Desember 2009
Berawal dari kebosanan dengan aktivitas sehari-hari, pagi itu saya sms seorang teman.
“Wit, ntar sore hunting sunset yuk ke Boko,” kata saya kepada seorang manusia bernama Wiwit. Adapun Boko yang dimaksud adalah Candi Ratu Boko, tak jauh dari Prambanan, Yogyakarta. Ternyata Wiwit menyambut baik rencana itu dan kami mulai mencari personel lain yang akan ikut. Total jadi lima orang: saya, Wiwit, Ino, Ihsan,dan Fariz.
Rencana awal, kami berangkat jam 4 sore. 30 menit kemudian sampai di Boko, keliling komplek candi, lalu menjelang pukul setengah 6 kami pindah ke sunset spot. Tapi rencana tinggallah rencana. Kami menunggu Fariz sampai hampir pukul 5, sampai akhirnya ia mengabari bahwa ia ketiduran. Gubrak! Akhirnya kami terlambat berangkat dan terlambat sampai Boko. Dengan mengendarai motor (kecepatan standar), perjalanan ke Candi Ratu Boko bisa ditempuh sekitar 30 menit dari kawasan UGM. FYI, karena sudah memasuki musim liburan, tiket masuk ke candi ini naik menjadi Rp15.000. Seingat saya, beberapa bulan sebelumnya saya ke sini dan harga tiketnya Rp8.000 saja (Bahkan sekarang kabarnya tiket masuk sudah jauh lebih mahal, sila cek di website resminya).
Hari sudah hampir gelap ketika kami tiba disana, sehingga kami langsung menuju sunset spotnya (Still…we thank Fariz for his camera 😉 ). Setelah berjalan sedikit menanjak, tibalah kami di suatu tempat dimana sejauh mata memandang, indahnya langit sore terasa begitu memesona. Ditambah sawah dan rumah-rumah yang menghampar di bawahnya, juga beberapa gunung yang menjulang, yaitu Sindoro, Sumbing, dan Merapi. Kalau dipikir-pikir, waktu itu kami jadi lebih banyak foto narsis daripada foto pemandangannya. Haha…Tak apa lah, kan manusia juga pemandangan ya. Intinya tetap sunset tapi ada foreground manusianya ;p.
Matahari tenggelam sempurna dan akhirnya kami memutuskan untuk turun dan solat maghrib. Usai solat, dengan sok tahu kami berjalan menuju komplek candi dengan harapan ada secercah cahaya di sana dan bisa foto-foto. Tapi ternyata gelap gulita dan bagaikan acara uji nyali. Jadi kami balik kanan bubar jalan dan menuju parkiran.

Kami mengisi perut di Restoran Lombok Ijo di Jalan Solo (dekat Hotel Saphir) dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Jogja Jamming, sebuah pameran seni rupa di Taman Budaya Jogja. Tentu saja sampai sana kami berfoto ria lagi. Saking senangnya, belum masuk ruang pameran kami sudah heboh foto-foto di luar. Ketika tersadar, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 9, padahal ruang pameran tutup pukul 9. Hasilnya, kami tidak bisa masuk. Huhu… Yasudah, lanjut lagi lah foto-foto di luar. Terus ketemu Garin Nugroho juga yang sedang berkeliling di acara itu. Sayangnya, Garin Nugroho sama sekali tidak mengenal kami *eeeaaa.