Other Stories

Random Facts about My Wedding

Seminggu setelah hari pernikahan saya dan Chendra pada 28 Desember 2013, saya sudah harus terbang lagi ke Belanda. Hal itu memang sudah direncakan sejak lama dengan mengacu pada kalender akademik kampus. Tanggal 6 Januari 2014 kegiatan perkuliahan dimulai kembali dan mengingat sudah mendekati ujian, rasanya riskan untuk memperpanjang libur.

Saya mengenal Chendra sejak 2002, kami teman seangkatan di SMA. Meskipun demikian, saya baru mengenalnya lebih dekat dan bersahabat saat kami berkuliah di Jogja. Tak lama setelah itu ia pindah kuliah ke Jakarta. Kalau dipikir-pikir, dari dulu kami memang lebih banyak berjauhan.

2007: Chendra di Jogja, saya pertukaran pelajar ke Korea

2008: Pada awal tahun, saya kembali ke Jogja. Kemudian pada pertengahan tahun Chendra pindah kuliah ke Jakarta.

2009: Saya di Jogja, Chendra di Jakarta.

2010: Saya lulus kuliah kemudian pulang ke Bekasi dan bekerja di Jakarta. Chendra juga di Jakarta.

2011: Saya bergabung dengan Indonesia Mengajar, mengikuti pelatihan intensif selama tujuh minggu kemudian berangkat ke Bawean untuk bertugas sampai 2012.

2012: Chendra berkunjung ke Bawean untuk mengerjakan tugas akhir (modus kali ya.. sekalian ketemu saya haha..). Setelah saya selesai bertugas di Bawean, saya bekerja di Jakarta sedangkan Chendra bekerja di Bandung.

2013: Saya masih bekerja di Jakarta dan Chendra pindah bekerja di Jogja sejak awal tahun. Pada bulan Juli, Chendra melamar saya, sebulan kemudian saya berangkat ke Belanda.

Hufff… sedikit banget ketemunya ya? 😀

Namun ternyata saat berjauhan itulah benih-benih cinta mulai muncul (waduh..bahasanya :p). Lucky I’m in love with my bestfriend.

Akad nikah (kanan) dan resepsi (kiri). Foto oleh Chasan Bayu.
Akad nikah (kanan) dan resepsi (kiri). Foto oleh Chasan Bayu.

Karena berbagai hal, Allah baru mengizinkan kami menikah akhir tahun ini pada waktu yang tak pernah kami duga sebelumnya. Many people might think it’s such a rush to hold wedding in between my study. “Kenapa nggak nunggu tahun depan aja sih?” Tapi kami yakin selalu ada hikmah di balik semua hal. Karena menikah itu niatnya untuk ibadah, buat apa menunda-nunda lagi kan? Lagipula pernikahan ini memang sudah direncakanan sebelum ada pengumuman bahwa saya mendapatkan beasiswa. Bismillah.

Sebetulnya tidak bermaksud terlalu banyak curhat di postingan ini. Sekadar mau berbagi cerita seputar pernikahan kemarin. Let’s call it random facts karena ada yang lucu, menyenangkan, mengharukan, dan ada yang agak sedih juga.

Persiapan

Banyak yang bertanya bagaimana persiapan pernikahannya padahal saya ada di Belanda. Sebelum saya berangkat, kami sudah bertemu dengan pihak wedding organizer (WO) dan memilih pakaian yang akan dikenakan untuk akad dan resepsi. Selain itu, hal-hal mendasar seperti warna dan tema pernikahan sudah ditentukan pula (tentunya kami memilih warna favorit kami, yaitu biru, yang dipadukan dengan warna emas).

Setelah itu, saya harus banyak-banyak berterima kasih terutama kepada Mama yang menjadi pemeran utama dalam menyiapkan semuanya. Tentunya juga dengan bantuan papa dan keluarga suami yang direpotkan oleh ini dan itu.

