Yah…yang ngabuburit sih cuma saya sama Raras aja. Orang Jepang juga nggak nyadar kali ya kalau lagi bulan puasa.
Sore itu kami sampai di Kobe pukul 17.30. Ternyata cukup 30 menit saja dari Osaka (cerita sebelumnya di SINI). Karena sedang musim panas, matahari masih bersinar terang dan kami masih bisa jalan-jalan. Tujuan utama kami sebenarnya mau berbuka puasa di Masjid Kobe dan malamnya nongkrong cantik di Kobe Port yang katanya indah banget kalau malam hari. Namun sebelum menuju masjid, kami lewat dulu di sebuah kuil yang jujur saja saya bahkan saat itu tidak bertanya nama kuilnya apa. Haha… Yasudah lah, habis banyak banget kuil di Jepang dan kuil itu sepertinya juga bukan kuil termegah di Kobe.
Seperti biasa, saat masuk kuil orang-orang membasuh tangan dulu di bak air yang ada di bagian depan kuil. Ada beberapa orang yang terlihat sedang berdoa kemudian tak lama kemudian pergi meninggalkan kuil. Tak banyak ada wisatawan yang saya lihat, mungkin hanya saya dan Raras.

Dari kuil kami menuju ke Masjid Kobe yang berada di Nakayamate-dori, Chuo-ku. Kebetulan di depan masjid ada toko muslim yang menjual produk-produk halal. Saya dan Raras masuk ke toko tersebut dan menemukan ada beberapa produk Indonesia juga. Saya membeli Teh Kotak Sosro (apapun makanannya, di manapun buka puasanya, tetep Sosro dong!) untuk saya dan Raras. Walau saya sedang tidak berpuasa, tapi mau berpartisipasi dapat pahala menyiapkan buka puasa walaupun hanya minuman kotak hehe..
Berdasarkan jadwal solat, adzan maghrib baru sekitar pukul tujuh. Masih ada satu jam lagi menuju waktu berbuka. Raras menghabiskan waktu dengan tadarus sementara saya ketiduran sehabis siang harinya menggotong koper sampai gempor dalam perjalanan Kyoto – Osaka. Tak jauh dari tempat kami duduk, terlihat kakak beradik berwajah unik. Saya sulit menebak asal mereka dari mana, tapi mereka berbahasa Jepang. Usut punya usut ternyata mereka keturunan Turki – Jepang. Duh…cantiknya luar biasa deh *terpesona*.

Semakin mendekati waktu maghrib, kami melihat banyak muslimah berhijab yang menyiapkan buka puasa di salah satu ruangan di masjid tersebut. Di antara banyak muslimah di sana, ternyata ada muslimah dari Indonesia juga, sebut saja namanya Mbak Dewi. Ia adalah dosen salah satu universitas di Yogyakarta yang sedang studi S3 di Kobe University. Kami mengobrol dan bertukar cerita. Dari Mbak Dewi saya memeroleh informasi mengenai Osaka Unlimited Pass yang sangat berguna untuk acara jalan-jalan saya keesokan harinya.
Saat adzan maghrib berkumandang, saya dan Raras langsung menikmati teh kotak. Ternyata ada minuman lain yang disediakan tuan rumah, entah minuman apa namun rasanya boleh lah. Sepertinya dari Timur Tengah. Hehe.. Prosesi berbuka puasa dilanjutkan setelah solat maghrib. Beramai-ramai kami melahap nasi biryani dengan daging sapi dan ayam yang kaya bumbu (dan minyak! Haha..). Nyammm…
Pukul delapan kami beranjak menuju Kobe Port. Cukup jauh juga kami berjalan kaki malam itu. Saya salut dengan sepasang kaki saya ini yang sedari pagi disiksa terus berjalan-jalan di Kyoto Imperial Palace, Osaka, dan malamnya di Kobe (Gosh! It was still on the same day!). Meskipun baru pukul delapan, pertokoan di sepanjang jalan sudah tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Sepertinya toko-toko di sana tutup lebih cepat dibandingan di Kyoto yang masih cukup ramai sampai pukul Sembilan malam.

Entah sudah berapa kilometer kami berjalan, akhirnya sampailah kami di Kobe Port. Wah, memang tidak salah. Lampu warna-warni silih berganti dari ferris wheel serta lampu-lampu dari Kobe Port Tower dan gedung sekitarnya membuat suasana malam itu sangat hidup.
Kobe Port Tower memiliki ketinggian 108 meter dan memiliki tempat observasi di mana pengunjung dapat melihat pemandangan Kobe 360 derajat. Menara ini terbuka untuk umum mulai pukul 09.00 s.d. 20.00. Tak jauh dari menara ini terdapat Maritime Museum yang juga sudah tutup saat kami tiba di sana. Hehe.. Jadi kami hanya lewat saja.


