Indonesia, Traveling

Finally Bali #1

Bali menjadi lokasi dinas pertama saya di kantor (Desember 2010), sekaligus juga pertama kalinya saya menginjakkan kaki di sana. Mungkin tulisan ini menjadi tidak istimewa mengingat kebanyakan orang sudah pernah berkunjung ke Bali. Pantai Kuta dan tujuan wisata lainnya bahkan bagi sebagian orang sudah basi dan membosankan.

Yang paling sering, orang-orang luar (negeri) lebih kenal Bali daripada Indonesia.

Misalnya saat saya bertanya, “Have you been to Indonesia?” orang yang ditanya mengernyitkan dahi. Namun ketika saya mengucapkan kata kunci “Bali”, orang itu langsung mengangguk dan memuji-muji keindahan Pulau Dewata itu. Saya hanya memelas: saya (saat itu) belum pernah ke Bali.

Mengingat dinas kantornya hari Kamis dan Jumat, saya dan beberapa teman sebelumnya sudah berencana untuk jalan-jalan di akhir pekannya. Saya sendiri sudah berniat membuat itinerary dan mulai hunting hostel-hostel murah yang nyaman untuk tempat tinggal di sana nanti. Namun ketika bertanya pada teman saya, ia hanya bilang “gimana nanti aja”. Lagipula dua teman saya itu memiliki sanak saudara di Bali jadi kemungkinan bisa menginap di rumahnya.

Di luar dugaan, Jumat pagi sudah tidak ada agenda karena sudah dihajar habis sampai Jumat dini hari. Menjelang siang, saya dan beberapa teman sudah siap di lobi hotel untuk beranjak menuju Kuta. Hari itu kami berjalan-jalan dengan mobil sewaan dengan biaya Rp350.000/12 jam dibagi 7 orang. Lumayan.. Rp50.000 per orang dan itu sudah termasuk supir dan bensin. Di Kuta kami hanya berhenti dan menjemput dua orang temannya teman saya, yang akhirnya juga menjadi teman saya (hehe..ribet deh). Agendanya setelah itu kami akan ke Tanjung Benoa. Lanjuuut!

Jujur saja dalam perjalanan kali ini modal saya hanya pasrah dan ikut arus, hehe… Karena jalan dengan cukup banyak orang dan belum terlalu dekat, rasanya juga sungkan untuk usul ini itu. Lagipula saya baru pertama kalinya ke Bali sedangkan kebanyakan di antara mereka sudah pernah sebelumnya. Selain itu, hal penting lainnya adalah pengeluaran agak tidak terkontrol. Memang terasa sekali, traveling itu lebih nyaman ketika kita bersama orang yang ber-style sama. Budget traveler ya enaknya jalan dengan sesama budget traveler. Namun demikian, saya menikmati jalan-jalan dengan teman-teman baru ini. Anggap saja jalan-jalan ini adalah honor dari dinas luar kota pertama saya ;D (mencoba menghibur diri dan melupakan masalah uang).

Tanjung Benoa

Di Tanjung Benoa, sang supir mobil yang bernama Pak Nengah ‘menaruh’ kami di salah satu operator diving dan fasilitas hiburan air lainnya, sebut saja banana boat, fly fish, big mable, dan parasailing. Melihat harganya…ouchhh…mahal! Tapi kami teringat pesan Pak Nengah supaya pintar menawar. Ternyata menawar merupakan sesuatu yang wajar dan biasa dilakukan khususnya oleh turis lokal. Kalu buat bule, harga segitu udah wajar kali ya..jadi ya cincai lah nggak perlu pakai nawar. Hehe..

Big mable

Saya memilih big mable dan fly fish. Berturut-turut tarif kedua permainan tersebut sebenarnya Rp150.000 dan Rp250.000 per orang, namun dengan tawar menawar akhirnya sepakat di harga Rp100.000 dan Rp150.000. Big mable pada prinsipnya hampir sama dengan banana boat, yaitu ditarik oleh boat yang ada di depan. Bedanya, penumpang big mable duduk berbaris ke samping, bukan ke belakang. Permainan ini sangat seru dan sukses membuat badan kami pegal-pegal keesokan harinya. Hehehe.. Untuk fly fish, sebetulnya amat sangat menyenangkan, hanya saja durasi terbangnya bisa dibilang tidak terlalu lama. Ahhh…andaikan bisa terbang selamanya… *mimpi* *jatoh* *gubrak*

Fly fish…terbang ditarik boat di bawahnya.

Mari kembali ke realita. Oiya berhubung saya kelaparan, abis mainan itu saya pesen menu yang paling murah yaitu mie kuah seharga Rp10.000. Dan ternyata eh ternyata itu adalah indomie rebus campur sawi dan telur. Oh yasudah lah, tak mengapa. Berhubung sudah lapar, saya mengurungkan niat untuk protes. Kalau dipikir-pikir harga segitu masih masuk akan untuk ukuran tempat wisata.

Berhubung beberapa teman saya ada yang mau diving, sisanya yang nggak diving pun ikutan nimbrung naik boat ke tengah laut. Sementara yang lain nyemplung ke air, kami bersantai menikmati angin laut sambil merenung masing-masing.