Penampakan souvenirnya: kalender meja yang bisa didisplay dalam berbagai bentuk. Dan yang paling penting kalender ini nggak ada foto kitanya kok. Haha..
Penampakan souvenirnya (dari instagram Teh Fitri, tetangga): kalender meja yang bisa didisplay dalam berbagai bentuk. Dan yang paling penting kalender ini nggak ada foto kitanya kok. Haha..

Suami juga cukup sibuk karena mendesain dan mencetak undangan dan souvenir sendiri. Meskipun lelah tapi hasilnya sangat memuaskan. I know he’s so talented! 😉

Cincin

Waktu lamaran, cincin saya cukup dikenakan di jari manis kiri. Namun karena terlalu ngepas, kami memutuskan menambah ukurannya agar bisa dikenakan di jari manis kanan. Awalnya kami meminta dinaikkan satu ukuran saja namun si pembuat cincin memberi masukan agar dinaikkan dua ukuran untuk antisipasi jika nanti saya tambah gemuk, apalagi kalau sudah menikah dan hamil. Kami langsung setuju saja. Eh ternyata setelah itu malah jadi kebesaran.

Saat saya kembali ke Indonesia seminggu sebelum hari pernikahan, kami berencana mengecilkan kembali cincin tersebut. Tapi Mama bilang tidak usah karena takutnya nanti malah belum selesai pas hari H. Jadi kami pasrah saja lah, yang penting cincin itu tidak jatuh dari jari manis kanan saat prosesi tukar cincin setelah akad nikah.

Dan…terjadilah keajaiban. Sehari sebelum hari pernikahan, entah bagaimana kok ya cincin itu pas banget di jari manis kanan. Begitu pula saat hari H. Hehe… Namun keesokan harinya kebesaran lagi. Memang benar keajaiban kan ya? 😀

Adik dan kruk

Adik laki-laki saya, Syauqi (bungsu), mengalami kecelakaan di lapangan bola beberapa minggu sebelum kepulangan saya. Kaki kanannya retak setelah sebelumnya baru sembuh karena patah, juga karena bermain sepak bola (maklum lah calon atlet hehe..latihan dan tanding bola terus).

Karena tekadnya yang kuat, kakinya relatif lebih cepat pulih meskipun masih harus menggunakan kruk. Saat harus berfoto, ia bisa berusaha berdiri tegak tanpa kruk beberapa saat, setelah itu pakai kruk lagi.

Foto bersama keluarga inti. Syauqi ketiga dari kiri, bertahan berdiri tanpa kruk. ;)
Foto bersama keluarga inti. Syauqi ketiga dari kiri, bertahan berdiri tanpa kruk. 😉

Setelah acara resepsi, dia mengeluh capek. Bukan karena harus menggunakan kruk, namun karena setiap orang menanyakan apa yang terjadi padanya dan ia harus berulang kali menjelaskan. Hehehe…

Sahabat bernama Yani

Yani adalah sahabat saya sejak SMA. Di tengah kesibukannya dalam studi spesialis anak di UI (termasuk jadwal jaga yang cukup padat), ia menyempatkan diri menemani saya di hari yang sangat penting ini. Malam sebelum hari H, Yani baru selesai jaga di rumah sakit pada pukul 23.30. Dari sana ia langsung meluncur menuju hotel tempat saya menginap. Lewat tengah malam ia baru sampai. Malam itu, sebelum tidur kami sempat mengobrol tentang banyak hal sekaligus melepas rindu karena beberapa bulan tidak bertemu.

Kami bangun pukul empat pagi, mandi, dan bersiap menuju lokasi akad dan resepsi. Saya mulai dirias pada pukul 05.30, Yani juga dirias di ruangan lain bersama beberapa anggota keluarga saya. Saat Yani sudah selesai, ia ke ruang rias saya sekadar ‘menonton’ calon pengantin sambil mengobrol. Saya saat itu kelaparan dan khawatir kalau nanti perut saya berbunyi krucuk-krucuk saat akad berlangsung hehe.. Pihak WO membawakan saya sepiring lontong dan Yani dengan sabar menyuapi saya sambil dirias.

