Other Stories

Bertemu Syahid

Enam tahun lalu.

Eh, enam tahun? Selama itukah? Yang berarti juga, aku sudah enam tahun lebih tua dan murid-muridku kini sudah beranjak remaja.

Cerita ini masih tersimpan rapi, namun aku pikir terlalu sayang jika tak dituliskan. Waktu itu, dua muridku di SDN 4 Telukjatidawang, Tambak, Bawean, akan ikut babak penyisihan Olimpiade Sains Kuark (OSK) di Surabaya. Mereka adalah Syahid dan Jannah. Kala itu mereka duduk di kelas enam SD.

Februari 2012, cuaca di Bawean masih tak menentu. Curah hujan tinggi dan angin begitu kencang. Ini artinya, jadwal transportasi laut pun turut tidak menentu. Kapal Bahari Express sejak Desember tahun sebelumnya sampai dengan pertengahan Januari 2012 tidak beroperasi sama sekali karena gelombang tinggi. Sedangkan antara Januari dan Februari sesekali ada kapal namun itu pun masih membuatku was-was. Akankah ada kapal pada hari keberangkatan murid-muridku untuk mengikuti OSK di Surabaya?

“Kalau ternyata nanti kita tidak ada kapal bagaimana ya? Sia-sia tidak apa yang sudah kita persiapkan ini?” tanyaku pada suatu sore yang mendung. Saat itu aku, Syahid, dan Jannah sedang belajar IPA dan latihan soal-soal dari Majalah Kuark. Sampai detik itu, belum ada kepastian soal keberangkatan kapal Bawean-Gresik.

Jannah terdiam sesaat, namun Syahid langsung menjawab, “Tidak lah, Bu… Semua ini tetap akan berguna bagi masa depanku.”

Jawaban yang sukses membuatku terkesima.

Kalimat yang tak terduga, yang pemilihan katanya bagaikan dalam skenario sinetron.  Jannah kemudian tersenyum dan mengangguk seolah memberi persetujuan atas pernyataan Syahid.

“Jadi, walaupun kita belum tahu apakah jadi berangkat atau tidak, Syahid dan Jannah akan tetap semangat belajar?”

“Iya, Bu!” jawab mereka serempak.

Semangat keduanya yang membuatku lebih tenang dan siap menerima apapun yang Allah gariskan untuk rencana ini.

***

Tak lama sebelum tahun 2017 berakhir, aku mendapat sebuah pesan melalui Facebook Messenger.

Dari Syahid.

Insya Allah saya 29 Desember ke Jogja, Bu.

Kali terakhir aku bertemu Syahid adalah awal 2015 lalu saat aku pulang ke Bawean . Waktu itu Syahid masih kelas IX (kelas 3 MTs) dan masih bersekolah di Bawean. Pada pertemuan itu, Syahid dan orang tuanya sempat bercerita bahwa Syahid masih berprestasi di sekolah, sama seperti ketika di bangku SD dahulu. Alhamdulillaah.

Sekarang ia sekolah di SMK sekaligus mondok di Jombang, Jawa Timur. Saat kutanya jurusannya pada salah satu percakapan di messenger, jawabnya, “Syahid ambil jurusan Teknik Komputer dan Jaringan, Bu”. Aku hitung-hitung, berarti sekarang Syahid sudah kelas XII. Time flies.

Syahid datang ke Jogja dalam rangka kegiatan perkemahan kubro dengan para santri pondok pesantren. Sore tanggal 29 Desember itu, ditemani suami, aku menyusuri perkemahan di barat Candi Prambanan. Tenda-tenda berwarna hijau dan biru berbaris di area perkemahan. Santriwan dan santriwati lalu lalang, tak hanya remaja, namun mereka yang masih usia SD. Sejenak anak-anak ini membuatku menerawang ke beberapa tahun lalu, ketika hari-hariku selalu diisi dengan bermacam tingkah polah murid SD dengan keunikannya masing-masing.

Sekarang mereka tentu sudah remaja. Syahid adalah salah satu dari murid-muridku yang berkesempatan melanjutkan sekolah hingga saat ini. Yang lainnya, ada yang sekolah sampai MTs, ada pula yang setelah lulus SD tidak melanjutkan sekolah karena berbagai alasan. Sebagian dari mereka sudah bekerja. Ada yang bekerja di Bawean, tak sedikit pula yang ikut merantau dan bekerja di Malaysia bersama keluarganya. Ah, di mana pun mereka berada, doaku selalu menyertai.

