Movies, Review

Kapan Kawin? (2015)

“Kita nonton yuk!”

Awalnya saya agak kaget ketika pada suatu pagi Chendra mengusulkan untuk menonton film komedi romantis. Film itu adalah ‘Kapan Kawin’ yang kebetulan sedikit dibahas pada salah satu episode Kick Andy dan pada sebuah bincang-bincang di Kompas TV yang kami tonton. Tumben amat, biasanya kan sukanya film laga atau balap-balapan.

Saya ingat salah satu hal yang disampaikan produser filmnya, yaitu Robert Ronny, bahwa kebanyakan film komedi Indonesia akhir-akhir ini cenderung tidak memilih aktor dan aktris terbaik. Padahal memerankan film komedi merupakan suatu tantangan tersendiri. Oleh karenanya, sang produser memilih Adinia Wirasti dan Reza Rahadian sebagai tokoh utamanya. Selama ini, bagi saya pribadi, adanya Reza Rahadian seakan menjadi sebuah garansi film berkualitas. Namun, film komedi romantis? Ah tunggu dulu…

headline-3

Baiklah, mari kita melihat rekam jejak Adinia Wirasti. Saya pertama mengenalnya lewat Ada Apa Dengan Cinta (2002). Saat itu ia memerankan Karmen, sosok yang tomboy dan sporty. Film-filmnya yang lain di antaranya Tentang Dia (2005), 3 Hari untuk Selamanya (2007), Arisan! 2 (2011), dan Laura & Marsha (2013). Lewat Laura & Marsha inilah ia menjadi Aktris Terbaik FFI 2013. Sedangkan akting Reza Rahadian pertama kali saya saksikan lewat film Perempuan Berkalung Sorban (2009). Dalam kemunculan awalnya, ia menyabet gelar Aktor Pembantu Terbaik FFI 2009. Saya mafhum karena aktingnya memang bagus. Ia sukses memerankan pria kejam yang menyebalkan. Akting Reza Rahadian kemudian diasah dan dimantapkan melalui beberapa film selanjutnya, di antaranya Alangkah Lucunya (Negeri Ini) (2010), 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta (2010), Habibie & Ainun (2012), Perahu Kertas (2012), Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (2013), dan Pendekar Tongkat Emas (2014). Dalam film-film tersebut, Reza berhasil memerankan berbagai tokoh yang amat sangat berbeda satu sama lain. Ia tak pernah tinggal di zona nyaman.

Kembali ke ‘Kapan Kawin’, tema film ini yaitu tuntutan orang tua dan masyarakat kita pada umumnya yang memandang wanita pada usia tertentu sudah harus menikah. Jika melihat pemeran utamanya, tentu tak perlu diragukan. Namun, mengetahui bahwa film ini menceritakan seorang wanita usia 33 yang rela menyewa pacar bayaran untuk dikenalkan kepada keluarganya, saya merasa ini klise. Pada 2009, film The Proposal menampilkan cerita yang hampir serupa.

Keraguan saya akan ‘Kapan Kawin’ ternyata makin lama makin tidak terbukti. Meskipun dalam beberapa hal ada komedi yang terasa agak berlebihan, secara umum film ini mampu menampilkan komedi, keromatisan, dan drama keluarga pada porsi yang sesuai. Ditambah lagi, tokoh Dinda (Adinia Wirasti) dan Satrio (Reza Rahadian) memiliki karakter yang sangat kuat. Dinda adalah wanita mandiri, pekerja keras, dan amat menyayangi keluarganya. Ia bahkan sering mengesampingkan perasaan dan  kepentingan pribadinya demi membuat orang lain – terutama orang-orang terdekatnya –  senang. Sementara Satrio adalah pria seniman idealis yang mengaku dirinya aktor kelas atas. Idealismenya menyebabkan ia lebih suka menjadi seniman jalanan dibandingkan artis sinetron. Ia cenderung spontan, asal, dan apa adanya, namun ketika sudah berkomitmen akan suatu hal atau pekerjaan, ia akan menjalankannya dengan total. Konon, sebelum Adinia Wirasti dan Reza Rahadian syuting, mereka lebih lama menghabiskan waktu untuk mendalami peran dibandingkan untuk latihan membaca naskah. Saat syuting pun keduanya kemudian banyak melakukan improvisasi dialog. Sutradara membiarkannya selama mereka masih dalam jalur yang semestinya.

