Asia, Traveling

[AseanTrip-13] Waspada di Bangkok

[7 Oktober 2010]

Setelah malamnya ‘menginap’ di Suvarnabhumi Airport, kami melenggang menuju pusta kota Bangkok saat hari mulai terang. Kami naik monorail dari bandara ke pusat kota, turun di sebuah pemberhentian kemudian lanjut naik taksi. Untuk akomodasi di Bangkok, saya sudah book guesthouse yang terletak di Jalan Rambuthri. Sebelumnya saya sudah deposit sebesar 10% dari harga kamar/malam (550 Baht). Kamar yang saya pilih adalah twin + en suite bathroom.

Jalan itu merupakan wilayah yang ramai wisatawan. Di sana banyak terdapat guesthouse dan kafe, namun tidak seramai dan sesemrawut di Jalan Khao San. Staf Green House Guesthoues, tempat saya menginap, tidak seramah staf (dan pemilik) guesthouse yang saya temui di kota-kota sebelumnya (Singapura, Melaka, KL, dan Phuket). Yah intinya hubungan yang terasa hanya bisnis aja, saya bayar, mereka memberikan jasa. Sewaktu saya masuk ke area guesthouse, kok rasanya saya kenal tempat ini. Pas masuk kamar, beuhhh…baru nyadar. Ini guesthouse yang sama persis dengan tempat saya menginap di Bangkok tiga tahun sebelumnya. Waktu itu saya dan Nana menginap sekamar di sini. Kamarnya tidak terlalu besar, tapi bersih. Begitu pula kamar mandinya.

Saya memang agak pangling sama tempat ini, soalnya tampak depannya beda. Dulu belum ada kafenya dan tampak luarnya juga tidak sebagus sekarang. Di lantai dua guesthouse ini ada warnet, ini salah satu ruangan yang masih saya ingat karena waktu itu sempat menggunakan fasilitas ini.

Berhubung kami sampai di sana jam 8 pagi, kami belum bisa masuk kamar. Tetapi kami diperbolehkan menaruh backpack kami di lobi guesthouse. Kami pun hanya pergi ke wastafel di lantai bawah dan cuci muka+gosok gigi. 😀

———————————————–

Kurang afdol kalau ke Bangkok tapi tidak berkunjung ke Grand Palace. Sebenarnya saya sudah pernah kesana, tetapi berhubung Pupu belum pernah, saya pun ke sana lagi. Tiket masuknya memang lumayan mahal, yaitu 350 Baht (Rp98.000 dengan kurs saat itu). Tetapi tiket itu termasuk tiket ke beberapa museum yang letaknya di komplek Grand Palace juga. Nah, kadang-kadang orang tidak terlalu ‘ngeh kalau tiket juga berlaku untuk masuk ke Vimanmek Mansion dan berlaku sampai satu hari setelahnya. Saya dan Pupu ke sana di hari berikutnya.

Kembali ke Grand Palace ya… Untuk transportasi ke sana dari kawasan Khao San, saya sudah bertanya kepada Nadine, salah satu teman saya yang orang Thailand. Dia sudah memberi tahu bus nomor berapa yang harus saya tumpangi. Namun, ketika kami sampai di pinggir jalan, kami didatangi oleh seorang pria. Pembawaannya menyenangkan dan ramah sekali. Ia bertanya kami hendak kemana, dan kami memberi tahu.

Mengetahui kami akan naik bus, ia langsung tertawa. Ia bilang, “You are so lucky! This is tourist day! You can take tuk-tuk for free.” Mungkin kami masih ling-lung, kami dengan polosnya langsung bilang, “Really?” dengan mata berbinar (walaupun bingung kok kami tidak menemukan informasi semacam ini di internet atau dari staf guesthouse). Dia pun menunjuk beberapa tuk-tuk yang lewat. Katanya tuk-tuk yang ada bendera Thailand-nya itu tuk-tuk yang berpartisipasi dalam tourist day ini.

Karena saya agak cerdas sedikit, muncul pertanyaan, So, is it a government program, I mean the government pays those tuk-tuk drivers?” Dan pria itu menjawab, Yes. Dia lalu mengambil sebuah pulpen dan peta Bangkok dari saku kemejanya. Well prepared sekali ya. Lalu dia menunjukkan beberapa tempat yang bisa kami kunjungi jika naik tuk-tuk tourist day yang ia maksud. Jadi, katanya selain ke Grand Palace, kami akan dibawa ke beberapa tempat lainnya, seperti patung Standing Buddha, beberapa palace lainnya, serta toko dan workshop pembuat perhiasan.

