RIP Nelson Mandela

Mungkin sebagian dari kita sempat membaca postingan capture twitter semacam itu di berbagai media sosial.
Sedih? Tentu.
Kalau saya baca, memang ada yang benar-benar bertanya karena tidak tahu, ada pula yang sayangnya malah menjadikannya sebagai bahan guyonan.
Kebanyakan orang yang memposting gambar tersebut menyayangkan, bahkan sebagian seolah menyalahkan anak-anak muda yang tidak mengetahui siapakah gerangan pejuang anti-apartheid bernama Nelson Mandela. Oh ya, mungkin mereka juga baru dengar istilah apartheid. Seorang teman bilang bahwa tak bisa dipungkiri zaman peradaban manusia sekarang sedang”enak-enak”-nya (tidak ada perang berskala internasional, tidak ada perbudakan, apartheid, kolonialisasi, dll). Yup, saya setuju. Ada juga yang bilang bahwa ini terjadi karena masa muda mereka hanya diisi dengan menonton musik aneh (entah bagaimanakah definisi yang aneh itu), berita gosip, dll. Intinya banyak remaja yang memanfaatkan teknologi informasi untuk bersenang-senang saja tanpa memanfaatkannya dengan bijak.
But who are to blame? Sepertinya terlalu cepat jika kita langsung menyalahkan remaja-remaja itu. Dalam pandangan saya, ada banyak faktor di belakang ketidaktahuan mereka. Ada peran keluarga, sekolah, dan lingkungan. Dalam hal pemanfaatan internet misalnya, banyak anak yang dilepas begitu saja tanpa pendampingan orang tua padahal mereka mulai kenal internet sejak masih usia dini. Mungkin tidak terpikirkan oleh mereka untuk membaca biografi tokoh, menonton video National Geographic di youtube, blogwalking tulisan-tulisan seru dan informatif, membaca berita, dan sebagainya. Hal itu karena kali pertama mereka mengenal internet adalah untuk eksis di media sosial dan atau untuk ngegame.
Coba kita ingat-ingat apakah kita pernah menemani dan mengobrol dengan adik, sepupu, anak, atau siapapun anak kecil dan remaja di sekitar kita tentang hal-hal seru yang bisa kita lakukan dengan bantuan internet selain media sosial? Ataukah sebagai orang tua dan guru kita pernah bercerita mengenai teladan para rasul maupun tokoh-tokoh hebat yang mengubah dunia?
Kejadian ini menjadi peringatan untuk kita semua. I think it’s everyone’s homework.

*Oh ya, salah seorang kawan saya, Fafa, menyarankan mampir ke tautan berikut untuk mengenal secara singkat tentang Nelson Mandela: The 6 Things You Need To Know About Nelson Mandela But Were Too Embarrassed To Ask.
Salam dari Groningen yang mulai bersalju,
Padahal di era sekarang ini, mau nyari tau soal apapun lebih mudah tapi sama sekali nggak tau orang se’besar’ Nelson Mandela…
LikeLike
Iya Winda.. itu ga bisa lepas dari bimbingan ortu dan sekolah. Kita nggak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya.
LikeLike
Sayang ya tapi sedihnya ini kenyataan. Aku & suami sih ngedidik G supaya baca koran & lihat berita tiap hari. Ini wajib sejak dia kelas 3 SD. Sejak itupun dia harus nonton Jeugd Journaal (News for the youth) di TV sama gurunya. 2 x seminggu mereka bahasa headlines dalam & luar negri dikelas. Disampaikan dalam bahasa anak-anak, berita yg ngeri diperhalus.
Jadi aku yakin ini bukan hanya mereka ngga tau cari sumber berita Cha, interest dan orang tua juga membantu. Sama seperti aku sejak bisa baca harus baca koran oleh orang tuaku. Kebiasaan ini aku teruskan keanak sendiri sekarang.
LikeLike
Iya mbak..emang bener kan anak tuh nggak tiba-tiba aja baca buku, baca koran, dan jadi kritis. Walaupun memang ada sebagian yang punya courage besar dan nyari2 sendiri tanpa disuruh, kebanyakan mesti ada pemantiknya dulu. Di situlah ortu dan guru berperan.
Bagus banget yang diterapkan ortu Mbak Yoyen dan sekarang mbak yoyen teruskan ke G. Semoga banyak ortu yang kayak gitu. Emang sedih lihat kenyataan macam screenshot di atas, tapi sedih juga kalau tiba2 orang dewasa langsung nyalahin anak2 dan remaja begitu aja. Lah selama ini mereka kemana aja ya? Harusnya kita juga introspeksi.