Yani (paling kiri) bersama kedua adik saya, Aini dan Nadia (kebaya warna emas), serta sepupu saya Tami.
Yani (paling kiri) bersama kedua adik saya, Aini dan Nadia (kebaya warna emas), serta sepupu saya Tami.

Saat resepsi berlangsung, ada foto bersama dengan guru-guru dan teman-teman SMA. Namun, dimana Yani? Yani tidak ada di Antara teman-teman di pelaminan. Pandangan saya menyapu seluruh ruangan tapi tidak juga menemukan Yani. Saat sudah mendekati akhir acara resepsi dan tamu semakin sedikit, muncullah Yani yang cengegesan mendekati pelaminan.

“Yaniii..kemana aja? Tadi kita cariin. Anak-anak IC (MAN Insan Cendekia) udah foto bareng tadi.” kata saya dan Chendra.

“Gue ketiduran di pojokan sana, Cha. Ngantuk berat. Duhh maaf nggak foto bareng deh.”

Saya ingin tertawa dengan kepolosan Yani sekaligus terharu. Seminggu sebelumnya Yani juga menghadiri pernikahan sahabat kami, Perlita dan Dudin, setelah sebelumnya jaga di RS sampai malam. Minggu ini pun demikian. Yani rela menunda istirahatnya dan menyimpan sejenak lelahnya untuk hadir di momen penting sahabatnya, meskipun akhirnya ketiduran di tengah keramaian, hehe…

Terima kasih, Yani sayang. :*

Kado Spesial dari Bawean

Hmm… untuk cerita yang satu ini saya tulis di postingan terpisah deh hehe… Semoga segera ada waktu lagi untuk menulis.

 ***

Btw ternyata berpisah setelah menikah itu rasanya beda ya. Honeymoon beberapa hari kemudian lanjut stay di rumah mertua dan orang tua, totalnya hanya seminggu. Semacam kaget seminggu penuh bareng suami (ya sebelumnya nggak pernah bareng-bareng terus dong) dan tiba-tiba ada yang hilang aja gitu. Saya nggak pernah sesensitif ini saat akan meninggalkan rumah.

Malam itu, suami menemani dan membantu saya packing. Barang-barang (kebanyakan makanan sih haha..) yang tadinya berceceran dan terlihat banyak akhirnya bisa muat juga ke dalam koper saya yang memang tidak terlalu besar. Setelah itu, kami solat isya berjamaah (momen solat berjamaah adalah salah satu momen paling berharga dan paling dikangenin :”)). Seperti biasa, setelah solat suami wirid dan doa, saya mengamini. Di antara banyak hal, yang selalu muncul dalam doa adalah semoga kami menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Dan semoga masing-masing dari kami bisa menjadi suami-ayah dan istri-ibu yang baik. Amin.

Namun malam itu ada doa berbeda dari hari-hari sebelumnya.

“Ya Allah… berikanlah keselamatan untuk istriku sebelum, saat, dan sesudah perjalanan. Lancarkanlah segala urusannya, mudahkanlah studi dan thesisnya, Ya Allah…” dan seterusnya.

Saya seolah diingatkan bahwa kami akan segera berpisah lagi. Di situ mata saya mulai berkaca-kaca. Seusai doa, saya langsung memeluknya dan tangis saya pecah begitu saja (aaaak…dan sekarang pengin nangis lagi rasanya). Allah yang Mahabaik sudah memberikan suami yang begitu baik buat saya. Dan meninggalkannya untuk kembali ke Belanda bukanlah sesuatu yang mudah. Saya berpikir apakah saya cengeng? Namun kemudian saya tersadar bahwa menangis adalah sebuah cara bagi kita untuk jujur terhadap perasaan kita sendiri.

