Movies, Review

Mari Ber-Ziarah

Tepuk tangan penonton memenuhi salah satu ruang bioskop Empire XXI Yogyakarta begitu film yang diputar berakhir.  Muncullah di layar nama-nama pemeran dalam film tersebut: Mbah Ponco Sutiyem sebagai Mbah Sri, Rukman Rosadi sebagai Prapto, dan sederetan nama lain, yang umumnya bukan merupakan aktor dan aktris kondang. Dari deretan nama tersebut, ada pula nama Hanung Bramantyo yang menjadi cameo pada salah satu adegan.

Film tersebut adalah ‘Ziarah’, karya sutradara muda BW Purbanegara. Ziarah adalah film yang menceritakan seorang nenek berusia 95 tahun yang mencari makam suaminya, Pawiro Sahid (dalam film, beberapa tokoh menyebut Pawiro, sebagian menyebut Prawiro). Mereka terpisah pada Agresi Militer II semenjak Pawiro pamit kepada istrinya untuk maju ke medan perang. Tujuan Mbah Sri mencari makam suaminya tak lain karena ia ingin dimakamkan berdampingan dengan suami yang ia cintai tersebut.

Kembali ke bioskop kemarin malam. Tak lama setelah lampu bioskop menyala, berdirilah dua pemuda dari bangku baris depan yang ternyata merupakan produser dan art director film Ziarah. Sontak penonton pun kembali bertepuk tangan untuk memberikan apresiasi.

Saya merasa beruntung menjadi bagian dari penonton yang mendapat kesempatan berdiskusi langsung dengan para pembuat film ini. Beberapa penonton mengajukan pertanyaan mengenai film dan sebagian menyatakan apresiasinya. Tanpa diduga, ada pula penonton yang mengaku merupakan tetangga satu RT-nya Mbah Ponco di kampungnya. Dunia sempit ya. Hehe.

Mengapa penonton begitu antusias pada film ini? Berikut beberapa fakta unik dan kesan saya setelah menonton Ziarah.

 

  1. Peran Utama yang Anti-mainstream

Kalau biasanya tokoh utama adalah pria dan wanita muda yang tampan dan cantik, dalam Ziarah tokoh utamanya adalah seorang nenek berusia 95 tahun. Mungkin bukan pilihan yang ‘menjual’ jika tujuannya semata-mata untuk popularitas dan komersial. Namun karena kekuatan ceritanya, penonton pun merasa terbawa dalam perjalanan Mbah Sri. Meskipun baru kali pertama bermain film, akting Mbah Sri patut diacungi jempol. Tak heran jika ia dinominasikan sebagai Aktris Terbaik dalam ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2017.

 

  1. Mengingat Kembali Sejarah Kita

Sebagai orang muda yang hidup pada masa sekarang, mungkin tidak selalu mudah bagi kita untuk memahami dan berempati akan apa yang dilalui kakek-nenek (bahkan buyut) kita pada masa peperangan dahulu. Lewat film ini, kita diajak melihat dari sudut pandang orang tua dan para veteran dan dengan setia mendengarkan kisah-kisahnya. Ada kisah cinta, pengorbanan, persaudaraan, dan perjuangan. Dari beberapa kisah yang dituturkan, penonton juga turut merasakan kekhawatiran dan ketakutan yang melanda kala itu.

 

  1. Disisipi Dialog Jenaka

Ada dua kisah perjalanan dalam film ini. Pertama, Mbah Sri yang mencari makam suaminya. Kedua, Prapto, cucu Mbah Sri, yang mencari Mbah Sri yang pergi tanpa pamit. Dalam perjalanan tersebut, keduanya bertemu banyak warga lokal yang kemudian terlibat dalam percakapan-percakapan singkat. Di situlah ada percakapan dan adegan yang mencairkan suasana dan tak jarang mengundang tawa penonton. Jadi, bagi yang tidak terlalu suka film yang serius, tenang saja… Film ini sangat menghibur.