Di sekitar pelabuhan terdapat banyak restoran dengan berbagai menu pilihan. Karena kami sudah makan malam, kami memutuskan untuk hanya duduk-duduk di pelataran luar saja. Saya dan Raras yang sudah hampir empat tahun tidak bertemu pun asik mengobrol malam itu. Random tapi seru. Sungguh tak terasa tahu-tahu sudah lewat pukul sepuluh. Kami pun segera menuju stasiun untuk kembali ke Osaka.
Oh ya, untuk berkendara dari rumah Raras ke stasiun dan sebaliknya, kami memanfaatkan kendaraan yang dimiliki Raras. Saya naik sepeda dan Raras naik sepeda motor. Pertanyaannya, mengapa saya dan Raras tidak boncengan di motor saja? Hal itu dikarenakan sepeda motor yang dimiliki Raras cc-nya rendah dan hanya untuk satu orang saja. Menurut cerita dari Raras, bahkan tidak perlu memiliki SIM untuk mengendarainya hehe… Saya senang sekali bisa bersepeda. Karena sebagaimana di Belanda, di Jepang pun (setidaknya di beberapa kota yang saja kunjungi) sepeda punya lajur khusus yang sangat nyaman. Setelah dipikir-pikir, mungkin itu sebagai pemanasan untuk bersepeda selama di Belanda ya. 😀
Kenapa di sana toko2nya tutupnya cepat? Kirain sampai tengah malam gitu 😀
LikeLike
Nggak tahu, Mbak. Di Belanda malah jam 6 udah tutup lho. Hehe.. Jadi selepas jam 6 itu centrum biasanya udah sepi. Tapi kalau kafe dan bar biasanya buka sampai tengah malam. 😀
LikeLike
waduh. susah dong ya kalau mau belanja
LikeLike
Makanya kalau mau belanja itu siang atau sore. Tapi kalau orang yang kerja emang agak susah ya. mesti weekend. 😀 Bahkan kalau di Groningen minggu tutup. Hanya hari Minggu di pekan pertama tiap bulan yang buka.
LikeLike
gubrak. berarti kalau belanja harus ngestok yak
LikeLike
eh tapi itu toko2 baju, sepatu, dsb. kalau groceries biasanya buka sampai jam 8. 😉
LikeLike
Waaa, hisashiburi da XD! Itu di depan masjid Kobe persis masih ada toko bahan makanan halal gak? sempat punya pengalaman unik di sana 😀
LikeLike
Masih ada , mbak. Ada di ceritanya juga kok, aku beli teh botol sosro (versi kotak) hehe.. Ada pengalaman apa, mbak chiku? 🙂
LikeLike
icha kalo diliat-liat kok mirip Siti Juwariyah yang hijabers itu yaaaa 😀 *sok ikrib, padahal dua2nya belom pernah ketemu* x))))
LikeLike
selamat!! rinta mendapat payung cantik sebagai orang ke-seribu yang bilang gitu. *haha..udah pasti ini bohong*
yah semoga aja ya siti nya nggak keberatan dibilang mirip aku. :p
LikeLike
cha, semuanya keren dijadiin kartupos tuh fotofotonya..
dan mana dong fotofoto si cantik yang turunan turki-jepang itu?
LikeLike
Ahh..iya mbaak..cita-cita nih mau cetak kartu pos dari foto2 sendiri. Insya Allah nanti ya. 😉
Aku mencoba foto anak2 itu tapi tapa ngeblur karena mereka aktif bergerak haha..
LikeLike
setujuuu :D! keren bikin kartu pos dari foto jepretan diri sendiri :D.
LikeLike
senengnya bisa di jepang, mau dong kak..ikut dingin2 hehe
LikeLike
wah pas aku ke Jepang Juli lalu pas musim panas, mas. hehe.. bahkan panasnya lebih dari Jakarta deh, hampir mencapai 40 derajat celcius. mateng deh! 😀
LikeLike
kalau urusan jam buka toko, indonesia memang juara ya 🙂
LikeLike
iya mbaaak. hehe… 😉
LikeLike
Sekedar info tambahan. Motor cc rendah (50cc) itu namanya gentsuki, yang pakai harus punya SIM gentsuki atau punya SIM mobil (pemegang SIM mobil boleh memakai gentsuki tanpa perlu mengambil ulang SIM gentsuki). Kalau pas razia waktu naik motor gak punya SIM bisa ditangkap polisi loh, dendanya lumayan gede. Emang sih, dapet SIM gentsuki termasuk gampang dibandingkan motor cc yang lebih besar.
sekian.
LikeLike
Makasih infonya. 🙂
LikeLike
cari makan di jepang susah ga cha?
LikeLike
Kalau cari restoran dan makanan yang berlabel halal agak susah. Kalau pas di hotel biasanya aku cari yang (at least) paling aman kayak roti2an, sayur, sama ikan dan seafood.
LikeLike