Indonesia, Traveling

Misi Rahasia ke Gunung Api Purba Nglanggeran

Suasana Nglanggeran terlihat dari puncak
Suasana Nglanggeran terlihat dari puncak (foto: Chendra)

Beberapa akhir pekan belakangan ini saya jarang jalan-jalan. Seringkali akhir pekan dihabiskan untuk rapel beres-beres rumah, belanja kebutuhan sehari-hari, ataupun istirahat dan leyeh-leyeh. Menulis pun tidak. Sampai-sampai kata Rinta via Twitter, “kamuuuu kok gak pernah keliatan di WP, sibuk ya cha?” Glek. Sibuk bermalas-malasan mungkin iya. Ditambah musim hujan begini jadi enggan keluar rumah.

Saya dan suami saya, Chendra, pun sadar bahwa kami membutuhkan penyegaran. Karena sudah lama ingin mencoba mendaki santai ke gunung api purba Nglanggeran, kami bersepakat untuk pergi ke sana akhir pekan lalu. Semesta pun berkonspirasi memberikan sinar mentari yang cerah ceria. Alhamdulillah jadi tambah semangat.

Sekitar pukul sembilan pagi, saya dan Chendra sampai di Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba & Embung Nglanggeran (panjang yaaa namanya). Kawasan ini terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul. Berdasarkan informasi dari googlemaps sih jaraknya 27 km dari rumah kami di daerah selatan Yogyakarta. Untuk memeroleh tiket, kami membayar Rp7.000 per orang ditambah biaya parkir Rp5.000 per mobil. Murah meriah kan… daripada jalan-jalan ke mal kemudian nongkrong cantik di kafe…kemudian belanja baju…kemudian belanja sepatu… (ah sudahlah…).

Berbicara mengenai namanya, gunung nglanggeran ini disebut gunung api purba karena aktif sekitar 60 – 70 juta tahun yang lalu. Kalau dilihat sekarang, bentuknya adalah batu-batu besar yang menjulang. Konon batuan itu bersifat menyerap seperti spons sehingga menyimpan cadangan air di bawahnya. Kemudian, ada cerita pula di balik nama Nglanggeran. Asal kata ‘nglanggeran’ adalah ‘nglanggar’ yang dalam bahasa Jawa artinya melanggar. Hal ini berkaitan dengan legenda setempat tentang seorang dalang yang menghukum warga Nglanggeran yang merusak wayangnya. Sang dalang murka kepada warga, mengutuk warga tersebut menjadi wayang, kemudian membuangnya ke bukit Nglanggeran.

Untuk menuju puncak gunung yang terbentuk dari karst atau kapur ini, kami menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam. Itu sudah termasuk berhenti untuk berfoto dan beristirahat di beberapa titik. Memang tidak terlalu lama karena tingginya pun hanya 700-an meter dpl.

Namun demikian, mendaki gunung ini bukannya tidak menantang. Tak jauh dari titik awal pendakian, kita akan disambut dengan jalanan sempit yang diapit dua batuan besar. Jalan sempit ini hanya bisa dilewati satu orang sehingga pendaki harus antre. Selain itu, ada pula sebagian jalur yang berupa batuan sehingga untuk mendakinya perlu berhati-hati. Tetapi, adanya tali pengaman di sisi-sisinya terasa cukup membantu dalam hal keamanan.

Yang saya sukai dari area gunung purba ini adalah pengelolaannya yang baik. Terlihat dari banyaknya tempat sampah di sepanjang jalur, shelter atau tempat istirahat yang nyaman, papan penanda arah yang jelas, serta papan imbauan yang mengajak pendaki agar senantiasa tertib dan menjaga kebersihan. Oh ya, jalur naik dan turunnya juga dibuat berbeda sehingga jalan tidak terlalu padat.

Saat saya dan Chendra mendaki, sepertinya ada beberapa rombongan yang baru turun setelah camping di atas gunung ini. Ada beberapa area camping di atas gunung ini. Camping menjadi opsi menarik karena dengan bermalam di sana, kita bisa menyaksikan matahari tenggelam dan atau matahari terbit dari puncak. Pasti cantik sekali.

Kami mencapai puncak sekitar pukul 10.30. Saat itu cuaca masih panas namun di beberapa sudut langit sudah terlihat awan hitam menggantung. Dari puncak, kami disuguhkan pemandangan yang menghijau. Di bawah sana, terlihat pula embung Nglanggeran. Menurut Wikipedia, embung atau cekungan penampung (retention basin) adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur dan menampung suplai aliran air hujan serta untuk meningkatkan kualitas air di badan air yang terkait (sungai, danau). Beberapa kegunaannya yaitu untuk menjaga kualitas air tanah, mencegah banjir, hingga pengairan. Embung Nglanggeran ini dimanfaatkan warga sekitar untuk pengairan sawah.

Brought up the pride of University of Groningen :D (foto: Chendra)
Brought up the pride of University of Groningen 😀 (foto: Chendra)

Pssst… sebenarnya saya punya misi khusus juga dalam pendakian Nglanggeran ini. Jadi ceritanya saya pernah membantu sebuah proyek promosi fakultas saya sewaktu kuliah di University of Groningen (RUG) tahun lalu. Saya juga sekaligus menjadi duta RUG dari fakultas saya. Salah satu tugasnya adalah membawa hoodie gratisan yang keren ini keliling dunia. Hehe… Tadaaaa! Hoodie RUG akhirnya sampai di puncak gunung api purba Nglanggeran. 😀

1865143963390123180513

26 thoughts on “Misi Rahasia ke Gunung Api Purba Nglanggeran”

    1. Aku pun baru tahu beberapa tahun belakangan ini, Mbak. Mungkin dulu pengelolaan dan promosinya belum sebaik sekarang. Entahlah.
      Kapan-kapan kalau ke Jogja sempatkan ke sini, Mbak Fe. Lumayan buat olahraga dan refreshing hehe..

      Like

  1. wah aye baru tawu ini. Dulu cukup sering maen ke daerah Gunung Kidul dan sekitarnya, tapi baru tahu kalo ada eco-tourism gunung purba. Sankyuu neng sudah nge-review. Pengen ke sana ntar pas udah ada temen hidup yang jadi teman jalan-jalan (*kode) 😉

    Like

Leave a comment