Indonesia, Traveling

Menjelajah Glagah

Jalan kecil menuju Pantai Glagah itu dipenuhi kios di kanan kirinya. Ada yang menjual baju bertuliskan ‘Jogja’ atau ‘Glagah’, ada yang menjual buah-buahan, dan yang paling banyak adalah yang menjajakan makanan khas Glagah, yaitu undur-undur goreng krispi yang oleh para penjualnya ditulis dengan beragam: ada Kentucky undur-undur, Kentucki undur-undur, sampai Kentuchi undur-undur. Aneka penulisan itu cukup membuat saya dan Chendra terhibur sepanjang jalan kenangan itu.

Ini dia Kentuchi undur-undur :D
Ini dia Kentuchi undur-undur 😀 (foto: Chendra)
Ramainya Glagah di hari terakhir liburan sekolah (foto: Chendra)
Ramainya Glagah di hari terakhir liburan sekolah (foto: Chendra)

Hmm.. judulnya sih menjelajah Glagah walaupun pada kenyataannya kami agak ribet dan sibuk mengelap keringat terus-terusan karena kepanasan luar biasa. Kami menyesal karena tidak membawa topi. Tetapi untunglah saya membawa ‘peralatan tempur’ wajib lainnya yaitu kacamata hitam untuk menghalau silaunya sinar mentari, hehe..  Cuaca Jogja akhir-akhir ini kalau sedang tidak hujan biasanya panas terik dan membuat gerah sampai keringat bercucuran. Serius, kalau siang hari berkeliaran di luar rumah itu berasa disemprot hair dryer. Para pengendara motor pasti tahu deh rasanya apalagi kalau sedang ‘terjebak’ di lampu merah. *langsung mateng*

Terakhir kali saya ke Pantai Glagah adalah pada tahun 2006 saat masih jadi mahasiswa S1 yang imut dan lucu. Wah sudah sepuluh tahun ternyata saya tidak menengok pantai ini, padahal jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah si Mbah di Pleret, Wates, yaitu sekitar 7 kilometer.  Kalau dari Yogyakarta, jaraknya sekitar 40 kilometer ke arah barat. Mungkin saya terlalu terpikat oleh pesona pantai-pantai di Gunung Kidul sehingga agak lupa pada pantai yang berlokasi di kabupaten Kulonprogo ini. Pasir pantai Glagah memang tak putih seperti di Gunung Kidul. Selain itu, tidak banyak karang atau pemandangan spektakuler seperti foto-foto pantai Gunung Kidul yang biasa kita lihat di Instagram. Tetapi mungkin saya saja yang belum menemukan spot yang paling pas untuk menikmati Glagah hehe…

Lalu apa menariknya ke Glagah?

Tetrapod Pemecah Ombak

Garis pantai Glagah cukup panjang tanpa ada banyak karang. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah hamparan pasir dan pemecah ombak yang disebut tetrapod. Secara harfiah tetrapod berarti ‘berkaki empat’ (karena kalau kaki tiga itu larutan penyegar kan ya :D). Struktur tetrapod ini dapat memecah gelombang sehingga mengurangi abrasi pantai. Adanya tetrapod di Glagah memang tidak mengherankan mengingat ombak di sana yang terbilang besar.

Tetap 'khusyuk' memancing (foto: Chendra)
Tetap ‘khusyuk’ memancing (foto: Chendra)
Cuaca cerah nan panas
Cuaca cerah nan panas

Kalau dari sudut pandang orang awam, terlihat luar biasa sekali bagaimana ombak yang awalnya terlihat begitu tinggi dan seolah akan menghujam apapun yang ada di depannya, tiba-tiba pecah begitu bertemu tetrapod. Saya menyaksikan beberapa orang memancing dengan asyiknya di salah satu sisi pantai dengan banyak tetrapod. Tak jauh dari para pemancing itu, ombak berkejaran dengan gelombang yang cukup tinggi yang seakan bisa saja menggulung mereka. Namun ombak itu keburu pecah dan mereka tetap memancing dengan penuh suka cita. 🙂

Bersantai di Laguna

Berperahu di laguna
Berperahu di laguna

Pada kunjungan saya ke Glagah baru-baru ini, saya baru mengetahui bahwa Pantai Glagah memiliki laguna. Laguna adalah sekumpulan air asin yang terpisah dari pantai karena penghalang karang atau pasir. Di Laguna Glagah, kita dapat menemukan perahu dan sepeda air. Wahana ini cocok untuk bersantai menikmati pemandangan sekitar. Saat baru tiba di Glagah, saya berminat untuk naik perahu, apalagi biayanya sangat terjangkau yaitu Rp5000 per penumpang. Tetapi saya dan Chendra memutuskan untuk ke pantainya dulu dan naik perahu saat akan pulang. Tapi ternyata setelah dari pantai kami sudah kepanasan dan memutuskan langsung masuk mobil demi mendinginkan tubuh dengan AC. *maaf lagi manja*:p

Melihat Perkebunan Buah Naga

Buah naga adalah salah satu buah yang paling sering saya konsumsi (khususnya kalau lagi musim ya, karena kalau sedang tidak musim harganya pasti mahal :D). Alasannya? Karena sangat mudah mengupasnya hehe.. Jadi buah naga dipotong dua di tengahnya dan masing-masing akan berbentuk seperti mangkok. Langsung deh ambil sendok dan siap santap. Tidak perlu ribet dipotong kecil-kecil. Buah naga juga enak untuk dijus dengan sirsak. Hmm… segar.

