Setelah beberapa kali ketinggalan screening film Siti di Jogja, akhirnya saya sempat menonton di bioskop Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada akhir pekan lalu. Buat saya, Siti bukanlah film yang akan dilupakan begitu saja. Penokohannya kuat, konfliknya intens dan menguras emosi. Mungkin terlebih karena saya perempuan, selama menonton film ini saya jadi membayangkan kalau saya ada di posisi Siti. That’s tough.
Category: Review
Nostalgia Lewat Negeri Van Oranje
Dari beberapa film Indonesia yang sedang tayang di bioskop pada awal tahun ini, saya memilih untuk menonton Negeri Van Oranje. Sejauh ini saya belum mendengar review luar biasa tentang film ini, namun saya semata-mata ingin bernostalgia akan masa-masa studi dan tinggal di Belanda. Film karya Endri Pelita ini diadaptasi dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Rizki Pandu Permana.
Novelnya sendiri sudah pernah saya baca pada awal 2011. Novel yang ringan, menghibur, dan disisipi informasi mengenai serba-serbi studi di Belanda serta budaya sehari-hari masyarakat Belanda. Dari buku inilah kali pertama saya mengetahui bahwa orang Belanda kalau cipika-cipiki itu tiga kali alih-alih dua kali seperti di Indonesia. Hehe… Saat membacanya, sama sekali tak ada pikiran saya kelak akan berkuliah di Belanda.
Married at First Sight?
Rasanya kita sudah tak asing ya dengan ungkapan love at the first sight atau cinta pada pandangan pertama. Tetapi bagaimana kalau menikah pada pandangan pertama?
Married at First Sight adalah nama program televisi yang saat ini sedang tayang di Lifetime Asia. Tayangan musim pertama yang ditayangkan adalah Married at First Sight Australia dan Married at First Sight US. Setelah pada awalnya saya tak sengaja menonton, saya jadi dibuat penasaran untuk menonton kelanjutannya. Acara ini sebenarnya bukan sekadar acara perjodohan melainkan merupakan eksperimen sosial (bahkan beberapa pihak menyebutnya extreme social experiment) dimana beberapa ahli di bidang Psikologi dan Hubungan menjodohkan beberapa pasangan untuk menikah berdasarkan kriteria yang telah mereka pelajari sebelumnya. Will it work?
Belanja Masa Kini

Sebagai seorang wanita, saya suka berburu produk fashion yang lucu-lucu. Saya agak lupa kapan kali terakhir saya berbelanja pakaian ke pusat perbelanjaan. Meskipun untuk beberapa barang saya lebih suka belanja langsung, untuk produk fashion seperti pakaian saya lebih sering berbelanja online. Mengapa? Dengan berbelanja online, saya tidak perlu menghabiskan energi untuk berkeliling di toko. Jangankan berkeliling di toko atau pusat perbelanjaan ya, untuk menuju ke sana saja kadang sudah malas duluan. Harus ganti baju, sedikit berdandan, dan kalau naik motor siang-siang berarti harus panas-panasan. -_-”
Sebelah (2011)
“Emang boleh melihara kucing di sini?”
“Jangan bilang siapa-siapa ya. Ini rahasia kita berdua aja.”
Kapan Kawin? (2015)
“Kita nonton yuk!”
Awalnya saya agak kaget ketika pada suatu pagi Chendra mengusulkan untuk menonton film komedi romantis. Film itu adalah ‘Kapan Kawin’ yang kebetulan sedikit dibahas pada salah satu episode Kick Andy dan pada sebuah bincang-bincang di Kompas TV yang kami tonton. Tumben amat, biasanya kan sukanya film laga atau balap-balapan.
Disconnect (2013)
“A hard-working lawyer, attached to his cell phone, can’t find the time to communicate with his family. A couple is drawn into a dangerous situation when their secrets are exposed online. A widowed ex-cop struggles to raise a mischievous son who cyber-bullies a classmate. An ambitious journalist sees a career-making story in a teen that performs on an adult-only site. They are strangers, neighbors and colleagues and their stories collide in this riveting dramatic thriller about ordinary people struggling to connect in today’s wired world.”