Baca juga: Antara Bawean dan negeri Jiran 

Selang beberapa saat, lamunanku diinterupsi oleh realita. Di antara keramaian perkemahan, dua orang remaja laki-laki berjalan ke arahku dan suami. Ya, satu dari dua orang itu adalah Syahid. Pangling sekali melihatnya sekarang. Ia masih tetap kurus seperti dulu. Hehe. Namun sekarang Syahid sudah tinggi sekali. Terharu rasanya karena tersadar begitu lama waktu telah memisahkan kami.

WhatsApp Image 2017-12-31 at 16.58.36
Bersama Syahid, 2018

Oh ya, ternyata remaja laki-laki yang di sampingnya, Alvin namanya, berasal dari Bawean juga, meski bukan dari dusun yang sama. Kami mengobrol dan saling menanyakan kabar. Karena setelah itu masih ada kegiatan di perkemahan, kami pun segera menyudahi obrolan yang sebetulnya belum tuntas. Ingin sekali mengajak Syahid dan Alvin setidaknya jalan-jalan sebentar di Jogja, namun waktu dan jadwal tidak memungkinkan. Saya memberikan sedikit oleh-oleh dan buku The Traveling Students sebagai kenang-kenangan untuk Syahid. Sebelum berpisah, pertemuan yang singkat itu kami abadikan melalui jepretan kamera saja.

***

Allah mendengar doa orang-orang yang berikhtiar dengan penuh kesungguhan. 16 Februari 2012, setelah melewati berbagai drama, akhirnya Syahid dan Jannah berangkat ke Surabaya bersama 23 delegasi lain dari berbagai sekolah di Pulau Bawean. Rute kami adalah adalah Pinanggunung – Pelabuhan Sangkapura – Pelabuhan Gresik – Surabaya.

419974_10150543415532396_1368408617_n
Syahid dan Jannah sebelum babak penyisihan, 2012
421302_10150540442267396_425192863_n
Bersama Jannah dan Syahid dalam kunjungan ke Taman Safari Prigen, Pasuruan, 2012

Dalam perjalanan ini, banyak sekali pihak yang mendukung kami. Sesampainya di Gresik, teman-teman dari @infoGRESIK telah menyiapkan sebuah minibus untuk ke Surabaya, lengkap dengan snack kotak untuk mengisi perut setelah melewati tiga jam perjalanan laut. Alhamdulillah. Semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.

Alhamdulillah Syahid dan Jannah kemudian juga lolos olimpiade ke babak selanjutnya dan kembali ke Surabaya dua bulan kemudian untuk babak semifinal. Kemenangan memang tidak menjadi target utama kami. Perjalanan mereka ke luar Bawean saja sudah menjadi inspirasi orang tua, keluarga, teman-teman, dan juga guru-guru di sekolah. Mungkin hal seperti ini dianggap biasa saja bagi orang-orang kota kebanyakan. Apa istimewanya ikut lomba? Namun, pada saat itu, memang belum banyak ragam lomba yang diikuti oleh murid-murid di sekolahku selain lomba kesenian atau olahraga di tingkat desa ataupun kecamatan.

“Anak Pinanggunung lolos lomba di Jawa!” begitu kata warga di dusunku. Dan yang pasti, aku berharap banyak pengalaman berharga yang bisa mereka petik dari perjalanan ini. Tak hanya dari sisi akademik, namun juga bagaimana mereka melihat dunia luar dan berinteraksi dengan anak-anak dari sekolah lainnya. Juga tentang kesungguhan, kesabaran, keberanian, dan keikhlasan. Semoga Allah bukakan jalan yang luas untuk perjalanan-perjalanan mereka yang lebih jauh nantinya. Insya Allah.

Dan ketika aku merefleksikan kejadian itu lagi, kata-kata Syahid enam tahun lalu menjadi penuh makna.

“Tidak lah, Bu… Semua ini tetap akan berguna bagi masa depanku.”

Bukan, ini bukan sekadar pelajaran atau materi IPA di majalah Kuark yang kami bahas sore itu enam tahun lalu, melainkan bagaimana Syahid tetap semangat, berusaha yang terbaik, dan berpikir positif dalam berbagai situasi. Aku rasa, nilai-nilai itulah yang membentuk Syahid menjadi dirinya hari ini.

Semoga Allah SWT senantiasa melindungi setiap langkahmu, Nak.

1865143963390123180513

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s