816 meter dpl
Matahari terik menyengat, tiada rasa dingin sama sekali
Oh, inikah puncaknya?
Ketika tiada hal lain kecuali langit, mentari, angin, rumput, bebatuan
Khas keindahan alam di ketinggian yang jauh dari kebisingan
Angin berkata, “Hendak kemanakah kau menuju?”
Aku bilang, “Kesana, menjelajahi dunia. Terbang bersamamu.”
(Summer 2007)
***
Kali ini saya mendaki gunung dengan atmosfer yang sangat berbeda. Gyeryongsan (dalam bahasa Korea “san” berarti gunung) berada di antara kota Daejeon dan Gongju. Gyeryongsan adalah satu dari tiga gunung yang terkenal di Korea berdasarkan pungsujiri (a theory of division based on topography) yang tiap tahunnya dikunjungi sekitar 1,4 juta pendaki.
Pagi itu, saya dan beberapa teman ASEAN berangkat dengan menaiki bus nomor 102 dari downtown Daejeon. Bus itu kemudian makin lama makin dipenuhi penumpang yang sebagian besar memiliki tujuan yang sama: Gyeryongsan. Semua wajah terlihat bersemangat, dari mulai anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua (kakek-nenek). Berada di daerah yang dikelilingi pegunungan, kebanyakan orang Korea memang menyukai hiking. Selain itu, gunung-gunung di sini juga relatif tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan di Indonesia. Gunung tertinggi di Korea Selatan saja tingginya ‘hanya’ 1.950 meter, yaitu Hallasan yang berada di Pulau Jeju.

Kawasan di sekitar Gyeryongsan adalah taman nasional yang namanya sama dengan nama gunung tersebut. Di pintu masuknya, setiap orang membayar tiket seharga 800 won (sekitar 8000 rupiah). Di sana pula kami bertemu dengan teman-teman China dan Yang sonsaengnim (dosen bahasa Korea kami), sesuai dengan janji kami sebelumnya. Sebelum memasuki jalur pendakian, kami berjalan menyusuri jalan yang lumayan besar yang dikelilingi pepohonan dan di sekitarnya terdapat kuil tempat ibadah para penganut Buddha.
Jalur pendakian dimulai setelah kami melewati sebuah jembatan kayu yang cukup bagus dan terawat, jauh dari kesan bahwa kami akan memulai pendakian yang melelahkan. Sebagian besar jalan yang kami lewati adalah bebatuan. Jalan tersebut memiliki kemiringan yang beragam, dari mulai agak datar sampai terbilang curam. Namun tetap saja jalur pendakian di Gyeryongsan (dan di gunung-gunung lain di Korea) tidak se”liar” di gunung-gunung yang terdapat di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan di Korea hiking merupakan “hobi sejuta umat” sehingga jalur-jalurnya sangat teratur dan terawat, tidak seperti di Indonesia di mana hanya orang-orang tertentu saja yang mau naik gunung karena tingkat kesulitannya. Positifnya, hiking di sini terasa lebih aman, walaupun kita menjadi kehilangan rasa petualangan yang sesungguhnya.

Perjalanan dari awal jalur pendakian sampai ke puncak memakan waktu sekitar 2,5 jam. Sebenarnya, di gunung tersebut terdapat beberapa puncak, yang dengan sangat menyesal saya lupa mencatat ataupun mendokumentasikan nama-nama puncak tersebut. Di puncak, kami makan bersama bekal makan siang yang telah kami bawa masing-masing. Sebagian besar membawa roti dan kimbab (Korean sushi). Karena terik matahari saat itu sangat menyengat, ada salah seorang dari kami yang membuka payungnya. Oh my God! Ini jadi berasa piknik di pantai, bukan di puncak gunung. Awalnya teman-teman lain merasa agak aneh akan hal tersebut, tetapi ujung-ujungnya pada ikutan juga karena panasnya memang nggak ketulungan, hehehe…
Perjalanan hari itu sangat berkesan. Lelah memang, tapi ya itulah hiking. Dan berita gembiranya, Sonsaengnim (bahasa Korea: guru/dosen) memberitahukan bahwa ujian bahasa Korea yang mestinya ada di hari Senin (keesokan harinya), ditunda menjadi hari Selasa. Huaa…senang tak terkira! Rasanya saya juga sudah tak kuat untuk belajar, apalagi habis hiking saya langsung ke Jeonmin-dong, untuk ngumpul-ngumpul PERPIKA (Persatuan Pelajar Indonesia di Korea Selatan).

koreaaaa!!! 🙂
LikeLike
Fans berat Korea kah? 😀
LikeLike
nggak sampe fans berat sih. cuma suka, tau beberapa hal ttg korea. hallyu wave 🙂
LikeLike