Other Stories

Tiada Hari Tanpa Sepeda

Ala postingan instagram, #throwback Thursday alias #tbt kali ini saya mau membahas seputar sepeda. Di Belanda, bersepeda itu udah kayak bernapas (perumpamaan dari mana sih ini? Lebay juga ya.. 😏). Maksudnya, tiada hari tanpa bersepeda. Ke kampus, belanja ke pasar atau nongkrong ke Centrum, berkunjung ke rumah teman, piknik ke kincir angin belakang asrama, dan ke stasiun pun naik sepeda. Bahkan kalau mau bepergian ke luar kota, sepeda sampai menginap di parkiran stasiun berhari-hari.

Fun facts tentang sepeda di Belanda:

– Alih-alih road bike atau mountain bike, sepeda yang paling banyak dipakai sehari-hari adalah tipe seperti di foto ini, atau disebut juga oma fiets (secara harfiah artinya sepeda nenek 😁). Kalau di Indonesia biasanya dipakai ibu-ibu belanja dan ada keranjang di depannya. Hehe. Oh ya, kalau orang jawa menyebut sepeda itu pit. Nampaknya ini adalah serapan dari bahasa Belanda ya. Fiets –> pit.

– Karena sepeda adalah alat transportasi utama, penting dong membawa berbagai barang pakai sepeda, dari mulai belanjaan groceries sampai bawa tas dan buku teks kuliah. Makanya lazim sekali menemukan sepeda yang ada tasnya di belakang, ala ala pak pos. Cuma pak pos gak pakai motif bunga ngejreng gini ya. 😏

– Seaman-amannya di Belanda, anehnya, kalau buat sepeda nggak ada kata aman. Sering sekali terjadi pencurian sepeda. Mahasiswa bisa setahun ganti dua-tiga sepeda karena kecurian. Alhamdulillaah sepeda saya aman selama setahun. Padahal pernah dua kali lupa ngunci sepeda pas kursus bahasa Belanda malam-malam. Pas mau pulang baru inget dan langsung panik. Alhamdulillaah masih ada sepedanya, nangring cantik di parkiran. Kalau kata Sialormoon, “Ini keajaiban alam.” 😂

Ngomong-ngomong tentang kecurian, saya ‘hanya’ pernah kehilangan tas sepeda sekali (beserta jas hujan baru yang bagus dan lumayan mihil) di parkiran asrama dan hilang lampu sepeda berkali-kali (di beberapa tempat berbeda).

Baca juga: Cerita Sepeda

– Apa? Lampu sepeda? Iya, lampu sepeda. Barang printilan gitu juga jadi sasaran favorit para pencuri. Btw lampu sepeda ini adalah gear penting buat para pesepeda. Kalau hari mulai gelap, pesepeda wajib menyalakan lampu depan dan belakang. Kalau nggak pakai lampu, siap-siap aja bisa kena tilang polisi lalu lintas yang suka ada di mana saja. Tapi tentu itu karena lampu sepeda penting untuk keselamatan. Segitu banyak sepeda bertebaran di jalan, kalau malam-malam, bahaya juga kalau sampai tidak terlihat dan keserempet mobil, misalnya, karena sepeda tidak terlihat oleh pengendara lain.

Pada prinsipnya, yang penting pesepeda bisa diidentifikasi dari kejauhan. Banyak juga pesepeda yang — alih-alih naruh lampu di sepeda — mereka menggantung lampu di tas ranselnya (lampu sepeda seperti ini bekerja menggunakan baterai dan bisa jadi gantungan kunci :D). Ada juga yang pakai headlamp untuk pengganti lampu sepeda bagian  depan. Hehe.

***

IMG_20140127_155321_820
Bersepeda saat bersalju

Kalau saya bilang ‘tiada hari tanpa bersepeda’, sebetulnya ada juga kok hari–hari di mana jalanan lebih sepi sepeda. Misalnya, saat ada prakiraan angin kencang atau badai, biasanya orang-orang lebih memilih naik bis. Demikian juga saat salju tebal. Namun saya pernah juga coba-coba ke kampus bersepeda walau habis turun salju. Gampang? Oooh tentu tidak! :p Licin, ngeri-ngeri sedap, hampir kepeleset, makanya perjalanan jadi lebih lama dibandingkan biasanya. Tapi jadi pengalaman tak terlupakan.

Aaah.. jadi kangen bersepeda! Di Jogja saya sesekali bersepeda untuk olahraga. Itu pun nggak jauh-jauh sih, biasanya hanya blusukan ke kampung-kampung sekitar rumah. Bukan apa-apa, saya tuh takut bersepeda di jalan raya. Kendaraan bermotor garang-garang soalnya. Hiks. Belum lagi debunya. Luaaarr biasa. Kesemprot sama asap bus Trans Jogja tuh lumayan juga lho. Zzzz.

Punya pengalaman seru bersepeda? Sharing yuk. 🙂

1865143963390123180513

 

17 thoughts on “Tiada Hari Tanpa Sepeda”

  1. Ah saya juga pengen bersepeda ke tempat kerja, tapi tempat saya berbukit bukit.. bisa bengkak donk kakinya

    Pengalaman seru naik sepeda ketika menggunakan sandal swallow untuk rem depan, tinggal injak saja

    Liked by 1 person

    1. Hehe.. itu rem manual ya, pakai sandal jepit. 😀
      Kalau konturnya naik turun gitu pasti lebih capek ya buat sepedaan. Di Belanda hampir flat di mana-mana sih yaa konturnya, jadi memang pas untuk bersepeda.

      Like

    1. Hehe.. Aneh sih nggak kayaknya, Mas. Tergantung di mana dan orangnya tahan atau nggak. :p. Sebetulnya di Jogja ada jalur sepeda di jalan-jalan utama, tapi jalurnya bukan yang khusus gitu, jadi tetap bisa dilewati motor dan mobil juga.

      Like

    1. Hahaa.. Iya. Mungkin karena pengamanan sepeda cukup simple ya dibandingkan kendaraan lain, udah gitu habis dicuri bisa dipretelin. Ya jadi sekalian juga segala aksesorinya diambil. >_<

      Liked by 1 person

      1. Masya allah. Itu mah bener-bener laper. hahaha. . Sampai sekecil itu juga di embat. wqwqwqwq. . Kalo parkiran disana, bertingkat atau gimana buat sepeda?

        Like

    2. Di tempat-tempat yang padat seperti stasiun, parkiran sepedanya tingkat (maksudnya dalam satu lantai, rak sepedanya tingkat). Paling males kalau dapat di atas haha.. soalnya butuh usaha lebih.

      Like

  2. kayaknya disana sepeda merupakan kendaraan yang sudah menjadi budaya deh hahahaa… andaikan di indonesia kayak gitu kayaknya kemacetan bakal teratasi.

    *sampaikan ke pak gub hehe

    Like

    1. Iyaa.. Tapi mungkin juga karena di kota-kota di Belanda gak jalanan yang lebar banget kayak Jl. Sudirman, Jl Gatot Subroto, atau Jl Rasuna Said di Jakarta. Dan kontur daerahnya data, nggak naik turun sehingga bersepede lebih nyaman.

      Liked by 1 person

Leave a comment