Asia, Traveling

Osaka 360 Derajat (bagian 1)

Suhunya 360 derajat? Jelas bukan lah. Walaupun musim panas di Jepang tahun ini konon sampai memakan korban jiwa, alhamdulillah saya bertahan dihantam sinar mentari yang sangat panas dan suhu yang setiap harinya mendekati 40 derajat celcius.

Lalu 360 derajat itu apa? Oke, oke..sabar dulu. Nanti kita akan sampai ke cerita itu. 😀

Hari kedua Osaka, saya menjadi solo traveler lagi karena Sabtu itu Raras harus pergi bekerja demi sesuap sushi dan segenggam berlian.  Hari kedua di Osaka namun menjadi hari pertama bagi saya untuk mengeksplor kota ini sebab hari sebelumnya saya hanya numpang istirahat.

Setelah meminta rekomendasi Raras mengenai tempat-tempat di Osaka yang wajib untuk dikunjungi, pagi itu saya langsung membeli Osaka Unlimited Pass di Stasiun Ishibashi, stasiun terdekat dari rumah Raras. Saya dan Raras berpisah di persimpangan, saya bersepeda menuju Stasiun Ishibashi sedangkan Raras berkendara motor menuju stasiun lain untuk berangkat ke kantornya.

Osaka Unlimited Pass berbentuk kartu magnetik yang bisa digunakan selama 24 jam untuk moda transportasi kereta dan bus, serta bisa masuk ke 28 tujuan wisata yang ada dalam daftar. Saat membeli kartu, kita akan mendapatkan booklet berisi peta wisata, peta jalur kereta, serta deskripsi masing-masing tempat yang dapat dikunjungi. Pastikan kita mendapatkan booklet berbahasa Inggris. Yaaah..kecuali kalau memang mahir membaca huruf-huruf kanji, hiragana, dan katakana. Jadilah hari itu saya berjalan-jalan sendiri berbekal kartu dan booklet tersebut.

Oh ya, kartu ini terdiri dari dua macam, yang satu harganya 2000 yen (Rp200.000) sedangkan yang satunya lagi 2300 yen (Rp230.000). Saya membeli yang lebih mahal karena transportasinya mencakup Osaka dan area sekitar Osaka yang dilewati Hankyu Line (untuk pulang-pergi ke rumah Raras).

Menurut saya kartu ini sangat menguntungkan karena untuk masuk ke satu museum saja biayanya rata-rata 500 – 700 yen dan naik ferris wheel biayanya 700 yen. Lebih dari sekadar impas kan? Ditambah lagi dengan menggunakan kartu ini kita gratis naik kereta kemana saja tanpa khawatir salah stasiun. Hehe.. Ini penting sekali, jadi kalau salah ya tinggal masuk lagi tanpa khawatir harus bayar *pengalaman*. Biasanya sekali naik kereta kalau dekat saja ongkosnya 250 yen, tentu ongkos akan semakin mahal kalau perjalanannya lebih jauh.

Osaka Castle Museum

Tampaknya ini adalah tempat yang wajib dikunjungi di Osaka. Karena kalau lihat foto teman-teman yang jalan-jalan ke Osaka, niscaya akan menemukan mereka berfoto di depan castle ini.

Ada beberapa stasiun subway yang paling dekat dengan castle ini, yaitu Stasiun Tanimachi dan Stasiun Osakajo-koen. Saya turun di Stasiun Tanimachi dan melewati taman castle yang indah dan asri. Dari kejauhan sudah terlihat menara Osaka Castle tapi yaaa…ternyata jauuuh sekali. Ditambah harus naik-naik tangga juga. Oh terima kasih wahai kaki yang selalu setia dan tabah.

Taman menuju Osaka Castle
Taman menuju Osaka Castle
Museum of Osaka Castle
Osaka Castle Museum

Saat di taman, saya disapa oleh seorang Ibu dari Indonesia yang sedang jalan-jalan dnegan anaknya.

“Sendirian aja, Mbak?”

“Iya, Bu…”

Kemudian kami berkenalan dan saling menyebutkan kota asal di Indonesia.

“Mau difotoin?” ia bertanya.

Hahaha..saya langsung ingat pengalaman saat jalan-jalan sendirian juga di Chinese Garden, Singapore (baca ceritanya di SINI). Orang Indonesia itu pengertian sekali ya, kalau lihat ada kawan sebangsanya jalan sendirian, ia berasumsi bahwa orang itu pasti ingin berfoto diri.

Menyambut niat baik ibu itu, saya pun setuju. Satu…dua…ti… *jepret*

Osaka Castle berisi informasi seputar sejarah kekaisaran Jepang beserta perang-perangnya yang penuh drama (kalau mau baca sejarah lengkapnya boleh mampir ke SINI). Media informasinya kebanyakan visual seperti tulisan, gambar, serta video 3D yang menampilkan cerita secara berurutan. Selain itu, di beberapa lantai ada pula barang-barang antik peninggalan sejarah. Di lantai paling atas, terdapat beranda observasi di mana kita dapat melihat Osaka, khususnya area sekitar castle, dari berbagai sisi.