Pria itu kemudian menyetop salah satu tuk-tuk untuk kami. Namun tuk-tuk itu kemudian berlalu pergi. “He can’t accompany you. He is going somewhere,” katanya. Kemudian dia mengusulkan saya naik tuk-tuk yang sedang ngetem tak jauh dari tempat kami berdiri. Kami pun naik tuk-tuk dengan riang gembira dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pria baik hati itu.

Di tuk-tuk, saya dan Pupu menghujani si supir dengan banyak pertanyaan tentang tourist day (karena kami masih penasaran). Si supir menjawab dengan tabah dan dengan Bahasa Inggris yang lumayan tapi agak terbata. Kalau udah bingung, dia hanya menjawab, “Yes..yes.. No..no..” Mungkin dia capek juga menghadapi wisatawan yang terlalu kritis. :p

Patung Standing Buddha

Pertama, kami dibawa ke patung Standing Buddha. Cukup banyak pengunjung di sana. Karena Pupu penasaran dengan ‘tourist day’, ia kemudian mengajak saya bertanya kepada petugas pariwisata yang ada di sekitar area itu. “What? Tourist day? He lied to you,” kata pria Thailand yang berparas lumayan itu. Damn! Arrgghhh.. Kami tertipu!

Yang bikin kami merasa begitu bodoh adalah, sebenarnya kami sudah membaca cerita serupa dari bukunya Claudia Kaunang. Dia pernah dibohongi supir tuk-tuk yang menawarkan dia keliling Bangkok hanya dengan membayar 10 Baht (Rp2800) saja. Dan kejadian itu persis seperti yang sedang kami alami, kecuali modus tourist day dimana kami benar-benar mendapatkan gratis! Inti dari penipuan ini adalah si supir tuk-tuk sebenarnya mau bawa penumpang ke workshop perhiasan dan toko souvenir, dan berharap kami belanja di sana. Setiap bawa penumpang ke sana, di supir akan mendapatkan komisi, terlebih jika penumpang itu kemudia berbelanja. Big NO! Punya uang dari mana saya?

Saya dan Pupu mengangguk paham atas perkataan si petugas pariwisata tadi. Dia menyarankan agar kami pura-pura tidak tahu saja dan mengikuti supir tuk-tuk itu. Kalau kami marah-marah, katanya kami akan disuruh bayar (wah wisatawan kere jelas nggak mau rugi dong :p). Dia juga tidak mau disalahkan oleh supir tuk-tuk karena membocorkan rahasianya, mungkin ini adalah semacam sindikat yang sudah jadi rahasia umum di Bangkok, yang bodohnya saya nggak menyadarinya dari awal.

Kami mengikuti permainan di supir. Kami nikmati saja perjalanan keliling Bangkok sambil terus-terusan meneror supir itu dengan pertanyaan seputar tourist day. Si supir terus mengarang jawaban. Dalam hati saya dan Pupu pengen ketawa. “Kita udah tau kaleee kalo lo bohong!” Hahaha..

Semakin lama, tempat yang dikunjungi semakin nggak jelas. Temple yang dikunjungi kayaknya bahkan bukan tempat wisata, Cuma temple biasa. Trus waktu kami mau masuk, si supir bilang, “You can not enter. The monks having lunch.” Apa? Lunch pale lo?? Waktu itu baru  sekitar jam 9.30 pagi. Ngarangnya udah kebangetan nih. Trus kami disuruh duduk-duduk aja di halamannya. Kurang kerjaan banget.

Jebakan toko perhiasan

Lalu dia mengajak kami ke workshop perhiasan. Saya dan Pupu keukeuh mau ke temple lainnya dulu. Dengan bete, dia menuruti kemauan kami. Setelah dari temple, barulah kami ke workshop yang dia mau. Di sana terhampar batu permata yang berkilauan (sorry lebay). Yang jelas kami nggak sanggup membelinya. Awalnya kami diajak berkeliling melihat proses pembuatannya. Lalu kami diajak ke toko dan dijelaskan produk-produk unggulan mereka. Kami tersenyum basa-basi. Staf-stafnya ramah sih..tapi tetep aja KAMI NGGAK SANGGUP BELI.

