Asia, Traveling

Korea Utara: Ada Kekakuan, Juga Kehangatan

 Dari balik jendela yang basah oleh air hujan

Pemandangan silih berganti tiap detiknya

 

Adalah kekakuan

Satu kata yang menggambarkan banyak hal di luar sana

 

Bukan karena gunung-gunung bebatuan yang tinggi menjulang

Melainkan sosok-sosok itu, yang berdiri dalam diam

Berseragam hijau tua dan berdiri tegak

Nyaris dimana-mana, juga di tengah sawah yang sepi

Para tentara yang siap siaga di daerah perbatasan dua negara, yang dulunya adalah saudara

*** 

Democratic People’s Republic of Korea, atau lebih dikenal dengan nama Korea Utara, adalah negara yang terletak di Semenanjung Korea, sebelah selatan daratanChina. Sebelumnya, saya tidak pernah membayangkan dapat menginjakkan kaki di Korea Utara. Negara tersebut selama ini dikenal karena percobaan nuklirnya atau karena sangat tertutup dan dipimpin oleh seorang yang sangat otoriter bernama Kim Jung Il (setelah meninggal dunia beberapa waktu lalu, Kim Jung Il digantikan oleh putranya, Kim Jung Un). Gambaran yang cukup membuat enggan untuk berkunjung ke sana, namun bisa jadi juga membuat orang penasaran dan memiliki keunikan tersendiri.

Perjalanan saya ke sana berawal dari sebuah pengumuman di kampus Daejeon University, Korea Selatan, tempat di mana pada 2007 lalu saya kuliah dalam program pertukaran pelajar di bawah ASEAN University Network (AUN) dan pemerintah Korea Selatan. Mengetahui bahwa pihak universitas akan mengadakan tour dan pendakian ke Korea Utara, saya tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, apalagi khusus untuk mahasiswa internasional, biayanya cukup miring. Dengan membayar 120.000 won (sekitar 1,2 juta rupiah kurs tahun 2007), saya berkesempatan melewati “tembok” yang selama ini memisahkan Korea Utara dengan dunia luar.

Perjalanan dari Selatan ke Utara

Rombongan dari Daejeon University berangkat dari kota Daejeon dan bergerak menuju utara. Di perjalanan, kami sempat berhenti di beberapa service area yang menyediakan tempat beristirahat, berbagai jajanan, dan toilet. Salah satu service area yang kami singgahi terletak di 38th Parallel of DMZ, di mana kami juga bisa sekaligus menikmati pemandangan pantai yang hingga saat ini sebenarnya masih menjadi sengketa antara Korea Selatan dan Jepang. 38th Parallel of DMZ, yang membagi dua Semenanjung Korea, pada akhir Perang Dunia II merupakan batas antara dua bagian Korea dimana yang satu dikuasai oleh Amerika Serikat, dan bagian lainnya dikuasai oleh Uni Soviet.

(Younger) Me at the 38th Parallel of DMZ

Sebelum meninggalkan Korea Selatan, kami singgah di kantor biro perjalanan yang akan memandu kami, yaitu Hyundai Asan, dan setelah itu perlu mendatangi Kantor Imigrasi untuk diperiksa kelengkapan surat-surat dan barang bawaan. Perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan dikenal dengan sebutan Demilitarized Zone (DMZ). Memasuki wilayah Korea Utara, kami kembali berurusan dengan kantor imigrasi. Kali ini saya merasakan atmosfer yang sungguh berbeda. Saya seakan mundur beberapa tahun melihat model bangunan yang tidak modern dan alunan lagu “Pangapseumnida” (반갑습니다)[1] dengan musik  tempo dulu. Petugas imigrasi di sana sangat dingin sehingga rasanya saya baru saja bertemu dengan robot.

