Passion. Pasti pernah dengar kan? Apalagi sekarang ini sepertinya sedang happening banget orang-orang ngomongin passion. Kalau diartikan menurut bahasa, passion berarti rasa suka atau antusiasme yang kuat terhadap suatu hal atau kegiatan. Sekarang ini, passion lebih sering dikaitkan dengan pekerjaan dan karir. Hal ini pertama kali saya kenal lebih mendalam sewaktu bertemu dengan Rene Suhardono (@ReneCC) setahun lalu di Pelatihan Intensif Pengajar Muda II – Indonesia Mengajar.
Sewaktu diskusi dengan Rene, saya mengangguk-angguk setuju dengan paradigmanya tentang bekerja dan karir. Selama ini saya punya pandangan yang sama, hanya saja pandangan itu tak pernah saya namai, pokoknya ya..gitu deh. Saya berpikir bahwa saya mau mengerjakan sesuatu yang saya sukai dan saya menikmati saat mengerjakannya. Saya mau mengerjakan sesuatu yang bisa bermanfaat bagi orang lain dan juga membuat saya bahagia. Dan ternyata apa yang saya maksud adalah passion.
Kemudian saya membaca dua buku Rene (alhamdulillah dapat gratisan :D) yaitu “Your Job Is Not Your Career” dan “Career Snippets”. Disitu diceritakan lebih gamblang bahwa sebetulnya passion is not what you’re good at, but what you enjoy the most. Betul juga ya. Bisa jadi ada orang yang pintar matematika, tapi sebenarnya dia lebih menikmati bermain musik. Dan dengan bermain musik dia merasa bisa berkontribusi untuk orang lain sekaligus membuat dirinya bahagia. That’s exactly passion.
Jujur saja, seperti pernah saya katakan di tulisan-tulisan sebelumnya, saya bukan orang yang bisa tahan berlama-lama membaca buku psikologi yang isinya serasa menggurui, poin-poin nasihat, dan seringkali common sense. Dua buku Rene mungkin bisa digolongkan sebagai buku psikologi, motivasi, atau pengembangan diri, tapi ternyata saya menikmati sekali membacanya. Saya rasa bagus sekali ada buku macam ini yang bisa menyadarkan orang, sebetulnya apa sih yang dia sukai.
Apa pentingnya bekerja sesuai passion? Coba bayangkan kalau banyak orang yang bekerja hanya semata-mata mencari uang. Mungkin secara materi kebutuhannya bisa terpenuhi, akan tetapi di sisi lain bisa saja orang itu stress, sering mengeluh, dan tidak menikmati hidup. Dalam bekerja juga orang itu akan terpaku pada rutinitas dan malas menciptakan inovasi dan hal-hal kreatif yang berkaitan dengan pekerjaannya. Sebaliknya, jika semua orang bisa bekerja sesuai passion, alangkah indahnya hidup ini! Saya rasa akan banyak perubahan positif dari individu-individu yang nantinya akan terakumulasi menjadi perubahan positif di suatu lembaga, dan secara agregat perubahan positif suatu negara. Utopis? Saya rasa tidak.
Namun sayangnya, mengerjakan hal sesuai passion bukannya tanpa rintangan. Kita bisa berhadapan dengan halangan dari keluarga, lingkungan, atau kondisi nyaman kita sendiri. Ada buku menarik yang juga bercerita tentang passion, yaitu novel “23 Episentrum” karya Adenita. Waktu baca buku ini, yang terlintas adalah, “Waaah…ini dilematika fresh graduate banget!” hehehe… Atau setidaknya mereka yang sudah lulus kuliah, sedang merintis karir, dan masih bimbang dengan pilihan hidupnya.
Novel ini apik sekali menyajikan pencarian kebahagiaan dari tiga tokoh utamanya. Ada orang yang bekerja sesuai passion, tetapi dari segi finansial rasanya belum mencukupi. Ada orang yang sudah bekerja dengan gaji super tinggi dan fasilitas lengkap, namun rasanya selalu saja ada yang kosong dalam dirinya. Ada juga orang yang bekerja dengan penghasilan yang cukup dan posisi yang aman, namun ternyata pekerjaan itu bukanlah pekerjaan yang ia sukai. Disitulah muncul pergulatan hati untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh masing-masing orang. Selain itu, diselipkan pula pesan mengenai pentingnya berbagi. Seperti yang pernah dikatakan oleh salah satu teman saya,
“Kita ini hidup dari budi baik orang lain. Kita bisa makan nasi dari budi baik petani. Kita bisa membaca dari budi baik guru, dan sebagainya. Makanya karena kita sudah menerima banyak hal, kita juga harus memberi kepada orang lain.”
Selain novel, buku ini juga dilengkapi dengan sebuah suplemen yang tentu saja memiliki benang merah dengan novelnya. Suplemen tersebut berisi cerita tentang 23 tokoh nyata yang merupakan teman atau orang-orang yang ada di sekitar penulis. 23 orang itu adalah mereka yang hidup dan bekerja dengan passion mereka. Dari kisah hidup mereka, saya semakin belajar bahwa memang untuk mencapai apa yang kita cita-citakan itu tidak mudah. Banyak juga di antara mereka yang akhirnya meniti karir di bidang yang berbeda dengan latar belakang pendidikannya dan memilih mengikuti passion-nya. Bahkan ada pula yang memilih keluar dari bangku kuliah demi mewujudkan mimpinya.

Berbicara soal passion berarti berbicara soal hati. Semoga kita bisa melakukan pekerjaan yang kita sukai sekaligus bermanfaat bagi orang lain. 🙂
Bawean, 030512
Salam,
Maisya 🙂