Other Stories

Bukan Tesis Biasa

“Mbak, tolong bacakan daftar isinya ya, Mbak…”

Tadi adalah sore kedua pertemuan saya dengan T, mahasiswi S2 jurusan Pendidikan di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Sebuah gang sempit di Jalan Parangtritis membawa saya menuju Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis). Di sana ada SLB dan MTsLB Tunanetra serta asrama bagi para siswa dan alumninya (yang kini sudah di jenjang perguruan tinggi). T merupakan salah seorang alumni sekolah tersebut.

Kunjungan singkat saya bukanlah sesuatu yang besar sebenarnya. Saya membantu T mengerjakan tesisnya yang sudah hampir rampung, sekadar melengkapi yang kurang di sana-sini, proofread dan mengoreksi typo, merapikan margin, dan membantunya merevisi dan menyesuaikan dengan masukan dari pembimbing tesisnya. Hal-hal tersebut adalah hal yang ‘sederhana’ untuk kita, namun untuk seorang tunanetra, tentu perlu usaha lebih.

IMG-20160901-WA0019
Mural di gerbang depan Yaketunis

Pada pertemuan pertama seminggu lalu, saya dibuat takjub dengan betapa mahir dan cekatannya ia dalam mengoperasikan laptop. Pada beberapa hal memang membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan orang kebanyakan, karena ia harus fokus mendengarkan suara dari laptopnya (ia dan rekan-rekan tunanetra lain menginstal program untuk membacakan setiap perintah di laptop). Pada awalnya ada rasa ingin membantunya sekadar untuk mengarahkan kursor atau mengklik folder karena tentu saya bisa melakukannya dengan lebih cepat, tapi saya kemudian mengurungkannya karena saya tahu ia mandiri dan ia bisa. Saya harus menghargai kemampuan dan kemandiriannya.

Setelah berkutat dengan koreksi typo, hari ini saya dimintai tolong membacakan sebuah buku referensi tesisnya. Dengan nada riang, T memberitahu bahwa setelah mencari ke sana-sini, ia akhirnya menemukan buku tersebut untuk melengkapi bagian kerangka teori. Dari T, saya tahu bahwa karena keterbatasan referensi dalam huruf braille, ia lebih banyak menggunakan referensi dari buku dengan tulisan biasa. Untuk mengetahui isinya, ia biasanya dibantu oleh teman dan para relawan. Sambil saya membacakan isi buku referensi, T manggut-manggut. Jika ada yang sesuai dengan topik yang ingin ditulisnya, jari-jarinya langsung dengan lincah menekan keyboard laptop dan menuangkan yang ingin ia tulis ke dokumen word.

Saya tertegun. Selama kuliah, mengerjakan skripsi, sampai mengerjakan tesis, terkadang ada rasa lelah dan kesulitan. Tetapi apalah artinya kesulitan itu ketika sebenarnya saya punya kapasitas yang lebih dari cukup untuk menghadapi dan menyelesaikannya? Diminta mencari referensi, saya bisa langsung membaca sendiri, tidak harus menunggu orang lain membacakan untuk saya. Ada olah data yang keliru, saya bisa coba mencermati dengan teliti satu per satu. Ada typo, saya bisa membaca ulang teksnya.

Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan? (QS Ar-Rahman: 13)

Setiap melihat T bergerak maju dengan penulisan tesisnya – sesedikit apapun itu – ada pelajaran berharga tentang kesabaran, kerja keras, dan pantang menyerah. Lewat tesisnya tentang fasilitas pendidikan untuk siswa tunanetra, T juga ingin berkontribusi untuk pendidikan tunanetra yang lebih baik pada masa mendatang.

“I am only one, but still I am one.I cannot do everything, but still I can do something; and because I cannot do everything, I will not refuse to do something that I can do.” (Helen Keller)

1865143963390123180513

10 thoughts on “Bukan Tesis Biasa”

  1. Kisah-kisah mengesankan ini, nanti akan menjadi cerita menarik di kemudian hari.
    keep spirit aja!

    Salam kenal dan terima kasih
    (dari blognya mbak intan, mampir dulu ke sini deh 🙂 )

    Like

Leave a comment