Kantor Imigrasi di perbatasan Korea Selatan

Untuk memasuki wilayah tersebut dari Korea Selatan, kami tidak perlu membuat visa dari jauh-jauh hari karena mereka menyediakan visa on arrival. Namun visa tersebut tidak ditempelkan pada paspor, melainkan dibuat terpisah dan bahkan nantinya diminta kembali oleh pihak imigrasi Korea Utara ketika kita meninggalkan negara tersebut. Wisatawan Korea Selatan mulai diizinkan berwisata di area Geumgangsan di Korea Utara sejak 1998 melalui jalur laut, sedangkan baru pada 2002 Korea Utara dan Selatan sepakat membuka jalur darat sebagai momentum untuk mempertemukan kembali banyak keluarga yang terpisah antara Utara dan Selatan semenjak Perang Korea (1950-1953). Perjalanan ke Korea Utara hanya diperbolehkan di bawah agen perjalanan yang resmi, jadi wisatawan individual tidak diperkenankan. Sayangnya, semenjak ada insiden penembakan wisatawan Korea Selatan di Korea pada 2008, akses wisata antar kedua Negara tersebut kembali ditutup.

Satu hal penting yang harus diingat, di wilayah Korea Utara ada aturan tersendiri untuk dokumentasi. Wisatawan dilarang mengambil gambar penduduk setempat dan apapun yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat di sana, seperti tempat tinggal, mata pencaharian, dan lain-lain. Sehingga kesemuanya itu hanya saya rekam baik-baik dalam memori otak saya. Selebihnya, wisatawan boleh memotret diri dan keindahan alam di tempat wisata, apapun asalkan tidak menggambarkan kehidupan sosial warga Korea Utara.

 

DMZ: Batas Idelogi Dua Bersaudara

Kala itu, sepanjang perjalanan yang terlihat adalah gunung batu yang menjulang dengan kokohnya. Hujan rintik-rintik dan langit yang mendung seakan membuat suasana makin mencekam. Di sepanjang kawasan perbatasan, para tentara, baik Korea Utara maupun Selatan, siap siaga dalam pertahanannya masing-masing seperti hendak berperang.

Itulah The Korean Demilitarized Zone (DMZ), sebidang tanah yang terhampar melewati semenanjung Korea sebagai zona penyangga (buffer zone) antara Korea Utara dan Selatan yang merupakan daerah perbatasan dengan tentara terbanyak di dunia. DMZ — dengan panjang 248 km dan lebar 4 km — membagi Korea menjadi dua, melewati The 38th parallel. Karena perbedaan ideologi, kedua kawasan tersebut akhirnya benar-benar terpisah pada 1948 dengan nama Democratic People’s Republic of Korea (Korea Utara) dan Republic of Korea (Korea Selatan).

Di tengah-tengah DMZ terdapat Military Demarcation Line (MDL) yang merupakan batas yang sebenarnya antara kedua negara tersebut. Setiap negara di masing-masing sisinya menjaga dan siaga terhadap agresi yang mungkin terjadi dari pihak lainnya. Untuk menjaga keamanan, telah dibuat perjanjian yang berisi aturan mengenai jumlah personel militer dan jenis senjata yang diperbolehkan di DMZ. Tentara dari masing-masing negara boleh berjaga-jaga di dalam DMZ namun tidak boleh melewati MDL.

Melintasi DMZ menghadirkan perasaan takjub tersendiri karena merupakan pengalaman pertama saya melintasi perbatasan darat dua negara, terlebih antara kedua negara tersebut pernah terjadi perang pada 1950-1953 dan hingga kini masih saling menganggap musuh nomor satu. Inilah realita dunia, di mana saudara pun dapat bertikai bahkan saling membunuh karena sebuah perbedaan bernama ideologi. Dan DMZ telah menjadi saksi bisu yang membatasi dua ideologi berbeda.

Menikmati Keindahan Alam

Adalah Geumgangsan[2], sebuah gunung dengan ketinggian 1638 meter DPL yang berada di daerah perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan. Gunung itulah yang merupakan tempat tujuan pertama saya dan rombongan. Geumgangsan terletak di pesisir timur Korea Utara, tepatnya di Geumgangsan Tourist Region, provinsi Gangwon. Geumgangsan adalah bagian dari gugusan pegunungan Taebek yang terletak di sepanjang kawasan Timur semenanjung Korea.

