Asia, Traveling

Mengintip Kyoto (2)

Kegiatan intip-mengintip selama di Kyoto sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya (klik di SINI). Selanjutnya, ada beberapa pengalaman lagi selama saya berada di Kyoto dalam business trip sebulan lalu. Cekidot!

Gion dan Geisha

Gion  merupakan kawasan yang terkenal di Kyoto. Kawasan ini pada awalnya dibuat untuk menampung para pengunjung yang melakukan ibadah di Yasaka Shrine yang ada di sebelah timurnya. Namun seiring berjalannya waktu, Gion semakin ramai dan malah menjadi pusat geisha serta hiburan dan kesenian tradisional.

Saya sempat mampir ke Yasaka Shrine di suatu sore yang panas (yup, pada musim panas, pukul 4 sore panas dan teriknya seperti masih serasa tengah hari). Sebagian orang datang ke tempat ini memang seperti saya yang hanya berkunjung untuk tujuan wisata. Namun banyak pula warga lokal yang sengaja datang untuk beribadah maupun wisata sekaligus berdoa. Di beberapa kuil yang saya kunjungi di Jepang, selalu ada semacam bak berisi air yang fungsinya kira-kira sama seperti berwudhu dalam islam hehe… Orang-orang bersuci dulu menggunakan air tersebut sebelum masuk ke area kuil.

Jalan di komplek Yasaka Shrine
Jalan di komplek Yasaka Shrine
Detail salah satu bangunan di Yasaka Shrine
Detail salah satu bangunan di Yasaka Shrine
Kalau ada love-lovenya gitu apakah isi doanya minta jodoh? ;)
Kalau ada love-lovenya gitu apakah isi doanya minta jodoh? 😉
Doaku Harapanku (eh itu mah judul sinetron ya?)
Doaku Harapanku (eh itu mah judul sinetron ya?)

???????????????????????????????

Seperti halnya yang saya temukan di Korea, di tempat-tempat ibadah semacam ini biasanya ada kayu-kayu dengan berbagai bentuk, di antaranya bentuk hati, yang dikaitkan di dinding yang telah disediakan. Kayu-kayu tersebut berisi doa-doa para pengunjung kuil.

Tak jauh dari Yasaka Shrine, kita dapat menyusuri jalan kecil di kawasan Gion dimana banyak ditemui geisha. Di jalan tersebut juga banyak terdapat restoran khas Jepang dan tea house dengan desain bangunan yang tradisional. Agak sulit untuk memilih mau makan di tempat yang mana karena selain konsep yang hampir sama, menunya hampir serupa dan harganya sama-sama mahal. Hehe… (untunglah selama makan di sini saya ditraktir terus)

Oh ya, tentang geisha, saya sendiri baru bertemu langsung saat ada gala dinner yang merupakan bagian dari rangkaian meeting saya di Kyoto. Para geisha yang wajahnya ‘bertopeng’ bedak putih tebal tersebut bernyanyi, menari, dan memainkan alat musik petik di atas panggung. Setelahnya, mereka berbaur dengan para delegasi dan berfoto bersama.

Nah, geisha yang mengobrol dengan saya bernama Momo (apakah suatu kebetulan ya vokalisnya grup band Geisha juga namanya Momo? Haha..). Dia cantik dan ramah. “Hi, I am Momo. This is my name card,” katanya sambil menyodorkan selembar kertas. Kertas tersebut tidak berbentuk seperti kartu nama pada umumnya, melainkan stiker persegi panjang berwarna emas bertuliskan huruf kanji. Saya tiba-tiba buta huruf.

Bersama Momo Geisha dan dua kolega dari Korea
Bersama Momo Geisha dan dua kolega dari Korea

Menurut seorang kolega dari Jepang yang duduk semeja dengan saya, di Kyoto geisha lebih dikenal dengan sebutan geiko. Arti harfiah dari keduanya memang sedikit berbeda sebagaimana terdapat di tautan yang saya berikan sebelumnya, namun intinya sama-sama berkaitan dengan seni. “But if they are under 20 years old, they are called maiko, not geiko,” ia menambahkan. Saya mengangguk-angguk. Belakangan saya tahu bahwa maiko itu bisa dibilang geiko yang masih magang atau pelatihan hehe.. Ia juga menunjukkan perbedaan dari segi penampilan seperti riasan wajah dan pakaian yang jujur saja saya tidak hapal semuanya.

Di bawah ini contohnya:

sumber foto dan artikel lengkap di http://www.immortalgeisha.com/faq_geisha.php#faq07
sumber foto dan artikel lengkap di http://www.immortalgeisha.com/faq_geisha.php#faq07

Kelihatan perbedaannya? 😀

Kembali lagi ke Gion. Menurut saya waktu terbaik untuk berjalan-jalan di area ini adalah sore hari dan menjelang matahari terbenam. Setelah berjalan-jalan di Gion, kita bisa duduk-duduk di pinggir sungai Kamo di sebelah baratnya. Selama musim panas, daerah sekitar sungai Kamo selalu ramai baik yang duduk-duduk lesehan di pinggir sungai maupun yang duduk manis di berbagai restoran yang ada di sepanjang pinggiran sungai.

