Other Stories

Who am I?

Untitled

Saat ada orang yg ingin menambahkan kita sebagai temannya di media sosial, misalnya Facebook, tentu kita perlu tahu siapa dia. Bagaimana cara mengetahuinya? Lihat saja nama dan atau foto profilnya. Kalau sekilas belum cukup, mungkin kita akan lanjut mengklik laman profilnya, melihat asal sekolah, organisasinya, dll, yang siapa tahu kita kenal.

Tetapi terkadang setelah melakukan semua itu, kita tak juga menemukan jawaban atas misteri identitas orang itu. Pasalnya, foto profilnya adalah gambar pemandangan, gambar bunga, atau foto bayi. Dalam hal ini, saya dapat menghargai preferensi setiap orang akan privasi atau pilihan terkait menunjukkan gambar dirinya di media sosial. Yang kedua, namanya adalah bukan nama dirinya, bisa nama alay, nama bikinan sendiri (yang bukan nama sebenarnya), ataupun nama anaknya (seperti Bundanya si A, ummu si B, dll). By the way, not everyone knows your son’s or daughter’s name.

Mempertimbangkan kesulitan mengidentifikasi identitas tersebut, saya sering tidak menggubris permintaan pertemanan. Saran saya, jika nama dan foto profil kita sulit dikenali orang, setidaknya kirimlah pesan saat akan menambahkan seseorang sebagai teman. Perkenalkan diri, atau sebutkan pernah kenal di mana. Apakah itu sebegitu sulitnya?

Ini sebagai pengingat juga bahwa bergaul di media sosial ada tata kramanya. Dan sebagaimana di dunia nyata, identitas diri penting untuk hubungan pertemanan. 🙂

1865143963390123180513

15 thoughts on “Who am I?”

  1. sama hal dengan di blog,kalau ada yg follow biasanya saya kunjungan balik ke blognya trus liat “about” nya trus follow balik deh *beda banget contohnya* 😀

    Like

    1. Betul, Mbak Adhya. Contoh ini juga relevan kok, aku pun melakukannya. Tapi suka banyak juga yang follow tanpa memperkenalkan diri atau komentar apapun. Aku pun kemudian gak sempat ngecek satu2 siapa aja mereka. Kadang kalau pas luang baru aku kunjungi balik dan malah duluan berkenalan hehe…

      Like

  2. Setuju sekali Icha. Aku pernah dapet request di Path dari account namanya ibunya xxx. Aku ngga approve eh dapet berita dari temen SMA bahwa itu temen sekelas kita. Aku bilang mana lah aku tahu nama anak-anak temen wong tinggalnya jauh dan di FB pun udah temenan ngga ada kontak.

    Like

    1. Hehee..iya, Mbak. Disangkain kita cenayang kali yaaa bisa tahu nama anaknya. 😀 Kasus spt ini akhir2 ini banyak. Entah euforia atau bangga bgt punya anak atau gimana. Aku blm ngerasain sih yaaa gimana punya anak. Cuman sama suami udah sepakat kalau punya anak nanti gak akan ganti nama di media sosial jd nama anak. Gimanapun nama itu identitas mendasar.

      Like

  3. Kalau nama “emaknyaxxx”, biasa digunakan di WA atau BB gunanya untuk saling mengenal di grup sekolahan anaknya. Masalahnya, itu dipakai untuk pergaulan juga. Yang tidak terpikir oleh si emak, bila suatu saat ada kasus, yang kena nama jelek kan malah anaknya, ya? “Oooh, mamanya si xxx, ya?” Emaknya sih selamat hahaha…*enak banget*

    Like

    1. Hehee…iya alasan untuk pergaulan di ibu2 ortu murid itu masuk akal sih. Mungkin untuk memudahkan pergaulan secara umum bisa diantisipasi dengan pakai nama sendiri dan nama anak ya? Hehe…

      Like

  4. setuju sekali Icha. Justru kalau aku tampaknya lebih ekstrim. Kalau aku ga kenal, meskipun nama dan fotonya jelas serta mutual friendnya teman-temanku, ya aku ga approve kalo di FB. Rasanya ga nyaman aja kalau ada yang mau masuk “halaman” tapi ga kenal orangnya 🙂

    Like

    1. Iya, Mbak. Kalau nggak kenal memang biasanya nggak aku approve. Dalam kasus ini terkadang ternyata dia temenku tapi aku nggak mengenali karena nama dan fotonya itu… hehe..

      Like

Leave a comment