Punthuk Setumbu, Borobudur, Magelang
Punthuk Setumbu, Borobudur, Magelang
Yogyakarta
Yogyakarta
Now I have a loyal travel mate. :)
Now I have a loyal travel mate. 🙂

Dan di sela-sela tangisan itu saya juga mendoakannya. Semoga Allah SWT memberikan kelancaran dalam segala urusannya, melimpahkan rezeki yang halal dan barokah, serta kami sama-sama diberikan kesehatan dan umur untuk dapat berjumpa lagi beberapa bulan mendatang.

I love you, dear husband.

1865143963390123180513

70 thoughts on “Random Facts about My Wedding”

    1. Hehe.. Iya, Mbak. Orang zaman dulu yang LDR lebih berat ya cobaannya. Dulu mama-papaku juga jauhan pas papa kuliah S2, biasanya komunikasinya lewat telepon (rumah) dan surat. Mama suka kirim foto2 adekku yang waktu itu masih bayi karena pas lahiran papaku lagi di Aussie.
      Sekarang enak pakai skype. Kalau suami tidur, skypenya dibiarin tetep nyala aja. Biar berasa bareng hehe..

      Like

  1. ichaaaaa congrat yaaa.. sedih bacanya seminggu bersama langsung pisah, tapi bisa nyusul kan? toh kuliah ga bakalan lamalama.. semoga langgeng jaya abadi.. ku kangen solat bareng itu chaaaaaa.. indah rasanya…

    Like

  2. belom afdol kalo belum ngucapin disini 😀
    Selamat ya Icha dan Chendra, selamat berjuang menjalani LDM
    semoga koneksi internet dan telepon selalu lancar jaya *curhat sesama LDM*

    Like

  3. baarakallahu laka wabaaraka alayka wajama’a baynakumaa fii khair…
    Selamat menjadi keluarga bahagia, sakinah, mawaddah warrahmah, mbak Icha..
    seneng sekali mendengar berita bahagia ini..
    udah lama ga posting karena persiapan nikah, yah? hehehehe… 😀 😀

    Like

      1. Kak ichaaaaa aku terharu ngebacanya. Aplgi bagian yg kk nangis shbs solat. Sing tegar nan sabar ya kak. Insya Allah lancar kuliahny lalu segera ketemu suami deeeeh.

        Like

  4. wah selamat ya mbak.sakinah mawadah warrahmah.gak pernah blogging kayaknya (mungkin lagi nyiapin pernikahannya nih) 🙂

    Like

      1. iya mbak.skg kembali ke belanda lagi ya :), wah ternyata dapat temen lama ya..beda jauh ceritanya dengan saya (tp belum pernah saya tulis di blog) bsk aja nulisnya klo pas ultah pernikahan :))

        Like

      1. Hihi, sudah pernah bertukar sapa kok sebelumnya. 😛

        Aamiin, semoga tetap diberi kelancaran ya untuk studinya. 😀

        Like

      2. Iya, ambil pasca Kajian Amerika di FIB. Di Belanda sekarang, cha?

        Skema biaya sendiri atau skema beasiswa?

        Like

  5. Mb Icha, barokallahulaka wabaroka ‘alayka wajama’a baynakuma fii khoiir…

    Beberapa slot cerita persis yang saya dan istri alami…
    – Persiapan pernikahan yang lebih banyak diurus pasangan (calon istri ketika itu) karena posisi yang berjauhan (Pekanbaru – Jakarta)
    – Peran orang tua yang begitu repot, manager project-nya untuk resepsi di Lampung.
    – Menikmati masa berdua hanya 2 pekan sejak pernikahan, selanjutnya kembali berpisah.
    – Komitmen untuk menyegerakan, meski banyak tantangan.

    Like

    1. Amin yarobbal’alamin..
      Makasih doanya ya Kun. Makasih juga udah sharing ceritamu..jadi berasa ada temennya. Hehe..
      Semoga Kun dan istri juga menjadi keluarga yang samara..bahagia bersama hingga maut memisahkan. Amin.

