Other Stories

Priority – Courage – Learning

Pada salah satu lembar refleksi dan transisi 2022 >> 2023, saya menemukan bagian tentang ‘This is what my last year was about’. Tiga kata kunci yang rasanya tepat untuk tahun ini adalah: priority, courage and learning. Ya, buat saya, tahun ini adalah tentang prioritas, keberanian, dan belajar.

WhatsApp Image 2022-12-30 at 16.37.32

Prioritas

Sejak tahun 2021, sudah banyak dialog di kepala tentang bagaimana saya menyeimbangkan berbagai peran saat ini, di antaranya bekerja dan mengurus anak, juga tetap ‘memberi makan’ kebutuhan saya untuk tetap tumbuh sebagai seorang individu. Waktu itu, saya banyak bekerja dari rumah (WFH) sejak awal pandemi, namun seiring waktu, saya mengantisipasi jika harus kembali ke rutinitas bekerja dari kantor (WFO). Bagaimana saya akan menjalaninya?

Jujur, banyak juga kekhawatiran saat itu. Ditambah lagi, akhir 2021, asisten rumah tangga (ART) berhenti dan kami di rumah perlu banyak adaptasi dalam menjalani keseharian. Sambil terus mencari keseimbangan baru (dan berusaha tetap waras di tengah-tengahnya), saya dan suami merasa bahwa sudah saatnya saya mencari kesempatan kerja yang bisa dilakukan dari mana saja. Namun karena beberapa hal, rencana tersebut masih disimpan saja sampai kemudian kantor kembali memberlakukan WFO.

Si kecil K mau tak mau menghabiskan seharian di daycare ketika saya dan suami bekerja. Ini bukan keputusan mudah, mengingat di masa pandemi hal ini amat berisiko, khususnya dalam hal kesehatan.  Anak yang sebelumnya di rumah saja, jadi terekspos dengan lebih banyak orang. Kami sudah bersiap dengan fakta bahwa biasanya anak yang baru masuk daycare akan mudah sakit karena masih belum baik imunitas tubuhnya. Namun ketika itu benar-benar terjadi, apalagi sampai harus dirawat inap di RS, kami pun limbung. Saya ikut sakit dan setelah K kembali ke rumah, saya melarikan diri sendiri ke IGD.

Setelahnya, K berangsur-angsur pulih. Namun ketika ia kembali ke daycare, ia sakit lagi. Terus berulang. Sungguh melelahkan… dan orang tua mana yang tak sedih melihat anaknya sakit?

Di tengah itu semua, saya dan suami terus berusaha menavigasi diri dan berusaha menetapkan kembali berbagai prioritas. We can not do it anymore. Our child needs to be home for the time being, at least until the situation is more under control and she is strong enough to be out there.

Keputusan saya berhenti bekerja dari tempat sebelumnya mungkin tak selalu bisa dipahami oleh semua orang dan saya pun tak berharap untuk dimengerti. Setiap orang punya prioritas dan pilihan yang berbeda. Yang saya perlukan hanya cukup dihargai saja. Hargai keputusan saya sebagai individu dewasa yang multiperan. Itu saja.

Keberanian

Menetapkan prioritas adalah satu hal, namun membuat keputusan yang bisa jadi tidak menyenangkan semua pihak merupakan hal lain. Dan.. ternyata, saya perlu berusaha lebih untuk dapat mengundurkan diri dari pekerjaan, sesuatu yang awalnya saya pikir sederhana saja. Keberanian (dan keteguhan hati) menjadi salah satu kata kunci tahun ini. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri. You’ve done your best.

Pada pertengahan tahun kedua, saya memulai lembaran baru di tempat yang baru, dengan bekerja dari rumah. Alhamdulillaah tak lama sebelum itu, di rumah sudah ada ART sehingga selain membantu pekerjaan rumah, juga bisa menemani K saat saya bekerja. Rasanya haru bisa ada di titik itu lagi, bisa bekerja dari rumah sambal mengawasi K. Pada jam istirahat, kami bisa makan bersama. Di sela-sela rapat dan tugas lainnya, kami bisa berinteraksi. Kadang dia ikut duduk di pangkuan seperti dulu, kadang saya bekerja di sampingnya yang minta ditemani saat mau tidur siang.

Tentu bekerja dari rumah tidak selalu indah. Karena sebelumnya saya pernah menjalaninya juga, saya sudah terbayang berbagai dinamika dan tantangannya. K pun semakin bertambah usianya, punya dinamika yang berbeda dan butuh stimulasi yang berbeda. Saya paham bahwa tidak ada kondisi yang sempurna dan sepenuhnya ideal. Namun, inilah pilihan kami dan kami berusaha menjalaninya sebaik mungkin.

Ada kalanya ia rewel, ada kalanya terdengar suara tangisannya saat saya rapat. Pada waktu lainnya, pernah juga saya sudah mau mulai rapat dan ia kebelet pipis/pup (dan hanya mau ditemani oleh saya ke kamar mandi).

