
I think yesterday I made the most of my dagkaart (a day-ticket to use train anywhere in Netherland). I traveled all the way from Groningen to Waalwijk (which took 3,5 hrs) for a family reunion.
I left Waalwijk at 2 pm and headed to Amsterdam. I’ve been waiting to visit House of Anne Frank. And lining up for half an hour to enter the house was just worth it. There’s always something to learn along our journey, isn’t there? I’m so grateful. 🙂
***
Kali pertama saya membaca catatan harian Anne Frank (1929 – 1945) adalah pada tahun 2005. Delapan tahun kemudian, saya berada di dalam House of Anne Frank atau sering disebut secret annex dan achterhuis dalam bahasa Belanda (achter berarti ‘belakang’ dan huis berarti rumah). Rumah itu sebenarnya adalah gedung kantor ayahnya (Otto Frank) yang kemudian digunakan sebagai tempat persembuyian Anne Frank dan keluarganya pada Perang Dunia II, saat invasi Jerman sudah sampai ke Belanda dan mereka mulai menyapu warga Yahudi di sana.
Selain keluarga Anne Frank yang berjumlah empat orang, ada empat orang Yahudi lain yang tinggal di sana yang merupakan kawan kedua orang tuanya (klik di SINI untuk mengetahui kedelapan orang tersebut). Selama mereka di tempat persembunyian pada 1942 – 1944, mereka disuplai makanan dan kebutuhan sehari-hari oleh empat orang karyawan Otto yang dahulunya bekerja di kantor tersebut.
Kemarin saya benar-benar menyempatkan mampir ke Amsterdam hanya dengan satu tujuan: House of Anne Frank. Dari stasiun Amsterdam Centraal saya bergegas mencari tram yang melewati halte bus Westermarkt. House of Anne Frank terletak di jalan Prinsengracht, hanya perlu menyeberang dari halte bus kemudian berjalan dua menit saja menyusuri pinggir kanal. Saat itu hampir pukul empat sore, langit sudah mulai gelap karena sekarang pukul lima sore sudah memasuki waktu maghrib. Saya kaget melihat antrean yang mengular. Sempat saya gamang antara tetap ikut mengantre atau balik kanan bubar jalan. Namun akhirnya saya kembali ke arah antrean itu dan mulai berdiri di baris paling belakang. 35 menit kemudian barulah saya masuk.
Tiket masuk ke museum ini adalah 9 euro untuk dewasa. Karena saya memiliki Museumkaart (kartu museum), maka saya tidak perlu membayar apa-apa alias gratis. Namun saya tetap mendapatkan selembar tiket masuk dari petugas. Tips jika ingin mengunjungi museum ini, lebih baik membeli tiket secara online agar tidak perlu mengantre. Saya sempat menanyakan apakah pemegang museumkaart juga memeroleh fasilitas tersebut, namun ternyata tidak.
Sebelum saya masuk, seorang petugas juga menyarankan agar ransel saya ditaruh di depan atau di samping saja. Mungkin bertujuan agar saya lebih aware dan tidak senggol sana-sini selama di dalam museum karena memang banyak ruangan-ruangan yang tidak terlalu luas dan akan terasa padat oleh pengunjung. Perlu diketahui juga bahwa tidak diperkenankan memotret di dalam area museum. Ternyata memang saat tidak memegang kamera, saya bisa lebih fokus menikmati setiap sudut museum.
Di setiap dinding ruangan terdapat beberapa kutipan dari catatan harian Anne dalam dua bahasa, yaitu bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Selain itu, ada pula layar berisi video-video yang berkaitan dengan invasi Jerman serta kesaksian para korban yang selamat dan beberapa orang yang mengenal keluarga Otto Frank. Salah satu karyawan Otto yang turut membantu adalah Miep Gies. Dalam salah satu video, ia menceritakan awal mula ia ditawari pekerjaan oleh Otto sampai masa-masa ia bekerja dengannya. Miep langsung menyanggupi saat Otto meminta bantuannya saat keluarga Otto dan empat orang lainnya bersembunyi di sebuah tempat rahasia di rumah itu. Pintu masuknya dihalangi oleh sebuah rak buku yang membuat tak seorangpun mengira ada kehidupan di baliknya.

“They come upstairs every day and talk to the men about business and politics, to the women about food and wartime difficulties and to the children about books and newspapers. They put on their most cheerful expressions, bring flowers and gifts for birthdays and holidays and are always ready to do what they can.” tulis Anne Frank mengenai keempat orang yang membantu keluarganya.
