Eurotrip, Traveling

Gereja Misterius di Kapadokia

“Jadi kalian nanti ke kiri… kemudian ke kanan ya!” ujar seorang bapak penjual souvenir di Kapadokia (Turki: Kapadokya, bahasa Inggris: Cappadocia), Turki. Informasi itu ia sampaikan dalam rangka menjawab pertanyaan kami – saya dan Mbak Ami – mengenai arah ke Goreme Open Air Museum. Jarak ke museum tersebut katanya sekitar 1,5 km. Baiklah… rasa-rasanya kami kuat berjalan di bawah terik matahari musim panas Kapadokia. Memang tidak ada pilihan lain karena tidak ada kendaraan umum dan kami juga tidak ikut tur.

Goreme Open Air Museum merupakan salah satu lokasi atau atraksi wajib di Kapadokia selain balon udaranya yang tersohor itu. Disebut open air karena memang merupakan kawasan terbuka yang terdiri dari gugusan goa batu yang berusia sangat tua yang berdiri sejak abad ke-10 sampai dengan ke-12. Goa-goa batu itu merupakan gereja dan tempat tinggal orang-orang pada masa itu.

Pemukiman di Goreme, Kapadokia
Pemukiman di Goreme, Kapadokia
Salah satu cave hotel di Goreme
Salah satu cave hotel di Goreme

Dari jalan tempat toko souvenir berada, kami berbelok ke kiri saat melihat belokan pertama. Di jalan itu terdapat banyak penginapan. Tipikal penginapan di Kapadokia adalah bangunan dari batu. Ya, batu atau goa yang diberi pintu dan jendela (dikenal juga dengan instilah cave hotel). Hmm.. sepertinya seru juga menginap di sana. Namun kami tidak sempat merasakannya karena kami bermalam di rumah seorang Couchsurfer di kota Kayseri, sekitar 1 jam berkendara bus dari sana.

Jalan yang kami susuri itu semakin menanjak. Saya yang sok bijak menanamkan dalam diri bahwa untuk mencapai suatu tempat yang (katanya) spektakuler, tantangan seperti ini tidak boleh menggoyahkan saya. Saya dan Mbak Ami terus berjalan tanpa banyak mengeluh (iya…kami juga sempat mengeluh sih..tapi sedikit :p). Mungkin karena dengan semakin menanjak, kami dapat melihat pemukiman Goreme dari atas. Gersang, panas, berwarna pucat, namun begitu menarik pandangan mata kami. Pemandangan yang tak biasa.

Namun, semakin lama jalanan semakin sepi. Rumah dan penginapan sudah tidak tampak. Kami pun tidak berpapasan dengan wisatawan lain. Apakah tidak banyak orang yang menuju Goreme Open Air Museum? Atau ini adalah jalan pintas sehingga tidak banyak orang yang tahu?

Sepi
Sepi
Penunjuk arah (foto: Ami)
Penunjuk arah (foto: Ami)

Dalam keraguan tersebut kami diyakinkan oleh penunjuk arah bertuliskan ‘churches’. Kami terus mengikuti arah tersebut dengan keyakinan bahwa Goreme Open Air Museum terdiri dari gereja-gereja tua. Selama perjalanan, kami berpapasan dengan beberapa orang yang berjalan berlawanan arah dengan kami. Meskipun jumlahnya bisa dihitung dengan jari, kami merasa semakin ada harapan.

Kalau jaraknya memang 1,5 km seharusnya kami akan segera sampai. Akan tetapi sejauh mata memandang, yang ada masih padang rumput kosong dan hamparan bebatuan di bawah sana. Kami ragu, namun rasanya tak ada alasan untuk berbalik arah setelah sejauh ini. Kami menduga ini memang jalan pintas.

Sementara itu, udara semakin panas, entah berapa suhunya. Waktu menunjukkan hampir tengah hari. Kami meminum air sedikit-sedikit dari botol yang kami bawa, demi bisa bertahan hingga perjalanan turun nanti (saat itu Ramadhan namun kebetulan kami sedang tidak berpuasa). Sampai akhirnya kami melihat penunjuk arah yang kesekian dengan keterangan yang lebih lengkap: Karabulut Kilisesi atau Karabulut Church. Pada penunjuk arah tersebut terdapat pula gambar gerejanya. Kami seolah tak percaya melihat gambarnya. “Hah? Sekecil ini?” Dan tak lama kami sampai di gereja itu, sebuah batu — sebagaimana kebanyakan batu di Cappadocia – dengan tinggi tak jauh berbeda dengan tinggi badan kami. Jadi ini gereja yang sedari tadi dimaksud oleh penunjuk arah? Bukan Goreme Open Air Museum? Lemas rasanya lutut kami.

Hening.

Tak lama kemudian kami berdua tertawa. Hahaha… begitulah cara yang paling ampuh jika menemui hal-hal tak terduga saat traveling. Jadi ternyata kami salah jalan.

Lalu kami pun berfoto di depan batu gereja itu.

Cheers!

Nah, ini dia gerejanya!
Nah, ini dia gerejanya!
Kami takjub melihat satu-satunya manusia lain selain kami di puncak sekitar gereja. :D
Kami takjub melihat satu-satunya manusia lain selain kami di puncak sekitar gereja. 😀

Benar-benar perjalanan yang tak terlupakan.

Lho, jadi mana cerita Goreme Open Air Museum-nya?

Mungkin akan ada di tulisan selanjutnya. 😉

1865143963390123180513

.

18 thoughts on “Gereja Misterius di Kapadokia”

  1. Sukses bikin ngakak tulisannya (sewaktu baca judulnya udah curiga & senyum2 sendiri hihi…). Salah satu petualangan epik yg takkan pernah terlupakan. Jadi membayangkan ketika ‘Hening’, ada bunyi ‘krik…krik’ atau kalo di kartun Jepang suka ada suara burung gagak ‘kaak..kaak’ atau ada sebutir keringat di kepala dan penggambaran tokoh dgn mata menyipit sampe cuma segaris. Tapi pada akhirnya bisa juga menemukan penghiburan dengan berfoto bersama Gereja Misterius di Kapadokia ^^

    Like

    1. Begitulaaah… Seperti biasa, kita ambil hikmahnya saja ya ceuuu… Hahaha.. 😀
      Iya kalau dikartunin bisa juga dengan posisi terjungkal dari kursi. Gubrak!

      Like

  2. Gak apa lah pakai nyasar ya Mbak Masya..Tempatnya begitu eksotis..Gereja kok kecil banget ya. Gimana caranya orang beribadah di dalam?

    Like

  3. Kapan ke kapadokya mba? saya bulan kemarin juga baru kesana…. kalo main ke sana lagi, saya saranin mending sewa sepeda (2 jam 10TL). Kalo jalan kaki bisa tekor… hehe

    Btw, kok gereja yang di open air museum yang itu? bukannya yang di tebing terus didalem banyak lukisan dinding itu ya?

    Like

    1. Saya ke sana setahun lalu. Hehe.. Makasih sarannya. Amin..amin.. Semoga bisa ke sana lagi. Kalau sepedaan lumayan juga ya.. soalnya kontur daerahnya naik turun gitu. Tapi itung2 olahraga. 😀
      Lebih enak lagi kalau ikut arranged tour aja sih ya… mengingat banyak destinasi yang nggak bisa dicapai dengan jalan kaki dan nggak ada angkutan umum.

      Yang foto di atas kan ceritanya saya kesasar. Jadi memang bukan Open Air Museum. Cerita pas ke sana belum ditulis di blog.

      Like

Leave a comment