 

  1. Menyusun Puzzle

Entah mengapa, saat menonton film ini saya tiba-tiba teringat acara TV ‘Termehek-mehek’ yang sempat populer beberapa tahun lalu :D. Dalam acara ini, sang klien mencari seseorang dengan bertanya pada beberapa tokoh kunci. Nah, perjalanan Mbah Sri ini ya kurang lebih seperti di acara itu, minus drama yang berlebihan tentunya. Hehe. Mbah Sri mencoba mencari makam suaminya dengan berbekal informasi-informasi singkat dari tokoh penting yang dirasa punya jawaban atas pertanyaannya. Dari pertemuan dengan banyak orang itulah, penonton jadi seperti bermain detektif. Mencoba merangkai cerita dan mengaitkan cerita satu dan lainnya untuk mendapat jawaban.

 

  1. Stuntman Mbah Sri

Pada akhir film, saya perhatikan ternyata ada pemeran ‘stuntman Mbah Sri’. Wajar saja, pemeran Mbah Sri sudah sangat berumur dan mungkin terlalu berat baginya jika harus menjalani adegan berjalan kaki, naik bis, dan berbagai moda transportasi saat ia mencari makam suaminya. Tapi kalau tidak melihat credit filmnya, saya pasti tidak ‘ngeh’ akan hal ini.

 

  1. Penuh Nasihat dan Filosofi Hidup

Duh, sebenarnya banyak sekali kalimat yang ‘quote-able’ dari film ini. Sayangnya saya tidak hapal, apalagi dalam bahasa Jawa. Hehe. Intinya banyak sekali nasihat yang sampai secara implisit dari kesetiaan Mbah Sri dan berbagai percakapan tokohnya. Bahkan, yang saya salut, adegan yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan pencarian Mbah Sri (misalnya, warga yang gantung diri – no spoiler ya :D) bisa memberikan hikmah yang sangat mendalam.

Oh ya, saya ingat salah satu percakapan Prapto dengan calon istrinya yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih, “Kalau kita terlalu banyak mendengarkan perkataan orang lain, kita tidak akan bisa mendengarkan kata hati kita sendiri”.

 

  1. Plot Twist

Di tengah-tengah film, saya berpikir dalam hati, “Film yang bagus tidak selalu harus memiliki peran antagonis ya,” mengingat tokoh-tokoh di film ini tak ada yang terlihat jahat. Tetapi, tak lama setelah pikiran itu muncul, ternyata dugaan saya keliru. Ada tokoh yang melakukan sesuatu tanpa disangka-sangka. Ah, bagaimana bisa orang yang saya kira baik ternyata berubah dalam waktu satu malam? Nah, ternyata tokoh itu…

Ah, sudahlah. Tonton saja sendiri ya. 😀

Ziarah 2.jpg
Mari Ber-Ziarah agar film ini tetap bertahan di bioskop. 🙂 (Sumber: FB Film Ziarah)

Saya sangat merekomendasikan para pembaca untuk menonton film karya anak bangsa ini. Film tentang cinta sejati tanpa harus menggombal. Kisah tentang kesetiaan tanpa banyak bicara. Dan yang paling penting, kebesaran hati untuk berdamai dengan masa lalu dan melanjutkan hidup.

Aku padamu, Mbah Sri…

 

1865143963390123180513

Advertisement

6 thoughts on “Mari Ber-Ziarah”

  1. Lho ini ada creditnya? Wah aku kemaren abis filmnya langsung pulang aja. Tau gitu nunggu sampe credit usai. 😦

    Tapi masih bingung di penutupan akhir film, mksdnya ada orangtua bersama mbah sri menggali 2 petak tanah itu maksudnya apa yah?

    Like

    1. Huaaa.. jangan spoiler. :p
      Kalau kata yang bikin film, penonton bebas mengartikan endingnya. Jadi memang tidak diarahkan untuk satu kesimpulan tertentu dari adegan itu.

      Like

    1. Iya, pas nonton jadi ingat kakek-nenek dan buyut. Dulu nggak terlalu ingat cerita tentang buyut karena aku masih kecil waktu buyut meninggal. Lewat film ini, sedikit banyak jadi terbayangkan apa yang dilalui orang-orang zaman dahulu pada masa penjajahan Belanda.

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s