Selama dua tahun, kegiatan sehari-hari yang dilakukan mereka di rumah itu tak jauh-jauh dari membaca, menulis, mengobrol, dan ibu-ibunya seperti biasa memasak dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Rasa bosan kerap datang namun untuk masa itu, itulah usaha terbaik yang bisa mereka lakukan. Mereka juga tidak bisa beraktivitas dengan bebas dan harus selalu melakukan banyak hal secara perlahan dan tidak menimbulkan kegaduhan. Margot, kakak Anne, bahkan masih sempat belajar bahasa Latin dengan cara berkorespondensi lewat tulisan dengan seorang guru dari luar. Karyawan ayahnya lah yang membantu menyambungkan korespondensi tersebut.
Agustus 1944, persembunyian itu menemui sebuah akhir. Mereka ditangkap dan kemudian dipindahkan ke kamp konsentrasi. Hingga saat ini tidak diketahui siapakah yang membocorkan rahasia mengenai tempat itu. Dari kedelapan penghuni achterhuis, hanya Otto yang selamat. Dalam salah satu video, terdapat kesaksian teman Anne yang selamat dari kamp konsentrasi. Ia bertemu Anne dan melihatnya bersedih hati karena Anne mengira seluruh keluarganya sudah tiada. “Had Anne known that his father was still alive, she might be more optimistic. But at that time, she had nothing to live for.” kira-kira begitu yang dikatakannya.
Setelah keluarga Anne ditangkap. Miep sempat mengunjungi achterhuis untuk menyelamatkan barang-barang keluarga tersebut, termasuk catatan harian Anne. Ia berniat akan mengembalikannya kepada Anne suatu saat, jika Anne berhasil selamat dari kamp konsentrasi. Mengetahui hanya Otto yang bertahan, Miep menyerahkan buku tersebut kepadanya. Otto memang mengetahui bahwa Anne menulis catatan harian selama di tempat persembunyian. Namun Anne tidak mengizinkannya membaca dan ia menghargai anaknya. Barulah setelah Anne tiada, Otto membacanya. Ia sendiri sangat terkesan dengan tulisan Anne dan tidak menyangka bahwa Anne yang sehari-hari ceria dan masih kekanak-kanakan ternyata memiliki kedewasaan dan kepekaan yang luar biasa dalam menghadapi hari-hari di achterhuis.
“I’ll make my voice heard. I’ll go out into the world and work for mankind.” -Anne Frank, 11 April 1944

Demikian yang ditulis Anne beberapa bulan sebelum ia ditangkap. Anne ternyata juga menulis ulang catatan hariannya dalam bentuk yang lebih rapi serta mulai menulis sebuah novel. Hal itu ia lakukan setelah pada awal tahun 1944 ia mendengar berita bahwa pemerintah Belanda mendorong semua orang untuk menuliskan pengalamannya selama invasi Jerman dan penyapuan etnis Yahudi di Belanda.
Ada satu titik dimana saya tidak bisa membendung air mata saya saat di museum itu. Ada sebuah video Otto Frank yang menceritakan kesannya terhadap tulisan Anne. Ia juga menyebutkan bahwa “In the end.. I think all parents will never really know their children. There is a hidden part of them that will impress and surprise you.” (kira-kira begitu kalimatnya)
Saya memandang kisah Anne Frank tanpa embel-embel label etnis dan agama. Ini adalah sebuah kisah kemanusiaan, satu dari sekian banyak cerita yang tidak tertuliskan. Di dalamnya ada sisi-sisi pribadi, ada cinta, ada kasih sayang keluarga dan kerabat.
“To build a future we have to know the past.” -Otto Frank, 1967
Dan apakah kita sudah benar-benar belajar? Mengapa hal serupa terus saja terjadi, terutama di Timur Tengah yang seakan tak berkesudahan?
Belom pernah baca nih tentang kisah Anne Frank, jadi sepanjang hidup anne ini dihabiskan untuk menulis?
LikeLike
Dua tahun terakhir semenjak Belanda dikuasai Jerman memang Anne rutin menulis catatan hariannya. Ya kurang lebih aktivitasnya di tempat persembunyian itu adalah membaca dan menulis karena nggak bisa keluar rumah.
LikeLike
ini yang diceritakan di film freedom writer ya?