Pulau Penyu

Sumpah saya nggak pernah berniat datang ke pulau ini. Denger-denger sih nggak terlalu menarik. Berdasarkan baca di komik Benny Mice berjudul Lost in Bali (2), tempat ini termasuk yang tidak direkomendasikan oleh kedua komikus tersebut. Tapia pa boleh buat, teman-teman saya pada mau ke sini. Alhasil saya ikutan juga karena nggak enak kalo nggak ikut gabung. Yang nggak masuk akal adalah biaya naik boat pp ke sana adalah Rp100.000 per orang. Itu aja udah hasil tawar-menawar. Tadinya malah Rp200.000. OMG, saya udah pasti nggak rela kalau duit segitu melayang hanya untuk ke Pulau Penyu.

Dan saudara-saudara, itu tempatnya nggak jauh dari pantai tempat operator kami. What? Seratus ribu? Baru duduk bentar aja udah nyampe. Itu tuh dekeeeet… *masih nggak rela* Baiklah..lagi-lagi saya harus menghela napas mencoba rela. Pulau Penyu isinya penyu-penyu dan beberapa hewan lain seperti burung, iguana, ular, yang kesemuanya bisa kita lihat di kebun binatang biasa. Yang cukup menghibur adalah karena sang pawang menjadi pemandu untuk berfoto bersama hewan-hewan tersebut, tidak termasuk hewan yang tidak jinak tentunya.

kegiatan di P. Penyu: (sok) akrab sama hewan ;D

Menjelang keluar dari arena hewan-hewan tersebut, ada semacam kotak amal dimana setiap orang harus menyumbang Rp5.000 untuk pemeliharaan hewan-hewan. Saya amat sangat ikhlas. Dan selembar uang lima ribu pun mendarat dengan manisnya di kotak tersebut.

Kecak in Uluwatu. Where’s the Sunset?

Konon kata teman saya, menonton Tari Kecak di Uluwatu adalah suatu hal yang jangan sampai dilewatkan kalau saya ke Bali. Selain karena tariannya yang keren dan bikin merinding, suasana matahari tenggelam di Uluwatu sangatlah romantis. Aduuuh…udah meleleh duluan deh…

So, here I go… Uluwatu. Sayang beribu sayang, cuaca hari itu mendung sehingga matahari yang tenggelam tak tampak jelas. Warna langit tiba-tiba gelap begitu saja. Suasana romantis pun buyar begitu saja. Baiklah..berarti saya harus konsen ke Tari Kecak nya aja.

Tari Kecak di Uluwatu

Dan memang benar, nonton Tari Kecak secara langsung emang bikin merinding. Keren aja begitu banyak orang bisa menciptakan bunyi-bunyian yang seakan acak tapi tetap harmonis. Kalau dari segi ceritanya sih mungkin nggak aneh lagi, yaitu cerita Ramayana. Di Prambanan bahkan durasi pertunjukannya lebih panjang dan ceritanya lebih detail. Tapi yang membuat spesial, gadis pemeran Sinta dalam lakon ini punya ekspresi yang luar biasa hebat. Ekspresi sedihnya..senangnya.. Pokoknya lolos deh kalau casting sinetron! *loh*

Pilih Tempat Menginap di Popies Lane 2

Malamnya, menuju Kuta, hujan mulai deras. Dua teman saya kembali ke Sanur karena masih ada kerjaan, lainnya sudah pesan hotel di Denpasar. Saya memilih bermalam di Kuta saja. Niatnya hari itu mau bertemu seorang teman lama di Kuta tapi nggak jadi karena masalah komunikasi *hadooh*. Seorang diri pun tak masalah. Saya sebelumnya sudah browsing di internet dan berencana menginap di Popies Lane 2, tak jauh dari Kuta dan Legian. Popies Lane 1 dan 2 memang dikenal sebagai lokasi dimana banyak terdapat budget hotel. Untuk urusan hotel, sebenarnya sudah ada rekomendasi teman, namun membaca testimony mengenai hotel tersebut, saya mengurungkan niat menginap di situ.

Kebetulan saya turun tak jauh dari sebuah tempat menginap bernama Dua Dara Inn. Riky, satu-satunya cowok di antara kami, ternyata juga mau menginap di Kuta malam itu. Jadilah kami berburu hotel bareng. Tarif per kamar untuk kamar dengan shower dan kipas adalah Rp150.000 untuk dua orang. Karena saya sendirian, tarifnya hanya Rp100.000 saja. Riky sih setuju dengan harga segitu. Pas udah liat-liat kamar, ya layak sih… Tapi dasar otak saya entah irit entah pelit, rasanya masih pengen aja cari yang lebih murah. Masih aja ngebandingin waktu di Ho Chi Minh City dengan harga segitu udah dapet kamar dengan AC dan TV kabel. Hello..this is Bali, not Ho Chi Minh City! *nabok pipi sendiri*

Karena di luar masih hujan, saya juga nggak enak ngajak Riky cari hotel lain. Dan yang menyebalkan adalah, saya nggak bawa backpack melainkan bawa koper dan handbag berisi laptop (ceritanya ibu-ibu habis kerja). Sungguh tidak praktis. Akhirnya malam itu merelakan Rp100.000 untuk menginap. Hahaha…

See you tomorrow!

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s