Sebuah apartemen sederhana tiba-tiba kedatangan warga baru: Kotaro Sato (Eito Kawahara), seorang anak berusia lima tahun yang tinggal sendirian. Shin Karino (Yu Yokoyama), seorang seniman manga yang menjadi tetangga sebelahnya, merasa heran akan kehadiran Kotaro. Terlebih lagi, sebetulnya pemilik apartemen tersebut melarang adanya anak kecil.
Lagi pula, mengapa Kotaro tinggal sendirian? Di manakah orang tuanya? Misteri itu pelan-pelan terkuak pada tiap episodenya.
Para penghuni apartemen yang tadinya jarang berinteraksi satu sama lain pun akhirnya jadi saling mengenal dan akrab karena sama-sama menyayangi Kotaro. Ada Mizuki yang bekerja di kelab malam dan juga Pak Tamaru yang tinggal sendirian karena baru berpisah dari keluarganya. Hubungan dan interaksi mereka terbilang unik dan dalam banyak kesempatan membuat gregetan.
Berikut adalah beberapa alasan saya menyukai Kotaro Lives Alone (dan mengapa drama ini layak direkomendasikan).
- Ringan namun Sarat Makna
Sekilas drama ini terasa ringan, menceritakan hal sehari-hari tanpa ada adegan dan jalan cerita yang bombastis. Tak sedikit pula kita disajikan percakapan dan adegan yang natural dan cukup jenaka. Namun di balik itu, Kotaro Lives Alone membawa pesan yang mendalam tentang anak dan keluarga.
2. Melihat Dunia dari Sudut Pandang Anak
Sejak episode pertama, Kotaro terlihat dewasa, dan mandiri. Namun, bagaimanapun ia tetaplah seorang anak yang rindu kasih sayang dan mencari rasa aman dari sosok orang-orang dewasa di sekitarnya. Ia juga berharap mendapat apresiasi dari orang dewasa untuk hal yang terlihat sederhana, namun ternyata perlu usaha lebih buat anak-anak. Pada episode kedua, misalnya, Kotaro sengaja datang ke kamar Karino untuk menunjukkan kalau dirinya bisa mengoles cairan antiseptik dan memakai plester sendiri di kakinya yang luka.

Meskipun baru berusia lima tahun, Kotaro telah melalui banyak hal dalam hidupnya, yang kemudian membentuknya menjadi pribadinya saat ini. Dari Kotaro, kita semakin sadar bahwa anak merekam banyak hal, khususnya dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Kalimat menyakitkan yang tak sengaja kita lontarkan bisa terus diingat oleh anak dan membentuk kepribadiannya (menjadi cemas, tidak percaya diri, merasa bersalah, dan sebagainya). Sebaliknya, anak juga merekam kata-kata yang baik dan kenangan yang indah dari orang-orang sekitarnya.
3. Perkembangan Tokoh
Dibandingkan hubungan dengan tetangga yang lain, hubungan Kotaro dan Karino adalah yang paling disoroti dalam drama ini. Mereka kadang akur, tapi tak jarang juga ‘marahan’ dan saling menghindar. Meskipun awalnya terlihat cuek, namun seiring waktu Karino semakin menyayangi Kotaro. Ia juga mulai belajar lebih bertanggung jawab akan hidup dan pekerjaannya. Psst.. ternyata Karino juga punya cerita tersendiri tentang masa lalu dan keluarganya.

Selain teman satu apartemen, ada pula tokoh dewasa yang penting dalam kehidupan Kotaro, yaitu Kobayashi, staf kantor pengacara yang bertugas memberikan uang saku mingguan kepada Kotaro. Kobayashi yang awalnya merasa canggung dan tak bisa akrab dengan anak-anak pun akhirnya belajar banyak dari sosok Kotaro. Di sekolah, Kotaro juga punya guru bernama Pak Hanawa yang peduli dan sayang padanya.
4. Memotret kehidupan warga kelas menengah di Jepang
Dalam drama ini, apartemen tempat Kotaro tinggal bukanlah apartemen mewah, bahkan tidak ada kamar mandi (hanya toilet). Karenanya, penghuni harus mandi ke pemandian umum. Dalam salah satu adegan, Karino bilang kepada Kotaro bahwa mandi setiap hari akan membuatnya terlalu boros.

Selain itu, dinamika setiap tokoh, pekerjaan, dan problem sehari-harinya pun diceritakan dengan menarik. (Hmm.. cuma masih penasaran sih, sebenarnya Tamaru kerjaannya apa ya? Haha..)
5. Durasi yang Tidak Terlalu Panjang
Dengan jumlah sepuluh episode dan durasi per episodenya hanya 20-an menit, drama ini cocok buat penonton yang tidak punya banyak waktu luang (atau sering ketiduran seperti saya :p). Hmm.. tapi kalau keburu penasaran dengan lanjutan ceritanya, tentu saja bisa ditonton secara maraton. Hehe.. Kalau dihitung, waktu menonton keseluruhan episoenya sama dengan durasi 3-4 episode drama Korea.
***
Oh ya, meskipun tokoh utamanya anak-anak, kalau saya lihat di Netflix, drama ini masuk kategori 13+. Jadi kalau nonton bersama anak, masih perlu pendampingan orang tua ya. Wajar saja, karena banyak isu keluarga dan pengasuhan yang mungkin terlalu kompleks untuk ditangkap dan dipahami anak-anak.
Saya sangat terkesan dengan drama adaptasi manga yang satu ini. Apalagi cerita bertema keluarga merupakan salah satu tema favorit saya. Sekadar referensi, rating IMDB untuk drama ini adalah 8,7/10. Rasanya, Kotaro Lives Alone akan jadi salah satu drama yang tidak akan bosan saya tonton berulang kali layaknya Reply 1988 dan Hospital Playlist.
Ada yang sudah nonton juga?
wah jadi mau nonton tapi ternyata gak ada di Netflix sini 😦
LikeLike
Eh iya ya Cha.. temenku di UK juga kemarin nyari. Kadang beda-beda gitu ya di tiap wilayah. Atau mungkin rilisnya nggak barengan. Semoga nyusul ada di sana juga. 😀
LikeLike
Baru berani baca setelah nonton serialnya haha. Memang bagus. Setiap kali Kataro bilang, “baik” atau, “iya” tuh kayak udah gede banget. Soal tisu kenapa harus mahal dan dia pas sleepwalking tuh mengharukan.
LikeLiked by 1 person
Huhu.. iyaa, yang tisu itu aku baru tahu sih ada kebiasaan spt itu. Aku sampai googling tapi nggak nemu info yang relevan. Nonton 10 episode itu rasanya ikutan sayang sama Kotaro. Mau jadi tetangganya jg. Haha..
LikeLike
Blm langganan Netflix sih. Klo udah langganan, ntr ditonton deh.
LikeLike