LikeLike
gw udah nonton freedom writer, tapi agak lupaa..mungkin iya ya buku ini dimention di film itu.
LikeLike
I’ve read the book of Diary of Anne Frank as well. An amazing maturity for such young age girl. Pretty much enjoy the book and how Anne wrote it down.
However, how regretful I am for could not be able visiting the house when I was going to Amsterdam last February 😦
LikeLike
I’ve just browsed on youtube and it has movies of Anne Frank with various edition. But indeed visiting the house and seeing the former secret annex will give a valuable experience.
LikeLike
Impressive ya Cha ngeliatnya. Bayangin tiap hari mereka yang tinggal di Achterhuis musti pelan-pelan dan ngga buat suara. Padahal kan Anne masih ABG yang cecentilan 🙂 belum lagi ada kakaknya Anne, si Margot & si Peter (dibuku Daan). Bayangin 3 ABG yang ngga boleh banyak buat suara. Eh tapi tanpa baca diarynya pun juga kunjungan ke Anne Frank huis ini membuat kita merenung ya tentang genocide.
Misalnya tertarik tentang sejarah Nazi vs Yahudi, aku bisa rekomen buku Her name was Sarah karangan Tatiana de Rosnay.
LikeLike
Iya, Mbak. Walaupun belum baca bukunya emang tetep nyambung pas kunjungan ke sini karena sangat informatif. Ditambah melihat sendiri dulu tempatnya kayak apa, jadi visualisasinya lebih kuat.
Aku tadi browsing2 juga di youtube ternyata ada filmnya. Kapan2 aku nonton deh. 🙂
Yang di buku itu aku nggak inget persis di Peter diceritainnya kayak gimana. Tapi tadi lihat sekilas di filmnya dia ada hubungan khusus gitu ya sama Anne? Hehe
LikeLike
sejarah sedih peradaban manusia memang, sekarangpun masih byk Anne Frank lainnya di luar sana..
LikeLike
Iya, Mbak.. bahkan mungkin tidak seberuntung Anne yang punya tempat persembunyian sementara. :”(
LikeLike
Sometimes penderitaan kayak gini bikin anak jadi dewasa sebelum waktunya ya.. Ga kebayang.. 😦
LikeLike
Betul..dan hal itu masih terjadi di berbagai konflik sampai sekarang. Udah pernah baca ‘A Thousand Splendid Suns’? Itu novel tentang konflik yang terjadi di Afghanistan. Tokohnya anak perempuan (tapi diceritakan sampai dewasa) yang juga harus jadi lebih dewasa karena konflik yang terjadi.
https://maisyafarhati.wordpress.com/2012/10/03/a-thousand-splendid-suns/
LikeLike
Belum.. will read then 🙂
LikeLike
saya tahu tentang anne frank ini, walaupun tdk detail. Tanpa memandang etnisnya..sy kagum dan ikut merasa sedih akan kisah hidupnya…
LikeLike
Yup, semoga dengan membaca dan mengetahui berbagai kisah seperti ini, kita bisa semakin peka dan bahkan mungkin bisa melakukan sesuatu yang lebih buat orang2 di daerah konflik yg tidak seberuntung kita. 🙂
LikeLike
“Dan apakah kita sudah benar-benar belajar? Mengapa hal serupa terus saja terjadi, terutama di Timur Tengah yang seakan tak berkesudahan?”…terkadang manusia bersedih, prihatin dan mungkin menangis, tapi kadang melupakan kata belajar 😦
LikeLike
Iya, mbak… Kita belajar dari masa lalu untuk masa depan yang lebih baik. 🙂
LikeLike
Diary of Anne Frank itu terkenal banget ya. Cukup sering aku liat orang mention buku itu. Seriously, postingan blog km jadi bikin aku tambah penasaran. I think I should read it. Really.
LikeLike
Selamat membaca yaa.. Kalau mau cari filmnya bisa coba-coba cari juga, mungkin ada DVD nya. Cerita ini pernah diadaptasi dari dua episode serial di tv ABC (2001) dan diadaptasi lagi oleh BBC pada tahun 2009. Kalau internetnya kenceng bisa nonton di youtube juga. Ada full movienya. 🙂
LikeLike
Icha, kamu harus ke Auswich jugaaaa..ini ejaan nya salah kayaknya ahaha..tapi seru bgt cha, u should go there!
LikeLike
insya Allah din.. udah beli tiket ke Krakow, nanti sekalian ke sana. ^^
LikeLike