Bukit Berbatu Geumgangsan

Dilihat dari tingkat kesulitannya, mendaki Geumgangsan tidaklah terlalu sulit karena jalurnya cukup landai. Sepanjang pendakian, kami dapat menikmati keindahan alam yang ada. Hutan, sungai, air terjun, serta bebatuan yang menjulang. Geumgangsan terdiri dari bebatuan yang terbentuk selama berabad-abad lamanya. Menurut pemerintah Korea Utara, terdapat lebih dari 12.000 formasi bebatuan yang ada disana, meskipun tak diketahui kapan dan siapa yang menghitungnya.

Tiba di salah satu puncak bersama teman-teman ASEAN dan Daejeon University

Di tengah pendakian, kami menjumpai beberapa orang Korea Utara yang menjual makanan maupun berbagai souvenir (di Korea Utara, dolar Amerika dan won Korea Selatan sama-sama berlaku untuk transaksi ekonomi). Walau kami tak lagi menemui “manusia robot” seperti di kantor imigrasi, namun terlihat ekspresi mereka agak malu-malu dan tidak terlalu banyak bicara. Berbeda dengan di Korea Selatan, di mana para penjual seperti itu biasanya sangat interaktif dengan para wisatawan. Setelah dua setengah jam, kami tiba di puncak pendakian dan berfoto-foto dengan latar belakang sebuah air terjun yang indah.

Pemandangan Danau Sam Il Po

Masih bertema wisata alam, keesokan harinya kami menuju ke Danau Sam Il-Po, sebuah danau yang terletak di daerah perbukitan. Danau Sam Il-po ditempuh sekitar 20 menit dengan mengendarai bus dari tempat kami menginap, yaitu Kuryong Village. Namun seturunnya dari bus, kami harus tetap berjalan kaki ke tempat tujuan. Hal yang agak mengagetkan, di sepanjang jalan, saya tetap melihat para tentara yang siap siaga. Tak hanya di pos khusus, bahkan di tengah sawah pun ada. Tentara-tentara itu berdiri tegak, diam tak bergerak.

Kuryong Village, tempat kami menginap selama di Korea Utara

Ekspedisi ke Korea Utara yang saya lakukan berjalan selama dua hari. Memang tidak cukup menjawab tanda tanya mengenai negara tersebut karena daerah sekitar Geumgangsan hanyalah sebagian kecil dari wilayah negara itu. Saya belum melihat Pyongyang ataupun kota besar lain, namun dua hari disana cukup meninggalkan kesan yang mendalam. Meskipun orang-orangnya terasa lebih kuno dan pendiam, namun ternyata mereka pun dapat tersenyum dan bersahabat.

Menghabiskan satu malam di sana

Terasa tak cukup tuk dapat mengungkap semua

Tak pula untuk berprasangka bahwa yang ada hanyalah kekakuan

 

Melewatkan dua hari di sana

Sudah mempertemukanku dengan sosok-sosok yang memberi senyuman

 

Pelayan dan manajer restoran,

Petugas keamanan,

Juga orang-orang yang ditemui di jalan

Dan hanya sekedar menyapa, “Annyeong haseyo…”[3]

 

Hingga ketika  tiba waktu perpisahan

Mereka berdiri di sepanjang jalan

Tersenyum dan mengucap selamat jalan

Dan pagi itu terasa begitu hangat


[1] Pangabseumnida” (반갑습니다) – bahasa Korea – yang secara bahasa berarti senang (bertemu dengan Anda) merupakan lagu penyambutan yang digunakan untuk promosi pariwisata Korea Utara

[2] “San” (bahasa Korea) berarti gunung. Jadi Geumgangsan berarti Gunung Geumgang

[3] Sapaan dalam Bahasa Korea yang bisa diartikan sebagai “halo” atau “apa kabar”

Advertisement

1 thought on “Korea Utara: Ada Kekakuan, Juga Kehangatan”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s