing, salah satunya dari segi ekonomi. Jika ada satu mahasiswa Indonesia saja yang kuliah di luar negeri dengan dana pribadi atau dana negara (bukan beasiswa asing), berapa rupiah aliran dana yang mengalir ke negara tersebut, mulai dari biaya perjalanan (jika menggunakan maskapai asing), biaya kuliah, dan biaya hidup sehari-hari? Lalu jumlah tersebut dikalikan dengan jumlah mahasiswa yang berkuliah di luar negeri.

Bagi pengguna jasa pendidikan, adanya universitas asing di Indonesia menjadi opsi yang bisa diperhitungkan untuk mendapat kualitas pendidikan yang bersaing, menyediakan akses global, namun lebih terjangkau. Dari segi biaya, tentu akan lebih hemat karena memangkas biaya perjalanan internasional dan menghemat biaya hidup (karena biaya hidup di Indonesia lebih terjangkau). Adanya universitas baru juga dapat memberikan efek bagi sektor jasa lain di sekitarnya, misalnya penyedia akomodasi, makanan, dan fasilitas lain yang mendukung proses belajar. Selain itu, adanya universitas skala global di Indonesia bisa menarik permintaan bukan hanya dari dalam negeri, namun juga dari negara-negara tetangga. Tentu ini menjadi peluang untuk meningkatkan aktivitas perekonomian domestik.

***

Indonesia berada di posisi 36/137 dalam Global Competitiveness Index 2017 (WEF, 2017), naik lima peringkat dibandingkan tahun sebelumnya, namun masih di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura (3), Malaysia (23), dan Thailand (32). Di samping itu, menurut Global Innovation Index 2017 yang dirilis World Intellectual Property Organization (WIPO), Indonesia berada di peringkat 70/120 untuk kategori knowledge and technology outputs, tertinggal dari Singapura (11), Vietnam (28), Malaysia (36), dan Thailand (40). Pekerjaan rumah menanti Indonesia untuk senantiasa bekerja dengan serius meningkatkan kualitas pendidikan, daya saing, dan inovasi. Adanya perguruan tinggi asing tidak selalu harus ditanggapi sebagai ancaman, melainkan momen bagi institusi dalam negeri untuk senantiasa berbenah sekaligus memacu untuk meningkatkan kualitas menuju universitas kelas dunia. Harapannya, luaran dari pendidikan tinggi di Indonesia, baik institusi dalam negeri maupun asing, bisa berkontribusi dalam meningkatkan daya saing Indonesia di dunia global.

 

Referensi:

ENNEW, Christine T. & Yang Fujia (2009). Foreign Universities in China: a case study. European Journal of Education, Vol. 44, No. 1, 2009.

Knight, Jane (2004). Internationalization Remodeled: Definition, Approaches, and Rationales. Journal of Studies in International Education.

World Economic Forum, Global Competitiveness Report 2017

World Intellectual Property Organization, Global Innovation Index 2017

 

*Tulisan ini merupakan kerjasama dengan Indonesia Services Dialogue dalam mengangkat isu seputar sektor jasa.

 

signature

9 thoughts on “Internasionalisasi Pendidikan Tinggi”

  1. Saya ingin sedikit menambahkan tentang PP No 13 tahun 2015 tentang kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan kaitannya dengan PT Islam.

    Pasal 1 dan 2 menjelaskan posisi Kemenristek Dan Dikti dipimpin seorang menteri namum belum menjelaskan tentang posisi Pendidikan Tinggi Islam yang selama ini dikelola oleh Kemenag, hal ini masih terlihat dikotomis.

    Tidak adanya pasal yang mengatur posisi PT Islam akan memperlemah posisi PT Islam dalam hal penguatan rise dan teknologi.

    Seharusnya dalam pasal ini mencantumkan kedudukan PT Islam yang selama ini berada di bawah Kemenag, sehingga PT Islam tidak semakin termarjinalkan.

    Liked by 1 person

      1. Iya, Mas. Sebetulnya isu ini juga termasuk dari pendidikan dasar dan menengah. Seperti kita tahu, sekolah umum berada di bawah Kemendikbud sedangkan sekolah islam (madrasah) berada di bawah Kemenag.

        Liked by 1 person

      2. Kalau Prof Armei menyebutkan di bukunya Reformasi Pendidikan, semestinya menteri pendidikan yang mengurusi semua pendidikan di Indonesia, Kemenag mestinya menyerahkan pengurusan sekolah ke kemendikbud dan mungkin disana dibuat divisi baru dibawah kementrian yang mengurusi Pendidikan Madrasah.

        Liked by 2 people

Leave a comment