Menghabiskan sore di pinggir sungai.
Menghabiskan sore di pinggir sungai.

Di pagi hari, jalan di sepanjang sungai ini biasanya menjadi jogging track. Pada musim panas, sudah ada orang-orang yang jogging mulai pukul empat pagi karena matahari sudah terbit. Setidaknya begitulah yang diceritakan salah seorang kolega saya yang berhasil bangun sepagi itu. Sementara saya? Masih terlelap tidur karena jam empat di Kyoto berarti masih pukul dua pagi di Jakarta. 😀

Pertunjukan Gratis

Musim panas berarti banyak festival. Festival paling besar di Kyoto adalah Gion Matsuri yang sayangnya tidak bisa saya saksikan karena saya sudah harus kembali ke Indonesia. Namun selama beberapa hari di Kyoto saya cukup beruntung dapat menyaksikan pertunjukan seni gratis yang diadakan di pinggir jalan di pusat keramaian. Selain itu, pada suatu sore saya yang baru kembali ke kamar setelah meeting selesai, melihat melalui jendela ada pawai di jalan menuju ke city hall. Ternyata itu adalah festival seni anak. Saya langsung saja ganti baju santai dan ngacir menonton ke city hall. Yeayyy…

Pertunjukan seni di depan salah satu pusat perbelanjaan
Pertunjukan seni di depan salah satu pusat perbelanjaan
Warna-warni musim panas
Warna-warni musim panas
Tapi kulit Santi tak seputih Sinta. Hahaa..
Tapi kulit Santi tak seputih Sinta. Hahaa..

Uniqlo dan Uang Kaget!

Sebetulnya saya bukanlah penggila belanja sehingga kalau jalan-jalan biasanya membeli oleh-oleh seperlunya saja. Pilihan pun lebih seringkali jatuh pada benda-benda yang mudah dibawa seperti kartu pos, gantungan kunci, dan atau pembatas buku. Kalau kartu pos sih memang karena saya gemar mengoleksi juga hehe.. sekalian untuk dikirimkan kepada teman-teman.

Namun kali itu saya tergoda mendengar cerita dari kolega saya yang berbelanja di Uniqlo. Kalau ada yang belum pernah dengar, Uniqlo adalah perusahaan ritel (sekaligus desainer dan produser juga) pakaian kasual yang berasa dari Jepang dan sudah beroperasi di beberapa negara, salah satunya yang terbaru adalah di Indonesia.

Kolega saya bercerita bahwa pakaian yang dijual di Uniqlo harganya cukup miring karena sedang summer sale. Kemudian ia memperlihatkan beberapa barang yang dibelinya. Saya pun tergoda untuk ke sana keesokan (malam) harinya.

Saya baru bisa keluar berbelanja pada malam hari karena setelah meeting biasanya ada dinner yang diselengarakan oleh federasi bisnis lokal, walikota, dll. Setelah menukar sejumlah dolar ke mata uang yen, saya sampai di Uniqlo pukul delapan malam. Saya pikir waktu satu jam cukup, tetapi ternyata oh ternyata…begitu banyak barang yang bagus dengan harga yang reasonable.

Saya memilih-milih pakaian, masuk kamar pas, keluar lagi, mencoba baju lain lagi. Pilihan yang sulit karena hampir semuanya berkualitas baik dengan model yang juga oke punya. Saat saya mendengar dari pengeras suara bahwa toko akan segera tutup, barulah saya sadar bahwa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan. Tidaaak! Padahal saya masih mau memilih pakaian untuk mama, papa, dan adik-adik saya. Akhirnya malam itu di detik-detik terakhir, saya belanja seperti orang kesurupan. Lari sana-sini memilih pakaian, kemudian ngacir untuk bayar ke kasir. Kejadian itu benar-benar mirip acara reality show ‘Uang Kaget’ dimana si peserta harus menghabiskan sejumlah uang dalam waktu yang sangat terbatas. Di sela-sela ‘kerusuhan’ itu, ternyata kolega saya juga mengalami hal serupa. Haha.. Jadi kami seperti dua peserta ‘Uang Kaget’ yang sedang bersaing ketat.

***

Pekerjaan saya di Kyoto selesai pada hari Kamis. Kolega saya meninggalkan Kyoto untuk kembali ke Jakarta esok paginya sedangkan saya sendiri akan kembali ke Jakarta pada hari minggu. Jumat pagi, saya bermaksud jalan-jalan sendirian di Kyoto namun bingung hendak kemana karena terlalu banyak tempat menarik di Kyoto, hehe.. Nantikan ceritanya di tulisan berikutnya. See you!

1865143963390123180513

4 thoughts on “Mengintip Kyoto (2)”

Leave a reply to maisyafarhati Cancel reply