LikeLike
Bisa jadi juga salah satu sebabnya bahwa orang tua menganggap berita yang menjadi headlines (sosial politik ekonomi lingkungan) terlalu berat untuk anak. Padahal yang diajarkan dengan wajib baca berita tiap hari itu, pengetahuan umum. Bahkan mungkin ada orang tua yang melindungi anaknya yang masih muda dari headlines lokal & internasional yg serem, akibatnya anak lebih suka lihat berita hiburan & tech 😦
Jadi pingin kopdar sama kamu, pasti ngobrolnya seru nanti 🙂
LikeLike
Iya, bisa jadi, Mbak. Informasi yang disampaikan ke anak memang harus dipilah dan tentu cara penyampaiannya berbeda juga dengan ke orang dewasa. Ga harus berita aja kan, bisa nonton film, dokumenter, bacain dongeng, dll. Ahh aku jadi kangen cerita ke murid2ku deh. Atau nonton bareng video Pusaka Anak Nusantara di laptop sore2 di sekolah. Hehe… 🙂
Yup, nunggu spring ya Mbak aku main ke Arnhem? Ya ampuunn berapa bulan lagi itu ya. 😀
LikeLike
Memang sedikit “nyebelin” baca skrinsut-nya, Cha. Sampai bisa gak tahu apa-apa tentang NM. Dan lagi, bahasa “siapa sih”, “tuh orang baru terkenal abis mati”. It’s way too over.
LikeLike
Teguh, memang sedih bacanya. Tapi seperti yg aku bilang di tulisan di atas, bisa jadi itu bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Ada peran keluarga, sekolah, dan lingkungan juga. Makanya ini jadi PR buat kita-kita.
LikeLike
Iya, semua pihak punya perannya. Tentu bukan kesalahan mereka, kalau akhirnya mereka tidak tahu apa-apa.
Varisasi problem anak-anak muda kita sekarang jadi tambah banyak ya.
LikeLike
yaampuuuun sedih banget sih ini…. aku share ya cha heheh
LikeLike
iya sali.. my pleasure. semoga bermanfaat coret2annya. hehe..
LikeLike
di pelajaran sejarah kita nggak ada ya pembahasan soal tokoh-tokoh dunia? perasaan dulu kayaknya ada deh
LikeLike
Seingetku ada pas SMA, mbak. Ga tahu ya kalau sekarang udah ganti kurikulum hehe.. Kemarin aku bilang sama temenku, jangan2 mereka blm sampe bab itu. 😀 Walau ga baca di berbagai sumber, tapi at least kalau ada di pelajaran sejarah harusnya tahu.
LikeLike
Iya. Sedih juga ya lihat anak muda jaman sekarang 😦
LikeLike
Semoga Maisya a.k.a akan menjadi orang tua yang seperti diharapkan dalam tulisan ini. Melanjutkan tradisi kakek-nenek mereka yang pernah mengajarkan Icha untuk membaca buku, merangkumnya dan menceritakan kembali (belakangan diketahuinya bahwa itu namanya “resensi”) 😀
LikeLike
Amin…
Wah baru kali pertama nih dikomen sama ekonom gila. Semoga menular kegilaan positifnya. 😀
LikeLike
Sedih….. Tapi iya, setuju sekali kalau kita ngga bisa serta merta menyalahkan mereka. Ternyata gak selamanya ya “Google is our mother”. Btw jd inget kmrn di kelas diceritain dosen ttg pentingnya mendongeng dan bercerita dengan anak dan adik. Semoga kita masih jd org2 yang membicarakan hal2 bermanfaat di rumah, kakak :-*
LikeLike
Yup..dan ngerasa sendiri ya ga gampang menularkan semangat suka membaca bahkan sama adik sendiri (yg paling kecil :D). Kita dibesarkan di zaman yang berbeda dengan cara dan fasilitas berbeda.
LikeLike
ya Allah, apa mereka gak pernah belajar sejarah ya :)), miris dah anak sekarang 😀
LikeLike
Iya..tapi kitanya jadi introspeksi juga sih. Apa bener kita lebih baik dari mereka ya? Hehe..
LikeLike
haduh malah nyalahin diri kita :)) wkwkwkw..semoga mereka lebih baik dimasa mendatang..
LikeLike
Menyalahkan diri sendiri sama intospeksi setauku beda, mas. 😀
LikeLike
hedeh 😀
LikeLike
ponakanku dong tahu siapa nelson mandela.. baru juga sma..
dooh ga ada gitu di sejarah pelajaran sekolah?
LikeLike
Mungkin kalau ditanya soal Goyang Caesar, Olga syahputra, atau Oplosan malah tau ya ?
Prihatin 😦
#voted: Tulisannya Maisya bermanfaat … nyentil ! 😀
Salam kenal dari Lampung 😀
LikeLike
Terima kasih. Salam kenal juga ya.. Wah saya baru sekali ke Lampung.
Btw saya ga tau Oplosan itu apa/siapa. 😀 *dan malas googling*
LikeLike