Foto gaya Jepang dan Korea bersama Masami dan Hyejin.
Foto gaya Jepang dan Korea bersama Masami dan Hyejin.

Saat meninggalkan Osaka Castle, saya menuju stasiun yang berbeda dengan saat saya datang. Alasannya karena saya malas melewati tangga-tangga lagi (meskipun menurun). Di perjalanan menuju Osakajo-koen, saya bertemu dua pejalan dari Korea dan Jepang, namanya Hyejin dan Masami. Mereka pun ternyata baru saling kenal hari itu. Hyejin adalah temannya teman Masami. Hyejin sendiri bekerja di Samsung dan berkantor di Tokyo.

Saya kemudian mengajak ngobrol Hyejin dalam bahasanya (ciyeee..pamer!). Lumayan ya praktek lagi sekalian mengingat-ingat bahasa Korea.

“So, you can speak English, Korean and Japanese?” tanya Masami.

“Only a little Japanese,” jawab saya. Itu juga ketahuan gara-gara tadi saya nanya arah ke stasiun pakai bahasa Jepang. Itu aja, cuma segitu-gitunya. “bla bla bla wa doko desu ka?” Hahaha… Cuma itu modalnya ‘bisa bahasa Jepang’.

Tombori River Cruise (Failed)

Gagal ke sini tapi tetap ditulis juga. Hehe… Sekadar memberi informasi bahwa di booklet sebenarnya sudah tertulis tanggal-tanggal di mana museum atau fasilitas tersebut tutup setiap tahunnya. Dan pas banget saya ke sana tanggal 13 Juli di mana cruise ini tidak beroperasi. Saya mengetahui hal ini dari dua petugas keamanan yang saya tanyai lokasi pemberangkatan cruise tersebut. Mereka menunjuk ke tulisan dengan kode ‘C’ di booklet itu yang ternyata artinya tidak beroperasi. Huhu..gagal deh berlayar mengarungi sungai di Osaka.

tombori
Baca bagian bawah yang berwarna merah. Tutup 13 Juli. 😦
DSC08224
Stasiun Namba
Muda-mudi gaul Namba asik bergoyang.
Muda-mudi gaul Namba asik bergoyang.

“Zannen desu ne… (sayang sekali ya…)” kata salah satu petugas dengan wajah ekspresif ala kartun Jepang, menunjukkan sedih dan prihatin terhadap ketidakberuntungan yang menimpa saya (kayak sesuatu banget haha..). Ia menyarankan ke wisata cruise yang lain, yaitu Cruise Ship Santa Marina.

Saya pun berterima kasih kemudian berpamitan kepada dua orang baik hati itu. Karena saya sudah terlanjur turun di Stasiun Namba, akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar stasiun. Area Namba adalah salah satu pusat belanja dan hiburan di Osaka. Di sana terdapat pusat perbelanjaan serta banyak restoran dan kafe yang (katanya) asik buat nongkrong. Kebetulan saat saya ke sana sedang ada pergelaran musik alternatif (saya sebut saja alternatif ya soalnya entah alirannya apa, campur-campur hehe…) yang ramai oleh anak muda sambil ikutan bernyanyi dan bergoyang itik.

Tsutenkaku Tower

Tower ini sebenarnya tidak masuk ke dalam tempat yang direkomendasikan Raras. Tapi berhubung saya gagal naik cruise dan tower ini tak terlalu jauh dari Namba Station, maka saya melanjutkan perjalanan dengan kereta menuju tower ini. Antreannya panjaaaang…sekali. Jadi saya overestimate bahwa tempat ini oke punya. Setelah mengantre sejak di luar pintu masuk, kemudian kebagian naik lift, eh di dalam tetap antre juga. Dan makin lama saya makin tidak mengerti what this tower is all about. Random. Di sepanjang jalan saat antre ada mainan yang harus pakai koin gitu. Apa coba. Saya tetap sabar mencapai klimaks yang mungkin akan mengejutkan. Tapi setelah lebih dari satu jam dan tetap tidak ada tanda-tanda yang mencerahkan, saya balik arah ke luar barisan dan turun. Ternyata saya bukan satu-satunya yang melakukan hal tersebut.

Tsutenkaku Tower dari kejauhan.
Tsutenkaku Tower dari kejauhan.

Fiuhh…menyesal ke tempat ini. Buang-buang waktu padahal saya mau mengejar Cruise Ship Santa Marina. Doakan saya ya! Saya pasti bisa..ganbaru! *gaya peserta Benteng Takeshi*

(bersambung)

1865143963390123180513

3 thoughts on “Osaka 360 Derajat (bagian 1)”

Leave a comment