(http://www.disconnectthemovie.com/)
Hampir setiap hari atau bahkan setiap hari kita tersambung internet. Pagi-pagi sambil sarapan, menikmati perjalanan ke kantor, atau kapanpun saat sedang luang rasanya jari-jari ini tidak bisa tidak menyentuh berbagai tombol aplikasi online di ponsel kita. Ada yang bilang teknologi itu mendekatkan yang jauh, namun bisa juga justru menjauhkan yang dekat. Internet, khususnya, memberikan banyak kemudahan untuk beraktivitas dan berkomunikasi. Namun jika kita tidak menggunakannya dengan bijak, internet bisa jadi merugikan dan membahayakan.
Bauran Rasa dalam Tabula Rasa
Pernahkah kamu punya mimpi namun tersandung banyak kendala?
Setelah sekian lama absen dari dunia per-bioskop-an, film pertama yang saya tonton adalah Tabula Rasa. Kalau sekadar mendengar judulnya, jujur saja saya tidak bisa menebak genre filmnya. Film cinta-cintaan kah? Waktu itu saya malas googling. Lalu suami saya, Chendra, bilang ada film Indonesia yang bagus yang bercerita tentang masakan padang. Eh, jangan-jangan Tabula Rasa itu ya? Kami pun kemudian berselancar ke situs 21cineplex. And yes, it matches!
***
Adalah Hans (Jimmy Kobogau), pemuda dari Serui, Papua, yang bermimpi menjadi pemain bola handal. Selain bermain bola, dalam kesehariannya ia membantu sebagai seorang juru masak di panti tempatnya dibesarkan.
“Mama tara senang kah lihat saya jadi pemain bola yang berhasil? Di Jakarta nanti saya akan jadi orang hebat,” ujar Hans di malam perpisahan itu kepada Mama, ibu asuh yang membesarkannya di Panti Asuhan di Serui.
Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali
Setelah membaca beberapa karya Pramoedya Ananta Toer, saya memang semakin penasaran dengan pribadi penulis yang satu ini. Memang, sebelumnya saya sudah pernah membaca beberapa literatur mengenai penulis yang pernah bertahun-tahun dipenjara tanpa proses pengadilan ini. Namun melihat buku yang ditulis oleh adiknya sendiri, saya pun tertarik untuk membacanya lebih lanjut.
“Saya merasa…sayalah ‘keranjang sampah Mas Pram’ untuk hal-hal yang tidak dapat, tidak tepat, atau tidak pantas dikemukakannya kepada orang lain.” begitu tulis Koesalah. Buku ini merupakan kumpulan catatan harian Koesalah mengenai Pram (panggilan akrab Pramoedya) yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu tahun 1981-1986, 1987-1992, dan 1992-2006. Jadi Anda jangan membayangkan sebuah biografi yang kaku dan terdiri dari paragraf-paragraf panjang yang sistematis mengenai riwayat hidup Pram. Catatan harian Koesalah kebanyakan terdiri dari dialog-dialog dengan Pram ataupun cerita singkat mengenai pribadi dan kehidupan sehari-harinya.
Tetralogi Buru: Rumah Kaca
Kejutan!!
Itulah yang akan terasa pada lembar-lembar awal buku terakhir dari Tetralogi Buru. Apakah gerangan kejutan itu?
Setelah tiga episode sebelumnya cerita terpusat pada seorang Minke sebagai tokoh sudut pandang orang pertama, di buku ke-4 ini Pram menghadirkan sosok Pangemanann (dengan dua “n”) sebagai tokoh pencerita. Pangemanann sendiri pernah hadir dalam bagian akhir buku “Jejak Langkah”. Ia adalah seorang pejabat kepolisian yang mengabdi pada Gubermen Hindia Belanda.
Tokoh ini digambarkan sebagai orang yang gamang. Pada dasarnya, ia adalah seorang yang baik, seorang Menado yang mendapat pendidikan Eropa dan dibesarkan oleh orang tua angkat asal Eropa pula. Ia menghormati kebebasan dan tak suka penindasan. Sebagai pribadi, ia pun menghormati dan mengagumi seorang Pribumi bernama Minke yang telah membawa banyak perubahan pada semangat pergerakan melawan kolonialisme. Namun, pengabdiannya pada Gubermen ternyata membawanya pada suatu tugas dilematis yang kemudian mengubahnya bagai seorang iblis kejam yang tak pernah mengizinkan Pribumi maju seiring dengan zaman dan pemikiran yang semakin modern.