Kami meninggalkan workshop itu tanpa menyumbang uang kami sedikitpun. Si supir bertanya apakah kami membeli sesuatu. “No,” saya jawab singkat. Bete juga sama dia. Dari situ, kami dibawa ke sebuah temple yang saya lupa namanya. Tapi tempat ini memang tempat wisata, terbukti banyak orang juga di sana. Kami dan supir sudah mulai perang terbuka, menunjukkan ketidaksukaan satu sama lain. Kami sudah mulai ngotot kalau dia mengajak ke tempat yang dia mau. Alhasil, ketika kami keluar dari temple tersebut, tuk-tuk tadi sudah tidak ada. Dia meninggalkan kami.

Antara pengen marah sama pengen ketawa. Hahaha.. ya sudahlah, setidaknya kami sudah jalan-jalan gratis. Dari situ kami tanya orang-orang yang lewat mengenai angkutan umum untuk ke Grand Palace. Anything but tuk-tuk. Negatifnya, di mata kami, di jidat para supir tuk-tuk itu sudah ada capnya: PENIPU. Kami menunggu bus cukup lama. Pukul 12 siang kami baru sampai di Grand Palace.

Heyyy…petualangan belum selesai. Grand Palace juga merupakan tempat bersemayamnya para penipu. Dulu pertama kali saya ke Bangkok rasanya aman-aman aja. Saya tidak menyadari bahwa banyak orang berbuat curang. Iya sih..dulu saya jalan-jalannya ditemani orang Thailand. Hehe…

Modus penipuan di Grand Palace adalah sebagai berikut. Di pintu masuk, Anda akan didekati seorang pria yang ternyata adalah supir tuk-tuk. Dia akan bertanya, “Are you going to Grand Palace?” (Kalau Anda kesal, jawab aja, “Nope. I’m going to Monas! Ya ke Grand Palace lah… Dudul!”). Kemudian dia akan bilang bahwa Grand Palace sementara sedang ditutup dan akan buka kembali dalam waktu satu jam. Nah, sambil menunggu Grand Palace buka lagi, dia akan mengajak Anda keliling Bangkok naik tuk-tuk. Selanjutnya, bisa ditebak sendiri kan?

tersenyum setelah melewati berbagai rintangan 😀

Karena baru mengalami penipuan, saya dan Pupu benar-benar waspada. Pas ada yang bilang Grand Palace tutup, saya bilang, “It’s okay, I will check it.” Dan ternyata…tentu saja Grand Palace-nya buka, Saudara-saudara! Hufff… Baiklah, saatnya menikmati keindahan Grand Palace. Saya tidak akan menceritakan sejarah dan segala macamnya…sila Anda browsing sendiri. Saya sudah terlalu semangat cerita tentang penipuannya supaya tidak lebih banyak orang yang mengalami kejadian yang sama.

Boat Menuju Stasiun Phra Arthit

Setelah dari Grand Palace, kami kembali ke Rambuthri dengan menggunakan moda transportasi air (boat) dan turun di Stasiun Phra Arthit. Dari situ kami lanjut jalan kaki. sambil mampir dulu beli makan siang kebab (yang tebel dan isinya jumbo!) seharga 49 baht. Sampai di guesthouse langsung mandi dan istirahat.

Cheers… Enjoy Bangkok!

Besok saya dan Pupu mau jalan-jalan ke Vimanmek Mansion dan puter-puter mal di Bangkok sampai teller! :p

*tips: berjalan-jalan di Bangkok naik bus itu mudah dan murah sekali lho… Busnya ada yang AC, kipas, dan AC alam. Hehe… Kalau biasa naik bus di Jakarta, pasti biasa juga naik bus di Bangkok. Bahkan bus di sana bersih-bersih. Bus paling jelek pun, kondekturnya tetap memberikan karcis yang bertuliskan tarif busnya. Jadi Anda sebagai turis jangan khawatir ditipu soal tarif bus. Hampir semua orang hapal nomor dan jalur bus. Kalau mau ke suatu tempat, kami biasanya tanya orang sekitar saja. Masalah pulangnya gimana, ya nanti nanya orang lagi. Hehe..

Pengeluaran 7 Oktober:

Monorail dari bandara 15 Baht

Taksi 32 Baht (setelah dibagi dua sama Pupu)

Sarapan roti 12 Baht

Air mineral 7 Baht

Bus 11 Baht

Tiket Grand Palace 350 Baht

Boat 14 Baht

Lunch Kebab 49 Baht

Hostel 480 Baht

Total 970 Baht (Rp271.600)

 

Advertisement

2 thoughts on “[AseanTrip-13] Waspada di Bangkok”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s