Indonesia, Traveling

[SumateraTrip-11] Berkunjung ke Istana, Mencicipi Nasi Kapau

Sebelum saya meninggalkan Bukittinggi (cerita sebelumnya di SINI), saya sempat mampir ke Batusangkar. Dengan berkendara motor, kota ini dapat ditempuh dalam waktu 1-1,5 jam. Tujuan utama ke Batusangkar tentu untuk mengunjungi Istana Pagaruyung.

Sepanjang jalan ketika hamper sampai di istana tersebut, terdapat banyak rumah adat Minang berukuran sedang dan cukup besar. Sampai-sampai beberapa kali saya mengira rumah-rumah tersebut termasuk komplek Istana Pagaruyung. Barulah di depan pagar dengan gapura bertuliskan Istano Basa Pagaruyung, motor yang dikendarai Hari berbelok masuk ke area parkir. Ini dia tempat yang kami tuju.

DSC06148

Sayang beribu sayang, saya tak berkesempatan masuk ke dalam istananya. Gedung berdinding kayu yang penuh dengan ukiran serta beratap tanduk kerbau ini sedang dalam perbaikan. Berdasarkan cerita dari salah seorang juru foto di yang saya temui di sana, tahun 2007 lalu kebakaran menimpa istana ini. Sekelompok pekerja saya lihat sedang sibuk membenahi atap istana. Kalau dilihat sekilas, tampaknya istana ini sudah kembali seperti semula, mungkin dalam tahap penyelesaian. Meskipun secara resmi tidak dibuka, sebagian wisatawan tetap berkunjung ke sana. Bisa jadi ada yang benar-benar tak tahu seperti saya, atau tahu namun sekadar ingin berfoto di halamannya.

Istana berarsitektur rumah gadang itu terdiri dari tiga tingkat. Dengan atap ijuk dan dinding yang terbuat dari kayu, bangunan itu memang mudah terbakar. Sebelum kebakaran tahun 2007 pun ternyata istana itu bukanlah bangunan asli. Istana Pagaruyung merupakan replika dari istana aslinya yang musnah terbakar. Pembangunannya dilakukan pada 1976 di atas sebidang tanah yang diwakafkan oleh keturunan keluarga kerajaan Pagaruyung. Raja Adityawarman yang namanya diabadikan menjadi nama sebuah museum di Padang pun dahulu pernah tinggal di istana tersebut. Pagaruyung adalah lokasi kediaman Raja Minangkabau sebagai pusat pemerintahan yang pada abad ke-14.

Pagaruyung 1

Saya berjalan menyusuri komplek istana hingga ke bagian belakangnya. Ada sebuah kolam besar namun sayangnya kolam tersebut ‘dihiasi’ sampah plastik yang terlihat mengapung merusak pemandangan. Saya juga menemukan bangunan panggung terbuka yang kata Hari biasa digunakan sebagai surau. Hanya saja saat itu terlihat kurang terawat. Dugaan saya, hal ini bisa terjadi karena istana memang belum beroperasi seperti sedia kala. Namun sampah-sampah di kolam tadi sungguh mencerminkan betapa tak bertanggung jawab mereka yang berkungjung ke istana ini.

Selain bangunan utama, ada beberapa bangunan di sekitarnya yaitu ‘rangkiang’ dan ‘tabuah’. Rangkiang ada di kanan depan bangunan utama yang fungsinya sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Sedangkah ‘tabuah’ adalah benda yang berfungsi untuk memanggil warga jika ada hal-hal penting dan mendesak.

Langit mendung. Gunung Bungsu yang menjadi pemandangan latar istana ini tampak samar tertutup kabut. Saya memutuskan segera kembali ke Bukittinggi sebelum hujan turun. Sebenarnya Batusangkar tak hanya memiliki Istana Pagaruyung sebagai daya tariknya. Terdapat beberapa bangunan bersejarah lain serta makam dan prasasti, di antaranya ada Ustano Raja Alam (makam raja-raja) dan Prasasti Adityawarman yang tak jauh dari Istana Pagaruyung. Ada pula Benteng Van der Capellen dan Gedung Nasional Maharajo Dirajo Tanah Datar yang terdapat di kota Batusangkar.

Sesampainya di Bukittinggi, hujan turun gerimis. Hari sengaja menyempatkan ke Pasar Atas karena saya penasaran ingin mencicipi nasi kapau, semacam nasi rames khas Nagari Kapau. Meskipun hampir sama dengan sajian Sumatera Barat yang lain, nasi kapau memiliki menu-menu khas. Selain itu, setiap kali memesan, menu dasarnya cukup banyak yaitu sayur nangka serta tempe dan daging kering. Jadi lauk apapun yang kita pesan, pasti ditemani dengan menu sadar yang saya sebutkan tadi. Jadi piring kita akan cukup ramai oleh berbagai lauk.

Memang banyak juga warung nasi kapau yang ada di Jakarta, namun saya belum pernah mencoba. Atas saran beberapa teman, saya mencoba menu gulai tambunsu. Agak ragu juga melihat penampakannya. Namun Hari meyakinkan bahwa saya sudah di Warung Nasi Kapau, kalau pesan ayam sih di warung makan biasa juga banyak.

Nasi Kapau di Pasar Atas

Tambunsu adalah jeroan sapi yang di dalamnya diisi tahu dan telur. I think it’s fine. Meskipun kalau mau dibandingkan sih lidah saya lebih cocok makan menu masakan minang yang biasa. Yah namanya juga selera, tak bisa diperdebatkan. Hehe.. Akan tetapi, saya suka menu dasar nasi kapau. Rame rasanya. 😀

Selain menu yang berbeda, makan di warung nasi kapau juga memberikan pengalaman tersendiri. Kita akan duduk di meja mengelilingi berbagai lauk yang disajikan secara bertingkat di meja saji. Berbeda dengan warung makan biasa yang makanannya ‘dipajang’ di etalase kaca. Di Pasar Atas, Bukittinggi, kita akan menemukan banyak warung nasi kapau. Saya waktu itu diajak Hari makan di warung Hj. Tek Sam. Selain warung nasi kapau, ada satu sudut lain di Pasar Atas yang isinya Warung Katupek (ketupat). Namun karena sudah kekenyangan, saya tak sempat mencicipinya.

(Catatan pengeluaran menyusul ya!)

A17D533814F5A072D998E94BEDF101B5

9 thoughts on “[SumateraTrip-11] Berkunjung ke Istana, Mencicipi Nasi Kapau”

Leave a comment