Beberapa waktu lalu, Putri Marino mengunggah poster film terbarunya di akun Instagram. Judul filmnya adalah ‘Jelita Sejuba: Mencintai Kesatria Negara’. Sewaktu melihat nama-nama pemainnya, banyak nama yang tidak saya kenal, termasuk pemeran utama prianya, Wafda Saifan. Meskipun begitu, saya penasaran ingin menonton Jelita Sejuba. Alasan sederhananya, karena saya suka akting Putri Marino dalam film Posesif. Berperan sebagai Lala, akting Putri terlihat alami, effortless, dan jujur. Kualitas aktingnya pun dibuktikan dengan raihan Piala Citra 2017 untuk kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik. Jadi, saya punya ekspektasi bahwa film ini pun akan bagus.
Category: Review
Mudik: Dulu dan Sekarang
Setelah menikah, tujuan mudik jadi semakin banyak. Kalau biasanya mudik ‘hanya’ seputar keluarga Mama atau Papa (keduanya di Jawa Barat tetapi beda kota), semenjak menikah, tujuan mudik bertambah keluarga Ibu dan Bapak mertua yang mana ada di Jawa Barat, DIY, dan Jawa Timur. Wah, makin panjang saja daftar tujuan yang dikunjungi. Alhamdulillaah..
Lho, belum juga bulan puasa, kok udah bahas mudik? 😀
The Life-Changing Magic of Tidying Up
First of all, I am actually not a person who often reads self-help books. However, I must say that I really like this book by Marie Kondo. The word ‘life-changing’ on its title is not an exaggeration I guess. Our mindset, our confidence, our motivation to work, and so on, somehow starts from our house condition. I’ve read another book titled ‘Happiness Project’ and it considers decluttering as the first step to happiness as well. And yes.. I agree.
I know.. the reviews here are quite polarized, from those who really like it to those who have no idea or just simply can not relate to what the author has written on the book. I totally understand. 😀 But here I want to summarize what I think about the book.
Sembilan Buku di 2017 (Bagian 2)
Sesuai janji sebelumnya, ini adalah lanjutan dari review beberapa buku yang saya baca tahun 2017 lalu. Dimulai dari nomor 6 ya. Review lima buku sebelumnya bisa dibaca di SINI.
Sembilan Buku di 2017 (Bagian 1)
Hanya sembilan?
Mungkin angka ini terbilang sedikit ya dibandingkan teman-teman lain yang hobi baca buku. Hehe. Saya memang nggak bisa baca buku cepet-cepet dan butuh suasana yang kondusif untuk baca. Jadi ya bacanya pelan-pelan, menyempatkan di sela-sela aktivitas. Kalau lagi traveling, malah saya bakalan serius baca. Biasanya, saat perjalanan di kereta atau pesawat, malah menjadi waktu yang pas untuk baca tanpa disela pekerjaan. Berhubung tahun ini nggak banyak melakukan perjalanan jauh, jadi yaa begitulah. *alasan yang dibuat-buat* :p
Sebulan Pengabdi Setan
Sudah lebih dari 30 hari dan ‘Pengabdi Setan’ masih tayang di bioskop. *tepuk tangan* Kalau diingat-ingat, kali terakhir saya nonton film horor di bioskop itu tahun 2011 atau 2012. Waktu itu nonton Insidious. Itu pun sebetulnya hanya karena ikutan nonton bareng beberapa teman. Nah, kalau terakhir nonton film horor Indonesia… itu lebih lama lagi. Film ‘Bangsal 13’ itu tahun berapa ya? Hehe. Oh… 2004 (habis googling), berarti sudah lebih dari sepuluh tahun. Maklum laaah.. film horor Indonesia beberapa tahun belakangan identik dengan horor berbalut adegan vulgar. Seolah-olah, hal vulgar menjadi satu-satunya yang dianggap bisa menarik perhatian penonton, bukan cerita yang digarap serius maupun aktor dan aktris dengan kemampuan akting yang baik.
Mendamba Banda
REMPAH-REMPAH. Komoditi perdagangan yang saya kenal lewat pelajaran Sejarah. Sewaktu duduk di bangku sekolah dasar, saya merasa tidak mendapat jawaban mengapa orang Belanda sampai repot-repot berlayar melintasi samudera demi rempah-rempah. Sebut saja pala dan cengkeh, dua dari sekian hasil bumi yang diincar oleh Belanda. Semasa kecil, saya mengenal keduanya karena di sekitar lingkungan sekolah saya ada pohon cengkeh, sedangkan pala saya kenal lewat jajanan di kantin sekolah (manisan pala). Apa yang spesial dari keduanya sampai-sampai bisa menyebabkan pertumpahan darah?
Seiring waktu, saya punya semakin banyak sumber informasi mengenai pertanyaan yang ada di kepala saya semasa SD dulu, salah satunya lewat film.
Mari Ber-Ziarah
Tepuk tangan penonton memenuhi salah satu ruang bioskop Empire XXI Yogyakarta begitu film yang diputar berakhir. Muncullah di layar nama-nama pemeran dalam film tersebut: Mbah Ponco Sutiyem sebagai Mbah Sri, Rukman Rosadi sebagai Prapto, dan sederetan nama lain, yang umumnya bukan merupakan aktor dan aktris kondang. Dari deretan nama tersebut, ada pula nama Hanung Bramantyo yang menjadi cameo pada salah satu adegan.
Film tersebut adalah ‘Ziarah’, karya sutradara muda BW Purbanegara. Continue reading “Mari Ber-Ziarah”
The Year of The Runaways
Other than Economics-related textbook, not so many books I read last year. One of those few books I read was The Year of The Runaways by Sunjeev Sahota that I bought from Book Depository. Lucky me, last year I got US$ 80 (or 85, I forgot) voucher from Google for participating in their survey (to be exact, it was giving them feedback on bahasa Indonesia translation in their feature). I spent most of the value of the voucher for buying books online. 😀
Perjalanan ‘The Traveling Students’
Menghela napas dulu ah.
Jadi ceritanya buku ‘The Traveling Students’ diilhami oleh banyak teman di sekitar yang bertanya,
“Gimana sih caranya bisa ikutan pertukaran pelajar dan konferensi mahasiswa di luar negeri?”
“Susah nggak sih adaptasi di lingkungan baru?”
“Gimana kalau nggak bisa bahasanya?”
dan lain sebagainya.