Asia, Traveling

The Sadness of Seoul Fireworks

Hari itu adalah hari Idul Fitri 1428 Hijriyah (Oktober 2007). Di sore hari saya menemukan stasiun subway Seoul disesaki begitu banyak orang. Namun tentunya hal itu bukanlah dikarenakan orang-orang sibuk mudik lebaran. Ah, mereka pasti tak peduli soal itu. Bukan, bukan karena lebaran…

Saya dan beberapa kawan baru selesai berbelanja di Namdaemun Market dan berniat menonton International Fireworks Festival di sekitar Han River, Yeouido. Ini adalah kali pertama saya menemukan stasiun subway sedemikian padat. Bahkan orang-orang mengantre mulai dari tangga menuju tempat menunggu kereta. Mau kemanakah orang-orang ini? Apakah mereka punya tujuan yang sama dengan saya? Dan ternyata memang benar. Wah, saya tidak menyangka kalau mereka akan begitu antusias untuk datang ke acara tersebut.

Stasiun subway makin panas. Orang-orang semakin berdesakan. Bahkan para penumpang yang hendak turun dari kereta pun kesulitan. Beberapa petugas dikerahkan untuk menertibkan keadaan. Dalam keadaan demikian, kadang orang tak memikirkan orang yang lainnya. Calon penumpang berusaha keras masuk ke dalam kereta secepat mungkin, sedangkan yang di dalam pun berusaha keras untuk dapat keluar.

Saya dan kawan-kawan patuh saja. Kami berbaris dan menunggu giliran naik ke kereta. Kalau tidak salah, setelah kereta ke empat kami baru bisa masuk, itu pun saya sempat terdorong-dorong oleh orang-orang yang tidak sabaran.

Namun cerita menyedihkan bukanlah sewaktu saya tergencet dan terdorong orang-orang. Saya lebih sedih karena hal lain…. Sewaktu seorang kakek menangis minta dibukakan pintu kereta.

Saat itu saya berjarak kira-kira 1 meter dari pintu kereta namun sudah pasti saya kebagian kereta selanjutnya karena kereta itu sudah sangat penuh. Beberapa saat sebelum pintu kereta tertutup, seorang nenek berjalan tergesa-gesa keluar dari kereta. Ia menyenggol tas saya, nampaknya ia amat terburu-buru. Sejenak kemudia saya lupa akan nenek itu.

Akan tetapi ketika pintu kereta telah tertutup dan kereta tersebut hampir berangkat, tiba-tiba seorang kakek menggedor-gedor jendela dari dalam kereta. Seketika semua mata tertuju ke arahnya. Di tengah kerumunan dan kesemrawutan, kakek itu menjadi korban egoisnya manusia yang saling berebut naik kereta. Ia terperangkap dan tak bisa turun. Ia terus memohon sambil menggedor jendela, tetapi petugas subway tidak peduli. Orang-orang yang melihat keadaan itu merasa iba dan meminta petugas membuka pintu kembali. Namun petugas itu hanya mengucap satu kata, “ANDWE!” (안돼) yang berarti “jangan”.

Si Kakek beringsut ke arah pintu dan menangis. MENANGIS. Semua orang tersentuh dan membujuk petugas subway agar membuka pintu lagi. Dari dalam, sang kakek masih menangis dan memanggil-manggil, “Halmoni…halmoni…” (Nenek…nenek…)

Bayangkan Anda sudah berusia sangat tua. Anda mungkin sudah tak sanggup bepergian sendiri. Dan satu-satunya orang yang menemani Anda tiba-tiba saja hilang di tengah kerumunan ribuan orang. Anda bahkan tak punya handphone, atau bahkan tak mengerti bagaimana cara menggunakan handphone. Mungkin Anda sudah terlalu tua untuk mengerti arah dan menemukan jalan pulang. Anda tak tahu apa yang harus Anda lakukan.

Akhirnya pintu kereta kembali terbuka diikuti helaan napas orang-orang yang menyaksikan tragedi singkat itu. Tapi, tungguu…. Cerita belum selesai karena sang Kakek belum menemukan orang yang dicarinya. Ia masih menangis dan mencari istrinya. Ia bertanya-tanya pada orang sekitar, namun mereka terpaksa menggeleng karena tak tahu. Dan beberapa orang berkata “Mungkin sudah ke atas,”

Tiba-tiba saya ingat seorang nenek yang berjalan tergesa dan menyenggol tas saya. Seorang nenek yang terlihat mencari seseorang. Ya!! Kemungkinan nenek itulah yang dimaksud sang kakek malang itu. Dan saya tak melihat satu orang Korea pun yang berusaha membantunya. Semua hanya menatap iba. Saya ingin sekali membantu, namun apa yang bisa saya perbuat? Saya ingin sekali menolong kakek itu. Namun muka sang nenek saja saya tak ingat. Dan saya sendiri bukan orang yang mengerti seluk-beluk Seoul secara detail jika saya harus membantu kakek itu mencari istrinya. Apakah itu hanya sekedar apologi saya?

Foto diambil dari SINI
Foto diambil dari SINI

Akh, semoga itu bukan karena keegoisan belaka. Ketika saya duduk di pinggir Han River menatap kembang api yang pecah dalam bentuk-bentuk indah di langit malam Seoul pun, saya masih memikirkannya. Sudahkan ia menemukan sang nenek?

Daejeon, 14 Oktober 2007

(berharap ia tlah temukan jalan pulang…)

Advertisement

2 thoughts on “The Sadness of Seoul Fireworks”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s