Film yang berdurasi hampir dua jam ini tidak sempat membuat saya bosan menontonnya. Alur ceritanya mengalir, perkembangan hubungan Dinda dan Satrio pun berjalan wajar. Diwarnai oleh drama keluarga, film ini juga memberikan kita ruang untuk berefleksi. Wajar jika kemudian film ini tidak hanya layak direkomendasikan untuk anak muda namun juga untuk para orang tua. Hubungan anak dan orang tua yang dihadirkan dalam film ini bisa jadi merupakan representasi dari sebagian keluarga di sekitar kita. Konflik dan penyelesaiannya pun dibuat sedemikian rapi. Selama menonton film ini, saya diajak tertawa lepas dengan spontanitas dan kelucuan Satrio (juga kekonyolan tokoh Bendot dan Ayah Dinda), juga terbawa sesak dan terharu dengan konflik keluarga Dinda. Mood film ini begitu dinamis, sampai-sampai saat adegan sendu dan saya mulai mellow, tokoh Satrio menghampiri Dinda dan dengan spontanitasnya membawa mood kembali lucu dan ceria.

Di luar itu, saya merasakan bahwa film ini menyisipkan kritik-kritik akan dunia seni peran di Indonesia. Misalnya saat Satrio menolak disamakan dengan artis sinetron dan mengatakan bahwa akting pemain sinetron itu ada di level yang rendah, juga saat ia mengkritisi hak aktor dan aktris yang seharusnya memiliki jam kerja yang definitif (dalam film ini, Satrio konsisten dengan jam kerja selama 16 jam per hari). Bisa jadi ini merupakan sindiran terhadap sinetro stripping. Entahlah.

Meskipun dari segi ide cerita tidak bisa dibilang terlalu istimewa, namun ‘Kapan Kawin’ berhasil mengombinasikan kekuatan dialog dan pemain berkualitas dengan apik. Selain tokoh utamanya, film ini didukung oleh Adi Kurdi (memerankan Gatot, Ayah Dinda), Ivanka Suwandi (memerankan Dewi, Ibu Dinda), Feby Febiola (memerankah Nadia, kakak Dinda), Erwin Sutohardjo (memerankan Jerry, suami Nadia), dan Firman Ferdiansyah (memerankan William, anak Nadia dan Jerry). Selain itu, penonton juga akan mendapat bonus pemandangan indah lanskap pedesaan dan pantai Yogyakarta sebagai latar cerita.

Saya keluar studio bioskop dengan perasaan puas. Seperti biasa, saya dan Chendra akan melanjutkan acara menonton film dengan sesi diskusi selama perjalanan pulang ke rumah (dan biasanya akan terus menjadi trending topic selama beberapa hari setelahnya. Hehe…). Another good Indonesian movie that is worth watching.

1865143963390123180513

30 thoughts on “Kapan Kawin? (2015)”

  1. Dulu ingiiin sekali nonton filmnya. eh, keburu pindah. Sekarang nunggu keluar di youtube aja. Jauh hehe. Thanks for reviewnya yaa. Nampak bagus rupanya, Adinia wirasti sejauh ini juga tidak pernah mengecewakan 🙂

    Like

      1. Pindah sini2 aja hehe. Aku penggemarnya Adinia, makanya selalu ngikutin filmnya. Suka banget dengan aktingnya. Natural pas ga berlebihan 🙂

        Like

      2. Aku pindah ke negara tempat kamu dulu kuliah. Aku kok jadi lupa kamu dulu kan di Groningen ya haha. Aku di Den Haag Maisya :). btw, aku sukaaa lho sama kegiatan kamu kirim2 kartu pos (ngintip IG). Dulu akupun begitu. Entah kenapa kok berhenti tengah jalan.

        Like

      3. Iya Mbak, dulu aku di Groningen. Sekarang lagi dingin banget dong yaa di Belanda…
        Hehe..iya aku suka berkirim kartupos. Old style tapi menyenangkan. 😉

        Like

    1. Aku pun kebetulan karena dapat infonya di Kick Andy dan Sapa Indonesia-nya Kompas TV. Kalau suami nggak ngajak juga nggak nonton kayaknya…karena awalnya aku nggak punya ekspektasi yg tinggi ke film ini. Ternyata bagus. 🙂

      Like

  2. Pertama liat cuplikannya di net langsung mau nonton mai, baca reviewnya maisya ternyata emang seru yah, jadi pengen makin nonton, mudah-mudahan dicilegon pendingnya nggak lama-lama amat yah,hehee

    Like

Leave a comment