      Like

  6. Icha, sekali lagi selamaaaaat. maafin yaa ngga bisa hadir pas akad juga resepsi. digangguin sama thyphus pas balik dari acara 3000 km itu, huhuhu. padahal udah rencana ini itu.

    semoga semua rencana indah Icha dan Chendra diijabah Yang Maha Suci… Aamiin.

    Like

  7. keren kak icha!! selamat atas pernikahannya, semoga langgeng sampe akhirat. jadi keluarga samara. aamiin.

    sukses juga kak studi nya. semoga lancaaaar. pulang pulang membangun perekonomian negeri ini. hehehe aamiin.

    Like

  8. Cha! Cocwit bingit Cha!

    Ternyata cowok yang aku temui di Terminal Purabaya Bungurasih (beberapa tahun lalu) ini adalah pacar kamu (waktu itu). Cialan! Btw sedikit banget waktu bertemunya ya, kepisah mulu, tapi pasti akan bahagia selalu selamanya berdua bersama-sama.

    Wah! Aku lupa ngambil merchandise waktu itu. Udah kelupaan gara-gara ketemu bala-bala bele-bele 😀

    Sekali lagi selamat ya Icha dan Chendra!

    Like

    1. Amin.. Terimikisih doanya, Rusa! Semoga Rusa juga mendapatkan pendamping hidup yang akan bersama Rusa dalam suka dan duka hingga maut memisahkan. 🙂

      Wahh kalo udah sama bala-bala bele-bele emang suka lupa diri haha..

      Like

  9. ceritanya bagus bangeet.. sekali lagi selamat ya atas pernikahannya, semoga semua urusan di Belanda lancar, thesis juga cepet beres, lalu bisa segera ketemu lagi deh sama suami 🙂 🙂 happy ever after Icha! (dan Chendra) hehehe

    Like

  10. Memang ya aura orang menikah, mancaaaaar banget. Nggak di foto, di tulisan pun demikian 🙂
    Selamat ya, Mbak Icha dan Mas Chendra.
    Semoga langgeng dan selalu dalam limpahan keberkahan-Nya 🙂

    Like

  11. Halo mbak maisya, salam kenal 🙂 selamat buat pernikahannya ya. Tadinya aku nyasar kesini gegara nyari info rumah anne frank. tapi blognya seru, aku follow ya, mbak, hehe 😀

    Like

  12. Mba Icha,,, Aku sangat terharu selesai baca cerita-nya.
    Allah Maha-Baik, karena aku sempat bertemu dengan mba Icha saat transisi PM 2 ke PM 4.
    Semoga singkatnya waktu tidak mengurangi tali silaturrahmi.
    Selamat atas pernikahannya,
    Sempat envy sama mba icha, karena Allah begitu baik pada mba, mulai dari jodoh sampai karir.
    Tapi intinya bukan itu, mba icha menjadi sosok inspirasi untukku.

    Selesai membaca,aku berdo’a semoga Tuhan baik terhadapku seperti kepada dirimu.
    Dan satu latu lagi, semoga Allah selalu menjaga kalian untuk menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Amin

    Semangat di Belanda

    Like

    1. Ade, makasih banyak doanya ya sayang… Semoga Ade juga dilimpahi banyak nikmat dan kebaikan. Kita belum sempet ketemuan ya setelah Ade pulang dari Bawean. Semoga sukses kerjaannya ya De.. urusan cinta juga deh hehe.. 😀

      Like

  13. Icha, congrats ya dengan pernikahannya, very touching post. Apa ada rencana tuk suami menjemput ke Belanda sebelum pulang ke Indo for good?
    Oya, trims tuk kunjungan blognya.
    Cheers.

    Like

    1. Halo, Mbak! Itu baju dari WO. Baju akad dan resepsi nggak ada yang bikin sendiri karena aku sayang aja.. nantinya mungkin gak akan kepakai lg. 🙂

      Like

  14. Owwhh..oke deh mba icha..
    Semoga selalu berkhusnudzon atas rencana-rencana Allah SWT bwt mba dan suami..
    Aq habis bca postingan mba ttg I am Sarahza..#crycry

    Like

Leave a comment