Kembali ke Glagah ah.

Buah naga dan pohonnya
Buah naga dan pohonnya
Perkebunan buah naga
Perkebunan buah naga

Sebelum memasuki area pantai, saya dan Chendra menyempatkan mampir di perkebunan buah naga. Saya baru tahu kalau pohon buah naga itu bentuknya seperti kaktus. Menurut ibu yang menjaga kebun, ketika sudah masa panen, buah naga itu bisa dipetik setiap satu sampai dua minggu. Setiap pohonnya bisa menghasilkan sampai dengan 20 kg buah.

Tidak ada biaya untuk masuk area perkebunan ini kecuali jika kita belanja buah naganya, hehe.. Karena buah naganya organik, harganya lebih mahal daripada yang biasa saya beli di kios buah dan supermarket. Di perkebunan ini harganya beragam mulai Rp15.000/kg sampai Rp25.000/kg tergantung ukurannya. Saya dan Chendra akhirnya memutuskan untuk membeli jusnya saja. Jus yang langsung diblender dari buah segar itu harganya Rp5.000 per gelas. Sluuurp… Nikmatnya meminum jus buah naga dingin di tengah hari yang panas.

Mencoba Undur-undur Krispi

Sesuai dengan namanya, undur-undur adalah makhluk Tuhan yang berjalan mundur. 😀 Saya kemudian membayangkan kalau undur-undur dan kepiting mulai berjalan di garis start yang sama (dengan asumsi mereka mengadap ke arah yang sama), mereka tidak akan berjalan beriringan karena keduanya bergerak ke arah yang berbeda, yang satunya mundur dan yang satu lagi berjalan ke samping. *imajinasi yang kurang penting*

IMG_8774
Penampakan undur-undur krispi (foto: Chendra)
Kalau yang ini bukan undur-undur ya. :D
Kalau yang ini bukan undur-undur ya. 😀 (foto: Chendra)

Pada kunjungan ke Glagah akhir pekan lalu, untuk kali pertama saya mencoba hidangan bernama undur-undur krispi. Awalnya merasa dag-dig-dug, bagaimanakah rasanya? Beli nggak ya? “Dicicipi dulu saja, Mbak,” si mbak penjual menawarkan. Seperti boga bahari lainnya (misalnya udang dan kepiting), undur-undur berwarna oranye setelah dimasak.

Di Glagah, ada dua macam undur-undur krispi yang dijual yaitu yang sudah dikupas dan yang belum dikupas. Agar lebih mudah memakannya, saya memilih yang sudah dikupas. Harganya Rp7.000 per bungkus. Sedangkan undur-undur yang belum dikupas harganya Rp5.000 per bungkus. Rasanya? Hmm… enyaaaak… Yang terasa bukan hanya tepung krispinya namun bumbunya juga meresap sampai ke undur-undurnya. Selain itu rasa renyahnya juga membuat camilan ini makin nikmat. Mungkin disantap dengan nasi juga bisa menjadi pilihan. Selain menjual undur-undur, boga bahari lain yang ditawarkan di antaranya udan krispi dan cumi krispi. Harganya tidak mahal yaitu berkisar antara Rp7.000 – Rp10.000 per bungkus.

***

Liburan di Glagah tidaklah mahal. Cukup membayar Rp4.000 per orang untuk retribusi, kita sudah bisa memasuki ke area pantainya. Jika membawa mobil, biaya masuknya adalah Rp3.000. Jadi saat saya dan Chendra ke sana biayanya adalah Rp8.000 + Rp3.000 = Rp11.000. Karena tidak ada uang kecil, petugasnya bilang, “Sepuluh ribu saja nggak apa-apa.” Duh sudah murah dikorting pula. Tapi eh tapi… saat akan pulang, kagetlah kami ternyata biaya parkirnya terbilang mahal yaitu Rp10.000. Di beberapa tempat wisata di Jogja yang sudah cukup populer saja biasanya biaya parkir mobil hanya Rp5.000. Yah semoga sebagian uang parkirnya dipakai untuk memperbaiki lahan parkir agar lebih tertata rapi. 🙂

1865143963390123180513

Advertisement

10 thoughts on “Menjelajah Glagah”

  1. Pantainya bagus Mbak Icha. Baru tahu itu pemecah ombak namanya tetrapod. Jauh juga ya dari Jogja. Salut berani coba undur-undur krispynya. Hihihi. Karena gak tahu bentuk hewannya jadi mbayangin yang aneh-aneh dari namanya.

    Like

    1. Kalau naik mobil sekitar sejam sih..kan gak macet hehe.. Malah jauhan kalau ke pantai di Gunung Kidul sih.. bisa sampai dua jam. 😀
      Hmm.. awalnya agak takut2 juga nyobai undur2, tapi kata suamiku mirip kepiting kecil2 gt jadi ya cobain aja. Not bad. Hihi..

      Like

  2. Pas googling undur-undur goreng kok nyasarnya ke sini, hahaha 😀
    Tapi memang ini yang khas dari Pantai Glagah. Sepengetahuanku di Pantai Gunungkidul nggak ada yang jual. Tapi ya jauh banget klo buat nyari camilan ini sampai ke Pantai Glagah. 😀

    Like

    1. Hehe.. Selamat nyasar! 😀
      Emangnya lagi pengen cari undur2 ya? Aku jg baru nemunya ya di Glagah dan sekitar pantai di Kulon Progo. Enak lho.. gurih dan renyah. 😉

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s