(Masih) Juli 2008
Selamat Datang di Malang!
Kota Malang kalau siang-siang ternyata panas juga ya. Makanya sewaktu melihat es teler Dempo, saya langsung ngiler… Lalu makan bakmi juga. Rasanya boleh lah, tapi juga tidak terlalu istimewa.
Oh ya, update news! Dara yang kemarin ketinggalan dan tak ikut ke Bromo, akhirnya menyusul ke Malang (baca jurnal sebelumnya di SINI). Dia naik kereta dari Jakarta. Ketika Dara datang, teman-temannya langsung komentar, “Waah…parah lo, Dar, temen lo dibiarin sendirian!” Saya sebagai korban hanya cengar-cengir.

Bus kemudian berhenti di alun-alun kota Malang. Tempat itu benar-benar hidup! Ramai, banyak tukang jualan, juga banyak keluarga dan teman yang sedang bercengkerama sambil menikmati hari. Seperti di kebanyakan kota di Indonesia, alun-alun biasanya berhadapan dengan masjid agung di kota tersebut. Begitu pula di Malang. Saya solat dzuhur dan ashar disana. Seuasana di masjid bergaya arsitektur campuran Jawa dan Arab ini begitu nyaman dan tenang. Oh ya, masjid ini dibangun pada 1890 dan selesai pada 1903. Ternyata sudah cukup tua ya usianya.
Selanjutnya, saya diajak ke Pasar Burung. Mau ngapain ke Pasar Burung? Tapi yaa…ikut saja deh sama yang mau hunting foto. Walaupun namanya Pasar Burung, tetapi yang dijual bukan hanya burung, melainkan berbagai satwa lainnya. Sudah seperti kebun binatang saja. Bahkan ada yang menjual anak macan (memangnya boleh ya?). Waktu pertama melihat, saya kira kucing…tapi kok rasanya ada yang berbeda. Eh ternyata kata penjualnya itu anak macan. Saya ingin banyak bertanya tentang anak macan itu, tapi penjualnya tidak terlalu ramah. Saya pun mengurungkan niat.
Setelah lelah dan agak bosan di Pasar Burung, saya dan Dara menuju ke Toko Oen, toko legendaries di Malang yang berdiri sejak 1930. Katanya sih belum ke Malang kalau belum ke toko ini. Yang terkenal dari toko ini adalah es krimnya… Maka saya pun memesan satu es krim coklat ukuran besar (tapi kecil ah menurut saya..). Suasana di toko ini memang tempo dulu sekali, mirip sama toko es krim Tip Top yang ada di Jogja atau Ragusa di Jakarta (tapi Ragusa sekarang terlalu ramai dan kurang nyaman).
Dari Toko Oen, saya berniat mencari toko buku jadul yang ada di Jalan Kawi. Saya memutuskan berjalan kaki ke sana, tapi ternyata Jalan Kawi itu panjaaaang…. Sudah hampir Magrib tapi belum sampai juga. Rencana itu dibatalkan karena buru-buru harus berkumpul lagi di alun-alun untuk makan malam lagi bersama yang lain.
Pulau Sempu
Sempu adalah pulau kecil (yang juga merupakan cagar alam yang dilindungi pemerintah) di selatan Pulau Jawa, tepatnya masuk wilayah Kabupaten Malang. Kalau mau ke Pulau Sempu, dari kota Malang kita harus menuju Sendang Biru yang berjarak sekitar 100 km. Jalannya cukup mengocok perut (bukan lucu, melainkan bikin mual), jadi bersabarlah! Saya sering ditanya, “Cha, dari Malang ke Sendang Biru transportasinya gimana sih?” Jujur saya kurang tahu karena saya waktu itu kesana bersama rombongan, jadi sudah ada bus sendiri.

Dari Sendang Biru, sebenarnya pulau Sempu sudah terlihat. Bahkan sepertinya jarak ke pulau tersebut tak sampai 1 km. Tetapi tidak mungkin berenang juga kan? Hehe.. Apalagi kami membawa tas carrier yang berat beserta perlengkapan kemping.
Menuju ke Pulau Sempu, kami naik perahu motor. Ternyata jarak yang ditempuh jadi agak jauh karena rutenya memutar. Turun dari perahu, kami trekking di Pulau Sempu menuju kawasan yang biasa digunakan berkemah. Akhirnya ada juga adegan membawa carrier besar sambil berjalan menyusuri hutan belantara *merasa dramatis*. Jalannya juga naik turun. Lelah karena berjalan memang tak seberapa, tapi yang membuat merana adalah bawaan yang super berat. Ditambah lagi, rombongan sering berhenti di tengah jalan (beginilah konsekuensi pergi dengan rombongan cukup banyak). Kalau jalan dengan kecepatan normal dan istirahat seperlunya saja, saya rasa bisa lah ditempuh dalam waktu 45 menit. Tapi waktu itu kami menghabiskan waktu lebih dari 1 jam.
Sampai di tempat kemping, kami langsung makan siang dan mendirikan tenda. Waah…pantainya juga oke! Airnya bening bergadasi biru dan hijau. Pantai di pulau ini bagaikan terperangkap. Dikelilingi bebatuan yang cukup tinggi, rasanya seperti pantai pribadi. Terus yang seru ketika sorenya kami memanjat tebing untuk memotret matahari terbenam. Menantang sekali medannya. Jadi rock climbing kecil-kecilan (tanpa pengaman!). Saya dipaksa berpikir bagaimana caranya supaya bisa sampai atas. But the view was worth it.
Esok paginya, suasana sunrise tidak terlalu bagus. Sempat bermain-main air lagi sebentar (dengan air yang lebih surut dari kemarin…), lalu siap-siap pulang. Sampai jumpa lagi, Sempu!
Bus kemudian menuju Malang dan Bandung. 24 jam mati gaya di dalam bus! Hehehe…
*Random: Awal 2012 saya berkesempatan mengunjungi Malang lagi. Lucunya, baju yang saya pakai ke Malang pada tahun 2008 dan 2012 itu sama! Haha.. Ketahuan ya bajunya itu-itu terus. Cerita Malang Trip 2012 segera menyusul. 😀