WhatsApp Image 2022-12-30 at 16.41.17

Momen bekerja di luar rumah

Pernah jengkel? Pernah marah? Pernah dong, masa enggak! Hehee.. Tapi kemudian kalau sudah tenang, kami akan berdialog tentang apa saja yang terjadi hari itu dan bagaimana kami bisa lebih saling memahami. Pada akhirnya, lebih banyak yang patut disyukuri dibandingkan dikeluhkan.

Jika saya sedang membutuhkan jarak sejenak, saya akan bekerja dari luar. Entah itu sendirian ke kafe atau janjian dengan rekan kerja yang di Jogja juga. Kadang memang sekalian diskusi atau koordinasi. Jeda sejenak itu bisa jadi sebuah refreshing yang berarti, apalagi untuk ibu-ibu yang biasa ditempeli anaknya ke mana pun berada.

Belajar

Di tempat yang baru, rasanya ada energi baru juga yang menjadi bahan bakar tidak hanya untuk bekerja, namun juga untuk kembali belajar, berpikir, dan berkarya dengan sepenuh hati. Iya, saya selalu senang belajar sejak dahulu. Bukan selalu tentang hal-hal berbau akademik, namun apa saja yang menarik dan saya anggap bermanfaat.

Tahun ini adalah tahun kedua saya bergabung menjadi relawan Rangkul Keluarga Kita. Sekitar Juli-Agustus, saya memberanikan diri ikut pelatihan lanjutan dengan topik Pengasuhan di Dunia Digital. Wahh sounds so close with our daily life ya?

Kenapa saya pakai istilah ‘memberanikan diri’? Karena sebenarnya dengan load pekerjaan baru waktu itu, selain tugas sehari-hari, banyak sekali substansi yang harus saya pelajari dan cukup menyita waktu. Kembali ke kelas Keluarga Kita, pelatihan topik ini lebih singkat dibandingkan kelas Basic Parenting tahun lalu. Namun ternyata perlu usaha juga untuk menjalankannya dengan tugas-tugas lain. Setiap selesai belajar suatu topik, idealnya Rangkul mengadakan sesi berbagi cerita tentang topik tersebut. Nah, semoga utang ini bisa saya lunasi di tahun ini. Hehe.

Beberapa bulan sebelum menutup tahun, dengan semangat saya juga mengambil satu kelas berbayar di Coursera. Belajar mandiri seperti ini tentunya membutuhkan konsistensi dan disiplin diri. Meskipun semangat saat mempelajari materi dan Latihan-latihannya, ternyata saya mandeg saat membuat tugas akhir. Haha.. Yuk bisa yuuuk!

TMS

Coretan saat konsultasi TMA

Satu lagi, saya mengambil Talents Mapping Assessment (TMA) dan konsultasi dengan psikolog (yang juga merupakan teman baik saya sendiri – hai Arum!). Tujuan utamanya untuk mengetahui urutan bakat, potensi kekuatan, serta bagaimana kita bisa mengoptimalkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik personal maupun profesional.

Setelah sesi konsultasi TMA selesai, rasanya perlu waktu khusus untuk mengendapkan segala informasi yang saya dapat dan kemudian mempelajarinya kembali (tentang TMA, semoga kapan-kapan bisa saya ceritakan di tulisan terpisah ya). Segala proses belajar ini buat saya juga merupakan ungkapan sayang untuk diri sendiri.

Belajar (Lagi)

Di luar dari konteks belajar seperti yang disebutkan di atas, tahun ini saya juga belajar banyak dari kehidupan: tentang hubungan, tentang memaafkan, tentang nilai diri.

Sekitar Mei lalu, saya pernah menulis ini dan mengunggahnya di Instagram.

Last March, I turned 35. Old enough, no? ☺

I remember ten years ago, I spent my 25th birthday having wonderful time at a beach with those close to heart, my Bawean fellows (Hello, Bala-bala! Miss you 🤗). We were young, free and full of spirit.

This year, I remind myself to dream high, to go out and seek more opportunities, to create a new comfort zone, to see inside myself and what I am capable of.

***

Among other things, adulting makes me realize that as we grow older, our circle might not as big as before. It has taught me that we can not force friendships or relationships. Some might misunderstand us, but we’re just too occupied with our daily responsibility that we do not have that much time to explain or try too hard just to be accepted. This is also a lesson about letting go. Nevertheless, it doesn’t mean that we stop being kind to others.

***

Along the past ten years, I’ve been grateful for multiple roles I have, as a daughter, a sister, a student, a wife, a teacher/lecturer/employee, a mother.

I am thankful for those who come and go, and for those who stay. Thank you for teaching me valuable lessons. Some relationships do not last, some just fade away due to time and distance, but I want to cherish all the good memories we had together. I want to remember all the kindness of yours.

Thank you for being part of my journey. ❤

Ps. 10 years ago, I thought it’s quite old being 35. Now, I think, not really. Haha.

***

Overall, 2022 has been another exciting roller coaster journey. Alhamdulillaah alhamdulillaah alhamdulillaah.

signature

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s